Buni Yani Dinilai Sengaja Sebar Video, Pengacara: Pidato Ahok Berhak Diakses Publik
Berita

Buni Yani Dinilai Sengaja Sebar Video, Pengacara: Pidato Ahok Berhak Diakses Publik

Sidang praperadilan Buni Yani menghadirkan ahli ITE dari Kemkominfo.

Oleh:
ANT/YOZ
Bacaan 2 Menit
Terlapor kasus dugaan pengeditan video Ahok, Buni Yani, didampingi kuasa hukumnya saat memenuhi panggilan Bareskrim Polri di Jakarta, Kamis (10/11).
Terlapor kasus dugaan pengeditan video Ahok, Buni Yani, didampingi kuasa hukumnya saat memenuhi panggilan Bareskrim Polri di Jakarta, Kamis (10/11).
Anggota tim kuasa hukum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Agus Rohmat, menyatakan bahwa Buni Yani memang dengan sengaja mengunggah dan menyebarkan video Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat berpidato di Kepulauan Seribu. Pendapat itu dikatakannya di sela-sela sidang lanjutan praperadilan Buni Yani di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (16/12), yang beragendakan keterangan ahli dari pihak termohon dalam hal ini Polda Metro Jaya.

"Berdasarkan keterangan saksi ahli (ahli ITE dari Kemkominfo, Teguh Arifiyadi), ternyata setelah kami tunjukkan bukti, yaitu screenshoot postingan video Ahok bahwa benar ini ada unsur menyebarkan ke ranah publik," kata Agus.

Selain itu, kata Agus, terdapat pula unsur komunikasi antara pengunggah dalam hal ini Buni Yani dengan beberapa nama di akun Facebook miliknya. "Di situ ada 41 tanya jawab dan tidak ada unsur disclaimer (menolak memberikan pendapat) oleh yang bersangkutan, itu menunjukkan bahwa benar dia telah dengan sengaja mengunggah itu dan tersebar," tuturnya.

Agus menambahkan, ahli ITE Kemkominfo tersebut juga menjelaskan bahwa UU ITE dibuat untuk mengantisipasi jangan sampai ada yang salah dalam menggunakan informasi elektronik. Ia juga menyinggung Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang ITE yang menyebutkan dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

"Itu juga dijelaskan oleh ahli bahwa yang bersangkutan dengan sadar memasukkan informasi berarti dia harus sadar bahwa kemungkinan ada dampaknya dan dengan tanpa hak dan tanpa kewenangannya yang bersangkutan itu tidak berwenang untuk mengunggah informasi tersebut," ucap Agus. (Baca Juga: 5 Jawaban Polda Metro Terkait Praperadilan Buni Yani)

Sementara, Teguh Arifiyadi ditemui setelah memberikan keterangan itu menyatakan unsur kesengajaan Buni Yani dalam menyebarkan video Ahok merupakan kewenangan majelis hakim. "Yang bisa menyatakan terpenuhi atau tidak kan majelis hakim. Dari sisi ITE, ketika orang mengakses itu merupakan bentuk kesengajaan tetapi saya tidak akan bilang bahwa ini memenuhi unsur kesengajaan dalam Pasal 28 ayat 2 UU ITE. Unsur kesengajaan terpenuhi ketika seseorang melakukan log in ke sebuah akun kemudian memposting suatu konten," ujarnya.

Aldwin Rahadian, kuasa hukum Buni Yani menyatakan video Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat pidato di Kepulauan Seribu berhak diakses oleh publik. "Video, berita, dan sebagainya selama itu tidak ada disclaimer (menolak diberikan pendapat) atau copyright itu berhak diakses oleh publik seperti halnya video Ahok yang diupload oleh Pemprov DKI, menurut UU Keterbukaan Informasi Publik itu sudah bisa dikonsumsi publik," kata Aldwin. (Baca Juga: Buni Yani Nilai Proses Penangkapan dan Penetapan Tersangka Tak Sesuai Prosedur)

Ia pun sepakat dengan ahli ITE dari Kemkominfo, Teguh Arifiyadi yang menyatakan video itu dapat diakses selama tidak ada keberatan dari pihak yang mengupload. "Kalau pun harus dilarang tanpa hak itu biasanya pakai copyright nah ini juga kan yang meringankan, memang kita banyak sepakat dengan ahli ITE dari termohon dan justru meringankan kita," ujarnya.

Menurutnya, banyak hal yang meringankan dari saksi ahli kali ini termasuk bahwa banyak orang yang berpendapat kemudian menyampaikan gagasan informasinya di akun Facebook. "Itu dbenarkan oleh ahli ITE jangan sampai Pasal 28 ayat 2 UU ITE ini membelenggu seseorang dalam menyatakan pendapatnya. Kalau ini gampang dituduhkan apalagi bukan delik aduan maka akan banyak ribuan orang yang terjerat, bahaya ini," ucap Aldwin.

Lebih jauh, Aldwin meminta Pasal 28 Ayat 2 UU ITE yang menjerat kliennya, dikaji ulang. "Kan dalam pasal itu dengan sengaja tanpa hak, kalau teorinya tentu ada yang berhak dan ada yang tidak berhak, jadi logikanya siapa yang berhak menyebarkan kebencian itu," kata Aldwin.

Pasal 28 ayat 2 UU ITE sendiri menyatakan dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). (Baca Juga: Kenapa Buni Yani dan Ahok Tak Ditahan Meski Jadi Tersangka? Ini Alasan Hukumnya)

"Jangan sampai pasal ini multi interpretasi, bisa menjerat seseorang dan justru membelenggu orang ketika dia ngin menyatakan kebebasan berpendapatnya," kata Aldwin.

Padahal, kata dia, kebebasan berpendapat itu bukan hanya dilindungi UU tetapi konstitusi negara, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 yang jauh lebih tinggi dibanding Pasal 28 ayat 2 UU ITE tersebut. "Saya yakin ke depan apalagi teman-teman wartawan banyak memberikan opini dan mengajak diskusi di media sosial jangan sampai dijerat dengan pasal ini," tuturnya.

Seperti diketahui, Buni Yani mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (5/12). Gugatan praperadilan tersebut ditujukan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) cq Kapolda Metro Jaya, dan Dirkrimum Polda Metro Jaya dengan nomor registrasi 147/Pid.Prap/2016 PN Jakarta Selatan.

Polda Metro telah menetapkan Buni Yani sebagai tersangka karena melanggar Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU ITE dengan ancaman maksimal enam tahun penjara dan atau denda maksimal Rp1 miliar.

Tags:

Berita Terkait