Ditahan KPK, Fahmi Mengaku Baru Akan Mengakuisisi Pemenang Tender Bakamla
Berita

Ditahan KPK, Fahmi Mengaku Baru Akan Mengakuisisi Pemenang Tender Bakamla

Fahmi mengaku tidak mengenal pejabat Bakamla yang di-OTT KPK.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah (tengah) mengenakan rompi tahanan saat meninggalkan gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/12).
Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah (tengah) mengenakan rompi tahanan saat meninggalkan gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/12).
Usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka Deputi Bidang Informasi dan Hukum Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi, Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah (FD) ditahan KPK. Fahmi juga merupakan salah seorang tersangka dalam kasus yang sama dengan Eko.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Fahmi ditahan di rumah tahanan (Rutan) Kelas I Jakarta Timur cabang KPK yang berlokasi di Pomdam Jaya Guntur. Fahmi diduga menyuap Eko terkait proyek pengadaan monitoring satelit di Bakamla. "FD ditahan untuk 20 hari ke depan, terhitung hari ini," katanya di KPK, Jumat (23/12).

Ia menjelaskan, Fahmi langsung ditahan karena masih satu rangkaian dengan operasi tangkap tangan (OTT) KPK beberapa waktu lalu. Sebagaimana diketahui, Eko ditangkap usai menerima uang sejumlah Rp2 miliar yang diserahkan melalui dua tersangka lainnya, Hardy Stefanus (HS) danMuhammad Adami Okta (MAO).

Meski penetapan tersangka Fahmi bersamaan dengan Eko, Hardy dan Muhammad Adami, ketika itu, KPK tidak bisa langsung melakukan penahanan terhadap Fahmi. Sebab, Fahmi sedang berada di luar negeri. Oleh karena itu, KPK melayangkan surat panggilan untuk Fahmi dan meminta suami artis Inneke Koesherawaty ini menyerahkan diri. (Baca Juga: Tersangka Suap di Luar Negeri, KPK: Kami Imbau Kembali ke Indonesia)

Sedianya, Fahmi dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Eko pada Kamis (22/12). Namun, Fahmi tidak hadir memenuhi panggilan penyidik karena sedang berada di luar negeri. Fahmi melalui pengacaranya, Maqdir Ismail melayangkan surat untuk meminta penjadwalan ulang, tetapi pada Jumat (23/12) Fahmi mendatangi KPK.

Febri menyatakan, Fahmi datang ke KPK sekitar pukul 09.00 WIB untuk menjalani pemeriksaan. Hingga akhirnya, penyidik memutuskan untuk melakukan penahanan terhadap Fahmi. Sesuai ketentuan Pasal 21 KUHAP, penyidik memiliki kewenangan untuk melakukan penahanan sepanjang memenuhi alaaan objektif dan subjektif.

"Alasan subjektif penyidik baik terkait bukti-bukti maupun terkait melarikan diri atau hal-hal lain yang menurut alasan penyidik FD dilakukan penahanan. Hal paling penting adalah equal treatment yang ditetapkan secara bersamaan selain keyakinan bukti dan equal treatment terhadap tersangka lain dari OTT," ujarnya.

Dan, memang tiga tersangka lainnya, Eko, Hardy dan Muhammad Adami sudah ditahan sehari pasca KPK melakukan OTT. Febri berharap tindakan Fahmi yang berinisiatif mendatangi KPK sebelum dilakukan upaya paksa, menjadi contoh bagi tersangka-tersangka lain yang juga berada di luar negeri.

Usai menjalani pemeriksaan, Fahmi yang mengenakan rompi oranye dibawa petugas menuju mobil tahanan KPK. Fahmi sempat menyampaikan, ia datang ke KPK atas inisiatifnya sendiri. Ia mengaku tidak pernah menerima surat panggilan dari KPK. Ia sudah mengecek ke rumah dan kantornya, tetapi tidak ada surat panggilan KPK yang masuk.

"Saya harusnya kembali ke Jakarta tanggal 29 Dsember, tapi karena ada berita seperti ini saya pulang. Harusnya saya ke sini besok. Yang jelas saya bukan buron, saya niat baik buat klarifikasi. Insya Allah, Allah akan memberikan ini ujian terbaik buat saya. Nanti kita lihat skenario Allah seperti apa," terangnya.

Pengacara Fahmi, Maqdir menjelaskan bahwa saat OTT, kliennya sedang berada di Belanda untuk menjalani pengobatan. Begitu mendengar penetapan Fahmi sebagai tersangka dan pemberitaan yang massif mengenai Fahmi, ia langsung mengambil inisiatif untuk menghubungi pihak KPK. (Baca Juga: KPK-TNI Pastikan Tak Bentuk Tim Koneksitas Tangani Dugaan Suap Proyek Bakamla)

Menurut Maqdir, Fahmi membantah telah menyuap Eko. Bahkan, Fahmi tidak mengenal Eko. Ketika ditanya apakah Fahmi mengetahui adanya permintaan uang, Maqdir menjawab, "Dia tidak tahu karena operasional seperti itu kan tidak sampai ke dia. Ada penggunaan uang, dia pasti tahu, tapi untuk apa itu yang mesti dilihat".

Walau begitu, Maqdir mengatakan, Fahmi mengetahui soal adanya proyek monitoring satelit di Bakamla. Namun, yang berhubungan dengan orang di Bakamla bukan lah Fahmi. Selain itu, perusahaan pemenang lelang proyek pengadaan monitoring satelit Bakamla, PT Melati Technofo Indonesia (MTI) bukan perusahaan Fahmi.

Ia mengungkapkan, Fahmi juga bukan Direktur Utama PT MTI. Fahmi secara pribadi baru saja akan mengakuisisi PT MTI, sehingga Fahmi tidak tahu-menahu mengenai proses lelang proyek pengadaan monitoring satelit di Bakamla. "Bagaimana proses tender itu kan pemegang perusahaan lama yang melakukan," tuturnya.

Terkait dengan penahanan Fahmi, Maqdir belum memutuskan langkah apa yang akan dilakukan selnjutnya. Ia juga belum bisa memastikan apakah Fahmi akan mengajukan upaya praperadilan. "Kita lihat saja. Kalau kita lihat prosesnya tidak pas, kita gunakan hak sebagai warga negara," tandasnya.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang tersangka, yaitu Eko, Fahmi, Hardy, dan Muhammad Adami. Eko diduga menerima suap dari Fahmi, Hardy, dan Muhammad Adami terkait proyek Pengadaan Monitoring Satelit Bakamla dengan nilai pagu paket Rp402,71 miliar yang kemudian anggarannya dipangkas menjadi Rp200 miliar. (Baca Juga: KPK OTT Pejabat Bakamla Berinisial ESH, Nilai Proyek Cukup Signifikan!)

Uang suap Rp2 miliar itu diduga merupakan bagian comitment fee 7,5 persen atau setara Rp15 miliar dari nilai anggaran proyek. Eko yang merangkap jabatan sebagai Plt Sestama Bakamla bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Sementara, PT MTI adalah pemenang tender Pengadaan Monitoring Satelit Bakamla.

Atas perbuatannya, Eko disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a, Pasal 12 ayat (1) huru b, atau Pasal 11 UU Tipikor. Di lain pihak, Fahmi, Hardy, dan Muhammad Adami selaku tersangka pemberi suap dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tags:

Berita Terkait