Gunakan Dalil Fiktif Positif, LBH Padang Gugat Gubernur
Berita

Gunakan Dalil Fiktif Positif, LBH Padang Gugat Gubernur

Dianggap berwenang mencabut izin usaha pertambangan.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Gunakan Dalil Fiktif Positif, LBH Padang Gugat Gubernur
Hukumonline
Berhati-hatilah jika Anda seorang pejabat negara seperti gubernur atau bupati. Jika cuek atau tidak merespons suatu permohonan yang secara khusus ditujukan kepada Anda, maka Anda bisa digugat. Sikap diam Anda sebagai pejabat negara itu dianggap sebagai suatu ‘persetujuan’.

Diam bermakna ‘setuju’ itulah yang dalam rezim hukum administrasi negara disebut fiktif positif. Dalil itu dianut dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU Administrasi Pemerintahan). Undang-Undang ini mengubah dalil fiktif negatif yang dianut UU Peradilan Tata Usaha Negara (terakhir dengan UU No. 51 Tahun 2009).

Dengan menggunakan dalil fiktif positif, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang melayangkan gugatan terhadap Gubernur Sumatera Barat ke PTUN Padang. Gugatan ini dilayangkan karena Gubernur tidak merespons permohonan LBH Padang perihal pencabutan Surat Keputusan Bupati Solok Selatan No. 540/16/IUP/DESDM/BUP-2010. Surat ini adalah dasar persetujuan perubahan Kuasa Pertambangan eksploitasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Geominex Sapek. (Baca juga: Bahasa Hukum: ‘Diskresi’ Pejabat Pemerintahan).

Aldi Harbi, kuasa hukum LBH Padang, menjelaskan permohonan kliennya dikirimkan langsung dan diterima pihak Gubernur pada 17 November 2016. Namun setelah lewat 10 hari kerja sejak surat permohonan diterima, Gubernur tidak melakukan tindakan atau mengeluarkan keputusan. (Baca juga: Apakah Sikap Diam Pejabat TUN Berarti Setuju).

Pasal 53 ayat (3) dan ayat (4) UU Administrasi Pemerintahan menyatakan permohonan yang tidak ditindaklanjuti oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dengan Keputusan dan/atau tindakan, dianggap dikabulkan secara hukum. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah pengadilan yang berwenang memutuskan permohonan semacam ini.

Mengapa Gubernur yang harus digugat? Dalam rilis yang diterima hukumonline, tim pengacara LBH Padang menjelaskan sejak lahirnya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2015 (UU Pemda), Gubernur memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral.

Kewenangan itu antara lain menerbitkan izin usaha pertambangan mineral logam dan batubara, izin usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan, izin pertambangan rakyat dan izin usaha pertambangan operasi produksi yang komoditas tambangnya berasal dari satu daerah provinsi yang sama.

Permohonan LBH Padang terdaftar di Kepaniteraan PTUN Padang pada 8 Desember 2016. Sidang perdana sudah digelar pada 14 Desember dengan agenda pemeriksaan berkas permohonan. LBH Padang diwakili pengacaranya, Kautsar dan Aldi Harbi, sementara Gubernur diwakili Desi Ariati dan Yeni Novarita. Majelis hakim yang mengadili perkara ini adalah Fitriamina, Andi Noviandri, dan Fajri Citra Resmana.

LBH mengajukan permohonan pencabutan SK Bupati lantaran menganggap Keputusan sang Bupati menyalahi prosedur. Tetapi karena Gubernur tak merespons permohonan, akhirnya Gubernur digugat menggunakan dalil fiktif positif. (Baca juga: Masalah Eksekusi Paksa Putusan PTUN).
Tags:

Berita Terkait