Ikatan Notaris Tagih Janji OJK tentang Pungutan Notaris Pasar Modal
Utama

Ikatan Notaris Tagih Janji OJK tentang Pungutan Notaris Pasar Modal

OJK akan memproses notaris yang mengembalikan STTD dalam 45 hari. Tunggakan pungutan tetap harus dilunasi.

Oleh:
NANDO NARENDRA
Bacaan 2 Menit
Pengurus Pusat INI bersaa Menteri Keuangan. Foto: ISTIMEWA
Pengurus Pusat INI bersaa Menteri Keuangan. Foto: ISTIMEWA
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) masih terus berupaya agar pungutan terhadap notaris pasar modal dikaji kembali. Upaya tersebut terus dilakukan menyusul permasalahan dimana pungutan tersebut menjadi piutang Negara yang menjadi kewajiban individual notaris yang berpraktik di pasar modal.

“Tindak lanjut permintaan PP INI mengenai solusi permasalahan pungutan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang telah menjadi piutang Negara telah ditindaklanjuti OJK,” kata Koordinator Bidang Hubungan Antar Lembaga PP INI, Sri Widyawati kepada Hukumonline, Jumat (2/12) kemarin. 

Kata Wiwid –sapaan akrab Sri-, perwakilan pengurus PP INI telah berkoordinasi dengan pihak OJK khususnya bidang pasar modal untuk membicarakan soal pungutan ini lebih lanjut. Dalam pertemuan tertutup pada Kamis (1/12) lalu, sejumlah permintaan PP INI kepada OJK telah ditindaklanjuti dan diteruskan kepada otoritas lainnya yang juga berwenang terkait dengan pungutan ini.

Selain Wiwid, rombongan PP INI yang diwakili Anggota Dewan Kebijakan Publik PP INI, Albert Richi Aruan, Koordinator Humas PP INI, Maya Erika Kusumawati, dan Koordinator Bidang Organisasi PP INI, Maya Hasanah diterima oleh Deputi Direktur Pengembangan Lembaga dan Profesi Penunjang Pasar Modal OJK, Adi M, Wijoyo, Kabag Kepatuhan Lembaga Profesi Penunjang Pasar Modal, Wahyu Nugroho, Kabag Pengawasan Profesi Pasar Modal, Retno Hapsari serta sejumlah jajaran Kasubag dan Staf OJK.

Beberapa tindak lanjut itu, diantaranya bahwa pihak OJK telah mengirimkan pandangan dan usulan mengenai perubahan PP Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan kepada pemerintah. Inti permintaan tersebut adalah agar pungutan tahunan kepada profesi penunjang pasar modal, dimana notaris menjadi salah satunya dihapuskan.

“Namun hingga saat ini belum ada tanggapan (dari Pemerintah),” ujar Wiwid.

Dikatakan Wiwid, pungutan tersebut tetap menjadi piutang Negara yang wajib dibayarkan oleh notaris pasar modal pemegang surat tanda terdaftar (STTD) dan tidak dapat dihapuskan. Apabila notaris yang bersangkutan mengembalikan STTD sekalipun kepada OJK, piutang tersebut tetap menjadi kewajiban individual notaris terhadap negera meskipun OJK akan memproses pengembalian itu maksimal 45 hari  walaupun tunggakan belum dilunasi.

“Penagihan tunggakan akan tetap dilakukan walaupun surat pembatalan STTD telah terbit,” jelas Wiwid.

Untuk diketahui, polemik pungutan bagi profesi penunjang pasar modal ini mencuat pasca PP Nomor 11 Tahun 2014 berlaku mulai Maret 2014 lalu. Aturan pungutan tersebut juga berlaku buat industri jasa keuangan mulai dari pasar modal, perbankan, dan Industri Keuangan non Bank (IKNB). Khusus untuk profesi penunjang pasar modal sendiri, terdapat dua jenis pungutan OJK. (Baca Juga: Giliran INI Tolak Pungutan OJK)

Pertama, jenis pungutan biaya untuk perizinan dan pendaftaran. Untuk jenis pungutan ini, tiap profesi penunjang pasar modal seperti akuntan, konsultan hukum, penilai dan notaris wajib menyetor uang ke OJK sebesar Rp5 juta per orang yang wajib dibayar sebelum pengajuan dilakukan. Biaya ini termasuk untuk profesi penunjang perbankan seperti akuntan dan penilai serta profesi penunjang Industri Keuangan Non Bank (IKNB) yaitu akuntan, konsultan hukum, penilai dan konsultan aktuaria.

Sedangkan, jenis pungutan kedua adalah biaya tahunan yang diperuntukkan pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penelitian. Jenis pungutan ini, kantor konsultan hukum, kantor akuntan publik, kantor jasa penilai publik, kantor notaris dan perusahaan konsultan aktuaria sepanjang memiliki izin, persetujuan, pengesahan atau pendaftaran dari OJK wajib membayar iuran sebesar 1,2 persen dari setiap nilai kontrak kegiatan di sektor jasa keuangan.

Biaya tahunan tersebut wajib dibayar dalam empat tahap tiap tahunnya. Pembayaran paling lambat dilakukan pada tanggal 15 setiap bulan April, Juli, Oktober dan tanggal 31 Desember pada tahun berjalan. Biaya pungutan ini berdasarkan pada laporan keuangan yang telah diaudit. Jenis pungutan biaya tahunan ini juga berlaku bagi akuntan, konsultan hukum, penilai dan notaris. Profesi penunjang, wajib membayar iuran ke OJK sebesar Rp5 juta tiap tahunnya. Biaya tahunan tersebut wajib dibayar paling lambat setiap tanggal 15 Juni pada tahun berjalan. (Baca Juga: Penagihan Pungutan OJK Berdampak pada Kepercayaan Anggota Asosiasi)

Sebagai aturan teknisnya, OJK juga telah mengeluarkan dua aturan yakni pertama POJK Nomor 3/POJK.02/2014 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pungutan oleh OJK dan kedua POJK Nomor 4/POJK.04/2014 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penagihan Sanksi Administratif Berupa Denda di sektor Jasa Keuangan.

Inti POJK pertama, mengatur pemberian sanksi kepada Wajib Bayar yang tidak melunasi kewajiban biaya tahunan sampai dengan batas waktu sebagaimana ditetapkan PP tentang Pungutan, yang didahului dengan pemberian surat teguran. Sementara POJK kedua, mengatur dua poin penting yakni mengenai kewajiban pembayaran, penagihan serta pengurusan piutang macet.

Mengenai pembayaran sanksi administratif berupa denda tersebut, dilakukan dengan cara membayar kepada OJK melalui penyetoran ke rekening OJK atau cara lain yang ditetapkan oleh OJK. (Baca Juga: Kalangan Notaris Tegaskan Penolakan Pungutan OJK)

Menurut aturan tersebut, jika sanksi denda dan bunga tidak dibayarkan atau dilunasi dalam jangka waktu satu tahun, maka OJK mengkategorikan sanksi administratif tersebut sebagai putang macet. Untuk mekanisme pengurusan piutang macet ini, OJK melimpahkannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).

Pembayaran sanksi administratif berupa denda tersebut wajib dilakukan paling lama 30 hari setelah surat sanksi ditetapkan. Jika dalam kurun waktu tersebut, sanksi denda belum dilunasi, maka OJK memberikan surat teguran pertama untuk segera melunasi sanksi administratif berupa denda beserta bunganya paling lama 30 hari setelah berakhirnya jangka waktu pembayaran.

Jika dalam kurun waktu tersebut sanksi denda belum juga dilunasi, maka OJK memberikan surat teguran kedua kepada wajib bayar tersebut. Dalam surat teguran kedua tersebut, wajib bayar kembali diberikan waktu 30 hari untuk melunasi denda beserta bunganya, terhtung sejak berakhirnya jangka waktu surat teguran pertama tersebut.

Namun, jika surat teguran kedua tidak juga diindahkan wajib bayar dengan tidak melunasi denda beserta bunganya, OJK dapat mengenakan sanksi administratif tambahan dan atau tindakan tertentu kepada wajib bayar. Sejumlah sanksi administratif tambahan tersebut dapat berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembatalan persetujuan, pembatalan pendaftaran, pembekuan kegiatan usaha dan atau pencabutan izin usaha.

Beberapa Upaya 
Sejumlah organisasi profesi penunjang pasar modal pernah melakukan uji materi PP Nomor 11 Tahun 2014 ke Mahkamah Agung (MA) pada pertengahan Oktober 2014. Selain PP INI, organsasi profesi penunjang lainnya seperti Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) bersama-sama menguji Pasal 1 angka 3, dan angka 4, Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 55 PP Pungutan OJK tersebut. (Baca Juga: Ramai-Ramai Mempersoalkan Aturan Pungutan OJK)

Sayangnya, MA pada tanggal 22 Januari 2015 silam menyatakan bahwa gugatan tersebut tidak dapat diterima atau Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) oleh majelis hakim yang menangani perkara tersebut yakni Irfan Fachruddin, Yulius dan Supandi. Namun upaya itu belum usai dimana pertengahan Desember 2015 silam, PP INI, HKHPM, dan IAPI kembali menguji PP Pungutan OJK tersebut ke MA. (Baca Juga: Lagi, Proefsi Penunjang Pasar Modal Gugat PP Pungutan ke MA)

Catatan Hukumonline, pasca gugatan yang pertama dilayangkan organisasi profesi penunjang pasar modal, pihak OJK sempat mengusulkan agar PP Nomor 11 Tahun 2014 direvisi menyusul banyaknya kritik yang masuk ke OJK terkait putusan. Ketua Dewan Komisoner OJK, Muliaman D Hadad dikabarkan telah menyurati Menteri Keuangan yang kala itu masih dijabat oleh Bambang Brodjonegoro pada 5 Desember 2014 yang lalu.

“PP sedang kita revisi. Ya akan direvisi, kalau hapus atau tidaknya ya entar. Tapi di revisi dan meringankan,” kata Muliaman.

Muliaman mengatakan, kalau sebetulnya PP Pungutan saat ini sedang dilakukan revisi. Namun ia belum mau berkomentar ketika ditanya apakah gugatan yang diajukan oleh profesi penunjang pasar modal menjadi objek yang akan direvisi. Menurutnya, pungutan yang dipungut OJK kepada konsultan hukum, notaris, serta akuntan publik rencananya akan disesuaikan dalam revisi aturan itu. Ia menegaskan bahwa terkait aturan pengenaan pungutan akan diringankan. Sayangnya, dalam bentuk keringanan apa, masih dikaji dalam pembahasan revisi.

Kepala Eksekutif Pasar Modal OJK,  Nurhaida juga mengatakan kalau PP Pungutan itu saat ini sedang dilakukan pembahasan. Bahkan, revisi PP Pungutan ini sudah masuk dalam tahap finalisasi. Ia mengatakan, proses pembahasan revisi ini sudah dimulai sejak awal tahun 2015. Menurutnya lamanya pembahasan lantaran aturan ini tidak hanya melibatkan OJK sendiri, melainkan pihak-pihak terkait lainnya. (Baca Juga: Ini Komentar OJK Soal PP Pungutan yang Digugat Lagi)

Nurhaida mengatakan, jika para asosiasi profesi penunjang pasar modal mengikuti perkembangan pembahasan serta melihat draf revisi PP sampai tahap ini, tidak akan mengajukan gugatan lagi ke MA. Tapi sayangnya, ia enggan menjelaskan substansi apa saja dalam revisi tersebut. Ia berharap, para profesi penunjang pasar modal dapat sabar menunggu hasil revisi yang tengah dikerjakan.

“Nanti kita lihat, walaupun ini belum final tapi dari draf revisinya itu sebetulnya mungkin kalau dari profesi penunjang pasar modal sudah melihat hasil revisi barangkali mungkin akan beda. Jadi nanti kita lihat ya,” katanya.
Tags:

Berita Terkait