Begini Catatan Apindo untuk Perekonomian Indonesia 2017
Berita

Begini Catatan Apindo untuk Perekonomian Indonesia 2017

Menyoal daerah dan regulasi. Menyinggung sejumlah peraturan yang perlu direvisi.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Kemudahan berinvestasi. Foto: RES
Kemudahan berinvestasi. Foto: RES
Tinggal menghitung hari, tahun 2016 segera berakhir. Harapan terhadap perbaikan ekonomi Indonesia di tahun yang akan datang ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) adalah salah satu pihak yang memiliki harapan tersebut. Di 2017, Apindo menilai pemerintah harus mampu menumbuhkan optimisme dunia usaha.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh di rentang 5 persen hingga 5,2 persen tahun depan. Proyeksi tersebut bersifat moderat dan diberikan dalam rentang proyeksi yang didasari pertimbangan atas perkembangan ekonomi global dan reformasi ekonomi dalam negeri yang masih dalam proses penguatan.

Hariyadi juga mengingatkan pentingnya dinamika dalam negeri yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di 2017. Misalnya, kelanjutan komitmen pemerintah di sektor produktif melalui belanja infrastruktur serta target pencapaian komitmen dan realisasi investasi 2017 yang lebih baik, reformasi kelembagaan, dan kebijakan pengampunanpajak.

Selain itu,ada penyempurnaan upaya memperbaiki iklim investasimelalui tambahan paket deregulasi kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan hingga akhir 2016. Alhasil, realisasi investasi semakin meningkat. Yang penting didukung stabilitas politik. “Hal tersebut akan menjadi modal kuat bagi penguatan kelembagaan politik Indonesia saat ini hingga 2,5 tahun sisa masa kepemimpinan Pemerintahan Jokowi-JK,” kata Hariyadi dalam konperensi pers di Jakarta, Selasa (20/12).

Apindo juga memberikan catatan penting yang harus diperhatikan Pemerintah untuk menumbuhkan optimisme dunia usaha di 2017.

Pertama, daerah dan regulasi. Hariyadi menyatakan bahwa pihaknya mengapresiasi penghapusan 3.143 Perda oleh Pemerintah (Kemendagri RI), namun dunia usaha melihat dalam tahun 2016 masih banyak Perda-Perda lain yang bersifat masih menghambat iklim investasi namun belum dihapuskan. Beberapa Pemda telah memiliki arah positif dengan membenahi Perda dan pembenahan kelembagaan, namun masih banyak daerah yang belum memiliki spirit serupa untuk mendukung geliat investasi dan perbaikan iklim usaha.

Kondisi tersebut, lanjut Hariyadi, harus secepatnya diperbaiki dan disempurnakan. Kini saatnya pemerintah pusat mengajak dan mengikutsertakan Pemda, sehingga proses reformasi di daerah dapat berjalan sejalan dan seiring. Pemerintah Pusat perlu memberi dukungan lebih serius dalam pengembangan ekonomi daerah, dan pembuktian dari perubahan pola kebijakan daerah, sehingga dunia usaha dapat melihat otonomi daerah dengan prospek yang semakin baik. (Baca juga: Wapres Minta Masing-Masing Pemda Umumkan Perda Bermasalah).

“Desentralisasi masih membawa banyak persoalan, kapasitas kepemimpinan daerah dan kapitalisasi potensi ekonomi di tingkat daerah yang masih rendah. Namun saat ini mulai terlihat perbaikan pattern ekonomi daerah dengan berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan baru di daerah,” jelasnya.

Kedua, peket kebijakan ekonomi Jilid I sampai JIlid XIV yang mencakup deregulasi ratusan kebijakan pemerintah di berbagai sektor industri atau lintas sektor. Deregulasi menunjukkan keseriusan pemerintah untuk perbaikan perekonomian. Paket kebijakan Pemerintah ini dinilai menyentuh pemulihan sektor riil domestik, tantangannya adalah implementasi kebijakantersebut. Tahun 2017 merupakan tahun kelanjutan upaya besar pemerintah di bidang perekonomian yang telah dilakukan di tahun 2016.

Ketiga, Dalam hal regulasi ketenagakerjaan, khususnya terkait Pengupahan yang telah berlandaskan PP No. 78 Tahun 2015 yang menjamin adanya kepastian pengupahan. Meskipun berwenang, sejumlah Pemda tak mematuhinya. (Baca juga: Dari 34 Provinsi, Hanya 30 yang Menetapkan UMP Sesuai PP Pengupahan).

Keempat, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinilai gagal menjalankan mandatnya demi perbaikan kualitas hubungan industrial dalam mendukung perekonomian.Apindo menilai UU Ketenagakerjaan perlu direvisi, bahkan diganti. Pembentukan UU yang baru harus dilakukan satu paket dengan UU Serikat Pekerja (SP/SB) dan UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Namun, perubahan itu ternyata tidak menjadi prioritas tahun 2017. (Baca juga: RUU PPILN Masuk Prioritas, Bagaimana UU Ketenagakerjaan).

Kelima, Apindo mengapresiasi proses perundingan perjanjian-perjanjian perdagangan internasional yang diupayakan pemerintah, seperti negosiasi IA-CEPA dan EU-CEPA. Hariyadi berpandangan perjanjian perdagangan harus memberi manfaat positif bagi peningkatan daya saing dunia usaha domestik, sekaligus mengingatkan beberapa tantangan yang dapat muncul dari perjanjian perdagangan yang diikuti Indonesia.  

Selain itu, Indonesia perlu mempertimbangkan serius untuk keikutsertaannya dalam RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) yang dipimpin China. Apindo menilai keterlibatan Indonesia dalam beberapa skema perjanjian perdagangan internasional, akan ‘memaksa’ penerapan regulatory reform & bureaucracy reform.

Keenam, situasi ekonomi global yang diperkirakan berbagai lembaga masih belum menunjukkan perbaikan siginifikan di tahun 2017 harus menjadi peringatan bagi pemerintah dalam memutuskan keikutsertaan Indonesia dalam beberapa perjanjian perdaganganinternasional.

Selain keikutsertaan dalam perjanjian perdagangan, Hariyadi berpendapat pemerintah harus mampu memperluas kerjasama perdagangan bilateral dan multilateral dengan berbagai negara. Kementerian Perdagangan harus dapat berkoordinasi lebih luas lagi dengan perwakilan Indonesia di berbagai negara untuk  membuka peluang investasi dan perdagangan.

Ketujuh, pembangunan sektor energi yang berkelanjutan. Dalam hal ini, Pertamina telah melakukan reformasi melalui efisiensi di sektor migas dengan memangkas biaya intermediasi, salah satu kebijakan terobosan adalah dengan membubarkan Petral. Spirit yang ingin diperlihatkan adalah agar pembenahan serupa dilakukan terhadap seluruh sektor ESDM, dan juga terkait sektor lingkungan hidup. Di sektor migas, Pemerintah perlu terus melakukan efisiensi dan penataan regulasi dalam rangka mengawal reformasi migas.

Delapan, Faktor lain yang sedang dicermati adalah efektivitas akomodasi politik serta komitmen kuat pemerintah terhadap disiplin anggaran.Reshuffle Kabinet Kerja Jokowi – JK jilid ke-2 pada 2016 yang banyak memberikan akomodasi politik harus mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik dari kepemimpinan kementrian lembaga sebelumnya. Jika tidak dapat membuktikan perbaikan kinerja secara signifikan, akomodasi politik tersebut justru dapat memperlemah dukungan sektor bisnis bagi kepemimpinan nasional.

Sembilan, Dalam hal spending anggaran perlu dilakukan penertiban kebijakan pusat dan daerah. Apindo berpendapat, pola eksekusi anggaran yang diterapkan pemerintah pusat dan daerah hingga 2016 ternyata tidak berbeda dengan pola-pola spending anggaran tahun-tahun sebelumnya, yang sebagian besar baru dieksekusi di kuartal terakhir tahun anggaran berjalan – yang sangat potensial rendah kualitas implementasinya dan rawan penyimpangan.

Rejim APBN 2016 dianggap mengalami "kegagalan" dengan revisi yang dilakukan hingga tiga kali. Namun dunia usaha mengapresiasi revisi pemerintah, yang ditujukan agar rejim APBN 2016 dapat terhindar dari batas maksimum rasio defisit anggaran terhadap PDB di level 3,0%. Dunia Usaha berharap agar alokasi APBN 2017 terhadap pembangunan sektor-sektor produktif terus dilanjutkan.

Sepuluh, APINDO juga ingin melihat upaya Pemerintah yang sesungguhnya dari keberhasilan pengampunan pajak dengan mereformasi sistem perpajakan.Apabila akan ditutup pada 2017, perubahannya harus didukung sistem handal agar tidak kembali ke arah tax avoidance.

Sebelas, dunia usaha juga harus mengawal proses penerbitan peraturan perundang-undangan penting seperti revisi UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Juga perundang-undangan yang mengatur tanggung jawab sosial perusahaan, UU Jaminan Produk Halal, UU Tabungan Perumahan Rakyat. Dampak negatif perundang-undangan terhadap bidang ini perlu diantisipasi. (Baca juga: 11 Catatan Kritis Pengusaha untuk Revisi UU Antimonopoli).

“Apindo sepenuhnya mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja melalui pendidikan vokasi dan pemagangan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait