Bertemu Komnas HAM, Presiden Akui Ada Keluhan Terkait Kebebasan Beragama
Utama

Bertemu Komnas HAM, Presiden Akui Ada Keluhan Terkait Kebebasan Beragama

Pemerintah menyadari pentingnya keberagaman dari semua elemen bangsa untuk menjaga kerukunan kita.

Oleh:
MOHAMAD AGUS YOZAMI
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: http://gamkutok.blogspot.co.id
Foto ilustrasi: http://gamkutok.blogspot.co.id
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan, ada keluhan keluhan yang berkaitan dengan kebebasan beragama. Ia menegaskan, pemerintah menyadari bahwa peran pemerintah untuk melindungi kebebasan beragama dan keyakinan bagi seluruh warga tanpa adanya gangguan.

“Tapi saya juga menyadari bahwa baru-baru ini juga masih ada hal yang perlu kita perbaiki,” kata Presiden Jokowi saat menerima Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (9/12) malam, seperti dikutip dari situs Setkab.

Dalam menjalankan perannya itu, lanjut Presiden, Pemerintah menyadari pentingnya keberagaman dari semua elemen bangsa untuk menjaga kerukunan kita. (Baca Juga: Mengapa Berkampanye di Tempat Ibadah Dilarang? Ini Penjelasan Hukumnya)

“Masih banyak elemen hak asasi manusia lainnya yang belum sepenuhnya dapat kita laksanakan, seperti penyelesaian kasus HAM masa lalu, agraria, pelanggaran hak masyarakat adat, perdagangan manusia, kejahatan seksual dan kekerasan pada anak,” kata Presiden Jokowi.

Namun Presiden mengingatkan, bahwa hak asasi manusia merupakan tugas pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ia menyebutkan inisiatif pemerintah juga saat ini banyak dilakukan oleh pemerintah Kabupaten, pemerintah kota dalam bentuk penegakan, pembentukan Peraturan Daerah yang menegakkan hak asasi manusia.

Sebelumnya, pada Selasa (6/12) sejumlah ormas keagamaan meminta agar kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) oleh Pendeta Stephen Tong di Sabuga, Bandung, dihentikan. Akhirnya, setelah melalui kesepakatan bersama, kegiatan KKR untuk Selasa malam-nya disepakati tidak jadi dilaksanakan. (Baca Juga: Profesi Hukum Kurang Jalankan Nilai-Nilai Agama)  

Kejadian ini sempat menghebohkan masyarakat, khususnya wakil rakyat di DPR. Anggota Komisi III Masinton Pasaribu menilai pembubaran paksa kegiatan ibadah tersebut bentuk tragedi intoleransi. Sebab, nilai-nilai sakral kegiatan peribadatan suatu agama tidak lagi dihargai dan dihormati. Negara sesuai konstitusi mesti hadir memberikan rasa aman dan nyaman warganya dalam menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya.

Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menyatakan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.Negara pun tak boleh abai ketika terdapat warga negaranya dihambat oleh pihak lain dalam menjalankan ibadahnya.

“Aparatur negara tidak boleh kalah dan tunduk pada tekanan sekelompok massa dengan cara semena-mena menghentikan prosesi ibadah keagamaan,” katanya. (Baca Juga: Mengapa Berkampanye di Tempat Ibadah Dilarang? Ini Penjelasan Hukumnya)  

Sebagaimana diketahui, kebebasan beragama dan menjalankan ibadah juga diatur dalam UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 22 ayat (1), menyatakan, “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamnya dan kepercayaanya itu,”. Sedangkan ayat (2) menyatakan, “Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu”.

Menurut Masinton, Polri mesti bertindak tegas. Sebab, perbuatan merintangi kegiatan peribadatan suatu agama merupakan perbuatan tindak pidana. Aturan tersebut diatur dalam Pasal 175 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 175 KUHP menyatakan, “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi pertemuan keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan, atau upacara keagamaan yang diizinkan, atau upacara penguburan jenazah, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan”.

Tags:

Berita Terkait