Kalah dari Mobile8 di Praperadilan Jadi Noda Kejaksaan dalam Penegakan Hukum
Berita

Kalah dari Mobile8 di Praperadilan Jadi Noda Kejaksaan dalam Penegakan Hukum

Komisi III DPR bakal melakukan evaluasi terhadap kinerja Jaksa Agung.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaedi Mahesa. Foto: dp.go.id
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaedi Mahesa. Foto: dp.go.id
”Kalah melulu. Kalau Jaksa Agung kalah kan seharusnya dia malu”. Kalimat itu meluncur dari bibir Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa, menanggapi kekalahan Kejaksaan Agung dalam praperadilan di Pengadilan Jakarta Selatan perihal sah tidaknya penetapan tersangka kasus Mobile8. Kekalahan Kejaksaan Agung dalam praperadilan untuk kesekian kalinya berulang.

Pada kasus Mobile8, Kejagung telah menetapkan tersangka Anthony Chandra Kertawaria dalam kasus restitusi pajak PT Mobile8 Telecom dan PT Djaja Nusantara Komunikasi. Tak terima ditetapkan sebagai tersangka, Anthony mengajukan upaya hukum praperadilan. Walhasil, penetapan tersangka yang dilakukan Kejagung pun dinyatakan tidak sah dengan berbagai pertimbangan hakim.

Kekalahan dalam ‘pertempuran’ di pengadilan adalah hal biasa. Namun, bila berulang kali acap menelan pil pahit akibat proses penegakan hukum yang dimentahkan pengadilan, boleh jadi profesionalitas dan kinerja penyidik Kejagung dipertanyakan. Sebagai negara hukum, mestinya seorang jaksa bekerja dalam penegakan hukum tak boleh melanggar hukum acara, apalagi tanpa bukti yang kuat dalam menetapkan tersangka.

“Harusnya di mana-mana Jaksa Agung keputusan hukumnya memang matang, tidak ada ruang untuk orang memperkarakan itu,” ujar politisi Partai Gerindra di Komplek Gedung Parlemen beberapa hari lalu. (Baca Juga: Sidang Praperadilan Direktur Mobile8 Terkait Perkara Pajak Digelar PN Jaksel)

Anggota Komisi III Sarifudin Sudding menambahkan, kekalahan tersebut mestinya menjadi pelajaran. Setidaknya, ke depan ketika memproses hukum seseorang mesti mengantongi alat bukti yang cukup, serta tidak menabrak hukum acara yang berlaku. Selain itu, penegakan hukum mesti jauh dari berbagai intervensi kekuatan lain di luar penegakan hukum.

“Tapi karena benar-benar pure penegakan hukum. Karena upaya yang bisa dilakukan seseorang ketika ditetapkan sebagai tersangka, ada upaya praperadilan,” ujarnya.

Sayangnya, berulang kali praperadilan yang diajukan oleh pihak tersangka dari berbagai kasus yang ditangani Kejaksaan Agung berbuah manis. Proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung pun dinyatakan tidak sah menurut hukum. Setidaknya demikian, pengadilan mementahkan proses hukum Kejagung. Bagai menelan pil pahit. Mungkin begitu ungkapan yang pas dialamatkan bagi korps adhiyaksa pimpinan Jaksa Agung HM Prasetyo.

Atas dasar itulah, Suding menilai lembaga Kejaksaan sudah tidak lagi kredibel di bawah kepemimpinan Prasetyo, khususnya dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. Selain mengantongi alat bukti yang cukup, mestinya penyidik pun mengakaji dan mendalami kajian dari aspek yuridis. Terhadap berbagai kekalahan tersebut, Komisi III pun bakal mengevaluasi kinerja korps adhiyaksa di bawah kepemimpinan Prasetyo.

“Menurut saya ini adalah noda hitam dalam konteks penegakan hukum ketika, hal-hal seperti ini masih dilakukan oleh kejaksaan,” ujar politisi Hanura itu.

Kolega Desmond dan Sudding di Komisi III, Adies Kadir menambahkan Kejagung melalui Jaksa Agung selaku pimpinan dan jajaran di bawahnya mesti instropeksi diri. Adies menunjuk hasil rapat dengar pendapat Panja Penegakan Hukum Komisi III terkait dengan kasus Mobile8. Kejagung kala itu, kata Adies, mempersilakan pihak terkait melakukan praperadilan bila proses hukum yang dilakukan tidak berkanan.

“Nah ini ternyatakan diambil langkah praperadilan oleh pihak Mobile 8, dan ternyata dikabulkan praperadilannya,” ujarnya. (Baca Juga: Didampingi Hotman, Hary Tanoe Laporkan Jaksa Agung ke Bareskrim)

Kendati demikian, politisi Partai Golkar itu menilai kekalahan di praperadilan bukanlah akhir segalanya. Menurutnya, sepanjang Kejagung memiliki bukti baru dapat kembali mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) sebagai jalan untuk membuka kembali penyidikan.

“Ini lah tantangan bagi Kejagung agar bekerja profesional. Kalau punya bukti ajukan lagi penyidikan itu dari awal, tapi juga jangan mencari-cari. Kalau memang tidak ada, ya katakan tidak. Kalau memang ada, tunjukkan profesionalnya, diulangi lagi, tunjukkan kalau mereka benar,” pungkasnya.

Sekadar diketahui, kekalahan Kejagung dalam praperadilan yang diajukan tersangka Anthony Chandra Kertawaria dalam kasus dugaan restitusi pajak Mobile 8 Telecom periode 2007-2009 adalah kesekian kalinya. Sebelumnya, Kejagung menuai hal serupa. Penetapan tersangka terhadap mantan Ketua Umum PSSI La Nyala Mattalitti dinyatakan tidak sah dalam praperadilan sebanyak 3 kali d Pengadilan Negeri Surabaya.

Selain itu, PT Victor Securitas Indonesia (VSI) berhasil menekuk penyidikan Kejagung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Bahkan mantan Dirut PLS Dahlan Iskan pun pernah mengalahkan Kejati DKI dalam sidang praperadilan.

Tags:

Berita Terkait