Revisi UU Jasa Konstruksi Disetujui Jadi UU
Berita

Revisi UU Jasa Konstruksi Disetujui Jadi UU

Antara lain mengatur pengetatan persyaratan badan usaha jasa konstruksi asing menancapkan tajinya di wilayah Indonesia.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES
DPR menyetujui Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Jasa Konstruksi menjadi undang-undang. Kesepakatan itu diambil dalam rapat paripurna yang digelar di Gedung DPR, Kamis (15/12). Tanpa perdebatan panjang, pimpinan rapat Fahri Hamzah mengetuk palu sidang pertanda persetujuan sudah didapat.

Ketua Komisi V Fary Djemi Francis dalam laporan akhir pembahasan RUU tentang Jasa Konstruksi mengatakan RUU tersebut berisi 14 bab dengan jumlah 106 pasal. Menurutnya, RUU tentang Jasa Konstruksi sebagai pengganti UU No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. UU Jasa Konstruksi teranyar muatan materinya jauh lebih banyak ketimbang UU sebelumnya. Sebab, UU No.18 Tahun 1999 hanya memuat 12 bab dengan 46 pasal.

Dalam pelaksanaan pembangunan, dibutuhkan payung hukum sebagai perlindungan tehadap penyelenggaraan jasa konstruksi. Tak saja bagi mereka pengguna jasa, namun penyelenggara pun membutuhkan perlindungan. Menurutnya, dalam UU Jasa Konstruksi hasil revisi membagi peran dan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. (Baca Juga: Kontrak Jasa Konstruksi Juga Pakai Bahasa Indonesia)

“Hal itu diatur dengan tegas dalam pengaturan penyelenggaraan jasa konstruksi,” katanya.

Tak hanya itu, pengaturan terhadap badan usaha jasa konstruksi asing pun diperketat persyaratannya. Terhadap badan usaha asing yang akan melakukan usaha di Indonesia mesti membentuk kantor perwakilan serta berbadan hukum. Menurutnya, badan udaha berbadan hukum Indonesia melalui kerjasama modal dengan badan usaha jasa konstruksi nasional.

Politisi Partai Gerindra itu melanjutkan, keberadaan UU Jasa Konstruksi hasil revisi sebagia upaya mencegah tejadinya kegagalan dalam pelaksanaan pembangunan. Dalam Bab VI misalnya, memuat dan mengatur keamanan, keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan konstruksi. Kegagalan terhadap pelaksanaan bangunan dilakukan oleh penilaian ahli. Sedangkan penilai ahli ditentukan oleh menteri. “Jadi mencegah terjadinya kegagalan bangunan,” ujarnya. (Baca Juga: GAPENSI Berharap RUU Jasa Konstruksi Cegah Kriminalisasi Pengusaha)

Melalui beleid teranyar, mengamanatkan pembangunan sumber daya manusia melalui berbagai pelatihan demi meningkatkan kompetensi. Menurutnya, terhadap tenaga kerja konstruksi yang bekerja di bidang jasa konstruksi berkewajiban memiliki sertifikat kompetensi kerja. Tak kalah penting, UU teranyar memberikan partisipasi masyarakat. Bahkan menghapus ketentuan pidana.

Menurutnya, pemberian sanksi dalam UU hasil revisi lebih mengutamakan pada sanksi administrasi dan keperdataan. Terhadap keberlangsungan penyelenggaraan jasa konstruksi kemudian terjadi dugaan kejahatan, maka proses hukum tidak mengganggu proses jasa konstruksi. (Baca Juga: Referensi Penyelesaian Sengketa Konstruksi)

Mewakili pemerintah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly mengamini pendapat Ketua Komisi V. Menurutnya, diperlukan perlindungan menyeluruh terhadap pelaksanaan penyelenggaraa jasa konstruksi. Ia menambahkan pembagian tanggungjawab antara pemeirntah pusat dan daerah semikian gamblang diatur dalam UU teranyar itu.

Menurutnya, pemerintah pusat dalam melaksanakan kewenangannya mengikutsertakan peran serta masyarkat dalam penyelenggaraan jasa konstruksi. Keikutsertaan masyarakat dilakukan melalui satu lembaga yang dibentuk oleh menteri terkait. Selain itu, pengaturan terhadap penyelenggaraan jasa konstruksi diperluas hingga penyediaan bangunan.

“Berdasarkan berbagai pertimbangan, maka presiden menyetujui RUU tentang Jasa Konstruksi disahkan menjadi UU,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait