Asfinawati, Mantan Direktur LBH Jakarta yang Terpilih Menjadi Ketua YLBHI
Berita

Asfinawati, Mantan Direktur LBH Jakarta yang Terpilih Menjadi Ketua YLBHI

Akan terus mendorong diselesaikannya transisi demokrasi yang bergulir sejak 1998.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Asfinawati. Foto: perspektifbaru
Asfinawati. Foto: perspektifbaru
Posisi Alvon Kurnia Palma sebagai Ketua Badan Pekerja Yayasan lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) periode 2011-2015 yang sempat diperpanjang satu tahun akhirnya lengser setelah mantan Direktur LBH Jakarta periode 2006-2009, Asfinawati terpilih menjadi Ketua YLBHI 2017-2021. Sampai 5 tahun ke depan, perempuan berkacamata itu akan memimpin kantor YLBHI yang beralamat di Jl. Diponegoro No.74.

Perempuan yang disapa Asfin itu menyebut dua alasan dirinya mau menjadi penggawa YLBHI. Pertama, ada beberapa orang di YLBHI yang masih punya visi dan misi yang sama dan untuk memperbaiki masalah yang ada di Indonesia saat ini tidak bisa dilakukan sendirian. Kedua, demokrasi Indonesia sesungguhnya berada dalam kondisi kritis. Masa transisi demokrasi yang dimulai sejak 1998 belum selesai. Indonesia punya peluang untuk menyelesaikan transisi itu atau malah mundur kembali ke masa orba.

Asfin melihat ada ancaman yang berpotensi memukul mundur demokrasi Indonesia seperti adanya pembubaran pemutaran film, diskusi dan peluncuran buku. Serta pelarangan demokrasi dan tuduhan makar. Tapi, ada keinginan pemerintah untuk memperbaiki hal itu. (Baca Juga: 3 Kejanggalan SK Lisensi Lembaga Sertifikasi Pengacara versi YLBHI)

Oleh karenanya, dalam kepemimpinannya nanti YLBHI harus fokus memfasilitasi 15 kantor LBH yang ada di berbagai daerah. Dengan begitu YLBHI juga memfasilitasi masyarakat yang merupakan konstituen LBH. Menjadi fasilitator bukan tugas mudah, YLBHI dan LBH harus melihat kasus yang ditangani jauh ke depan dan menelusuri kebijakan atau struktur hukum apa yang bermasalah. YLBHI dan LBH harus bersama masyarakat dalam memperbaiki itu.

Bagi Asfin, tanpa dukungan masyarakat kerja-kerja YLBHI dan LBH tidak akan berhasil. Untuk mewujudkan perbaikan tidak cukup hanya menyasar bidang hukum, tapi butuh gerakan sosial masyarakat. Seperti perbaikan hukum yang dibawa arus reformasi, telah menghasilkan banyak komisi negara, tapi sampai saat ini belum membuahkan perubahan yang signifikan.

“Gerakan sosial harus didorong terus maju, dengan begitu masyarakat menjadi agen perubahan,” kata Afin kepada hukumonline di Jakarta, Jumat (09/12).

Untuk internal, Asfin berpendapat YLBHI perlu mengatur manajemen agar lebih baik sehingga kemajuan dan pengetahuan yang sudah dihasilkan lewat kerja-kerja selama ini bisa ditingkatkan. YLBHI harus banyak mendengar kebutuhan 15 kantor LBH dan secara bersama mewujudkannya. (Baca Juga: LSM Hukum, Bergerak dari Hulu ke Hilir)

Asfin berharap dalam kepemimpinannya kerja-kerja yang dilakukan YLBHI dan LBH bisa berdampak signifikan terhadap perubahan negara menjadi lebih baik. “Serta mampu menuntaskan transisi demokrasi yang nyaris mundur. Transisi demokrasi yang dimulai sejak 1998 menurut saya belum selesai,” tukasnya.

Untuk merealisasikan harapan tersebut Asfin mengatakan YLBHI dan LBH perlu melibatkan masyarakat secara luas. Agar mampu menggandeng banyak kelompok masyarakat, YLBHI dan LBH tidak hanya membutuhkan kampanye strategis tapi juga melakukan kerja-kerja yang nyata.

“15 kantor LBH ini banyak melakukan kerja yang luar biasa tapi tidak terangkat secara nasional. Tugas YLBHI harus mengangkat itu,” ujar dosen hukum acara pidana di Sekolah Tinggi Hukum Jentera itu. (Baca Juga: YLBHI Luncurkan Kertas Posisi Implementasi UU Bankum)

Pengacara Publik LBH
Sejak 2000-2009 Asfin menjadi pengacara publik di LBH Jakarta. Tahun pertama bergabung LBH Jakarta Asfin menjabat sebagai asisten pengacara publik. Ketika itu, dia pesimis karena advokasi yang dilakukannya tidak mampu memberi keadilan seperti yang diharapkan. Tapi dia tidak mau meninggalkan tugasnya di LBH karena tidak ingin para korban yang menjadi kliennya merasa dikhianati. Hal itu yang mendorong Asfin terus menjadi pengacara publik di LBH Jakarta sampai 9 tahun.

Selama mengabdi di LBH Jakarta, Asfin menghitung banyak kasus yang ditangani mulai dari isu perburuhan, sengketa tanah, kebebasan beragama dan berkeyakinan serta kekerasan seksual. Tantangan yang dihadapi dalam mendampingi kliennya biasanya terkait pandangan masyarakat seperti demonstrasi buruh dianggap merugikan padahal posisi buruh sebagai korban yang terabaikan hak-haknya.

Kemudian ada pandangan yang menganggap korban sengketa tanah melakukan penyerobotan tanah. Padahal dia menempati tanah negara yang puluhan tahun tidak diurus sehingga mereka menguruk dan memadati tempat itu untuk dijadikan tempat tinggal. Setelah puluhan tahun menempati tanah itu mestinya para korban mendapat hak atas tanah. “Itu tantangan sebagai pengacara publik dalam mendampingi korban, ketika ada pandangan yang salah terhadap korban,” papar Asfin.

Walau menyandang status pengacara publik, Asfin mengatakan bukan berarti dirinya paling mengerti hukum. Malah pengacara publik LBH lebih banyak belajar dari para kliennya karena mereka paling paham masalah yang dialami. Pengacara publik juga belajar dari para korban dalam hal ketahanan mempertahankan hak.

Tags:

Berita Terkait