Sejumlah Tokoh Dituduh Makar, Ini Penjelasan Kapolri di Komisi Hukum DPR
Berita

Sejumlah Tokoh Dituduh Makar, Ini Penjelasan Kapolri di Komisi Hukum DPR

Karena adanya rapat-rapat perencanaan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Kapolri Tito Karnavian. Foto: RES
Kapolri Tito Karnavian. Foto: RES
Penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap sejumlah tokoh pada Jumat (2/12) pagi jelang aksi unjuk rasa di Monas, lantaran adanya dugaan melakukan perbuatan makar. Tindakan upaya paksa itu bukan sembarang. Sebab, kepolisian telah memiliki alat bukti yang cukup terhadap dugaan melakukan penggulingan terhadap pemerintahan yang sah.

Hal itu diungkapkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam rapat kerja (Raker) dengan Komisi III di Gedung DPR, Senin (5/12). “Kami melihat upaya permufakatan jahat menggulingkan pemerintah yang sah. Itu diatur dalam KUHP,” ujarnya.

Menurutnya, makar tidak melulu dengan kekuatan angkat senjata sebagaimana penilaian banyak orang. Namun, upaya menggulingkan pemerintahan yang sah didahului dengan adanya rapat-rapat dan melibatkan massa dengan jumlah yang banyak. Polri pun melihat indikasi tersebut. (Baca Juga: Apakah Kudeta Sama dengan Makar? Ini Penjelasan Hukumnya)

Makanya, sedari awal sebelum pelaksanaan aksi unjuk rasa 2 Desember lalu, Kapolri kerap mengeluarkan pernyataan adanya indikasi pihak lain yang bakal memanfaatkan jutaan massa yang berdemo di Monas untuk diarahkan ke Gedung DPR dan MPR. Tujuannya, untuk menduduki Gedung DPR dan MPR. Setelah itu mendesak agar dilakukannya sidang istimewa untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah.  Hal itu dinilai telah melanggar hukum.

Menurutnya, Polri tak segan melakukan penangkapan terhadap pihak-pihak yang ingin menduduki Gedung DPR dan MPR secara paksa. “Kalau menduduki Gedung DPR secara paksa, maka Polri sebagai penjaga Kamtibmas tidak akan mentolerir siapapun yang menduduki secara paksa,” ujarnya.

Mendengar penjelasan Kapolri, anggota Komisi III Erma Suryani Ranik mengatakan pihaknya concern terkait tuduhan Polri terhadap sejumlah tokoh yang ditangkap dengan tudingan makar. Ia menilai menjadi agak kurang relevan melakukan penangkapan terhadap Rachmawati Sukarnoputri misalnya, dengan keterbatasan di atas kursi roda melakukan makar. (Baca Juga: Yusril Unggah Surat Penangkapan Rachmawati Soekarno Putri)

Terlebih usia beberapa orang yang ditangkap terbilang sepuh. Selain Rachmawati, juga ada nama Sri Bintang Pamungkas. Dengan berbagai kriteria itu, Erma menilai tak memenuhi persyaratan mereka melakukan makar. Terlebih, mereka yang ditangkap tak memiliki kemampuan mengerahkan massa.

“Menurut kami, agak tidak yakin mereka menggagas. Kalau ditindak seperti ini, Polri akan semakin represif. Kita berjuang menegakan demokrasi, kalau sekarang orang kritis ditangkap, padahal kuatnya negara demokrasi karena kuatnya masyarkat sipil,” ujarnya.

Berbeda dengan Erma, anggota Komisi III lainnya Taufikulhadi berpandangan kelompok yang ingin mendompleng aksi demo di Monas 212 terlebih dahulu dicokok polisi dinilai tepat. Baginya, aksi dengan melibatkan jutaan orang dalam satu tempat memang rawan terjadinya pihak ketiga yang bakal melakukan sesuatu demi kepentingan lain. (Baca Juga: Tanggapi Aksi Isu 2 Desember, Presiden: Mari Kembali ke Konsep Negara Hukum)

“Saya melihat langkah yang dilakukan sekelompok orang bakal makar, sepenuhnya memang ada,” ujarnya.

Merespon hal itu, Kapolri pun angkat bicara. Menurutnya, bila dipandang dari aspek usia dan kemampuan mengerahkan massa terhadap Rachmawati dan Sri Bintang Pamungkas, misalnya memang tidak masuk akal. Namun, Kapolri berpandangan ketika usia semakin matang, maka semakin cakap dalam memainkan perannya.

“Mereka tidak harus turun ke lapangan. Yang setting design itu yang senior. Sedangkan yang muda-muda main otot. Tapi prinsipnya proses hukum terus berjalan,” ujarnya.

Jenderal polisi bintang empat itu setiap orang bebas menyatakan pendapat dan kritiknya terhadap pemerintah. Namun, sepanjang dilakukan tanpa mengindahkan aturan hukum yang ada, maka Polri bakal bersikap tegas. “Ini sama saja mendobrak DPR secara paksa, itu tidak bisa. Simbol negara ini tidak boleh dengan cara inskonstitusional,” pungkasnya.

Sebelumnya, anggota Polda Metro Jaya menangkap 11 aktivis di sejumlah lokasi, Jumat (2/12) dini hari selang waktu pukul 03.00 WIB hingga 06.00 WIB.

Para aktivis itu adalah Kivlan Zein, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Husein, Eko, Alvin, Rachmawati, Sri Bintang Pamungkas yang diduga terlibat percobaan makar sedangkan Jamran dan Rizal dijerat tindak pidana Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE), serta Ahmad Dhani dituduh menghina terhadap penguasa.

Penyidik kepolisian menahan Sri Bintang Pamungkas, Jamal dan Rizal, sedangkan delapan tersangka lainnya tidak menjalani penahanan.

Tags:

Berita Terkait