Aktivis Khawatirkan Efektivitas Sanksi Administratif
RUU PPILN:

Aktivis Khawatirkan Efektivitas Sanksi Administratif

Perusahaan penyedia jasa seperti PJTKI/PPTKIS dan individu yang melakukan praktik perdagangan orang seharusnya dapat dijerat pidana.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Para aktivis isu buruh migran dalam konperensi pers di Jakarta, Senin 919/12). Foto: ADY
Para aktivis isu buruh migran dalam konperensi pers di Jakarta, Senin 919/12). Foto: ADY
Terhitung sudah dua kali masa sidang pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN) berlangsung di DPR. Namun, sampai saat ini revisi UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) ini belum rampung.

Meskipun demikian, nasib RUU PPILN masih lebih bagus dibandingkan revisi UU Ketenagakerjaan dan revisi UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. RUU PPILN masuk program legislasi nasional prioritas tahun 2017. (Baca juga: RUU PPILN Masuk Prioritas, Bagaimana UU Ketenagakerjaan?).

Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Jaringan Buruh Migran (JBM) mendesak Pemerintah dan DPR untuk serius membahas RUU yang menyangkut jutaan buruh migran Indonesia di luar negeri itu. Sekretariat Nasional (Seknas) JBM, Savitri Wisnu, mengatakan devisa yang dihasilkan buruh migran puluhan milyar rupiah setiap tahun kepada negara lewat remitansi ternyata tidak sepadan dengan perlindungan yang diterima. (Baca juga: Ada Isu Pengacara Probono dalam Revisi UU PPTKLN).

Menurut Savitri, tidak buruh migran yang menghadapi masalah mulai dari perekrutan, pelatihan, hingga penempatan dan pemulangan. Buruh menghadapi masalah antara lain minimnya regulasi yang memberi perlindungan terhadap buruh migran. UU PPTKILN dinilai tidak berdaya melindungi pekerja migran yang kerap disebut sebagai pahlawan devisa negara itu karena perlindungan diserahkan kepada pihak swasta melalui PJTKI/PPTKIS.

Kebijakan itu membuat pekerja migran rentan eksploitasi karena dijadikan obyek komoditas ekonomi. Lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah menambah persoalan semakin rumit. “Akibatnya buruh migran rentan mengalami eksploitasi dan perdagangan orang (trafficking),” kata Savitri dalam jumpa pers di LBH Jakarta, Senin (19/12).

Sulit dipidana
Menurut Savitri pelanggaran yang dilakukan PJTKI/PPTKIS dan calo yang menjerumuskan buruh migran dalam sindikat perdagangan orang tidak pernah ditindak tegas. Umumnya hanya sanksi administrative berupa pencabutan izin PJTKI/PPTKIS tersebut. Padahal, UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) mengatur sanksi pidana bagi pihak yang melakukan perdagangan orang. (Baca juga: Perlakukan TKI Tak Manusiawi, Izin PJTKI Dicabut).

Staf Divisi Buruh Migran Solidaritas Perempuan, Riska Dwi, mengatakan UU TPPO menjelaskan defenisi perdagangan orang yakni perekrutan, pemindahtangan, penampungan dan korban dijanjikan sesuatu yang tujuan sebenarnya eksploitasi. Dari sejumlah pendampingan kasus, ditemukan aparat kepolisian sulit mengusut terjadinya pidana perdagangan orang yang dialami buruh migran.

“Kasus perdagangan orang yang dialami buruh migran sulit dibawa ke ranah pidana. Polisi kesulitan melakukan pembuktian karena eksploitasi terjadi di negara penempatan,” urai Riska.

Pengacara publik LBH Jakarta, Okky Wiratama, mengatakan ada celah hukum dalam UU PPTKILN yang sering dimanfaatkan pihak yang menjerat buruh migran dalam praktik perdagangan orang. Menurutnya, itu terjadi karena tidak ada sanksi pidana dalam UU PPTKILN, yang ada hanya sanksi administratif berupa pencabutan izin PJTKI/PPTKIS. Sedangkan UU TPPO hanya bisa menyasar individu yang melakukan perdagangan orang, bukan PJTKI/PPTKIS.

Oleh karenanya Okky mengusulkan celah hukum itu dibenahi dalam revisi UU PPILN. Koalisi mengusulkan RUU PPILN memuat sanksi pidana bagi PJTKI/PPTKIS dan para pihak yang melakukan praktik perdagangan orang terhadap buruh migran. Walau melihat ketentuan itu ada dalam RUU PPILN, koalisi menekankan agar hal itu harus bisa diimplementasikan.

“Dalam RUU PPILN cukup baik mengatur ada sanksi pidana bagi PJTKI/PPTKIS. Tapi bagaimana pelaksanaannya? Ini harus dikawal terus,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait