Ingin Pesta Kembang Api Saat Tahun Baru? Yuk, Perhatikan Aturan Ini
Berita

Ingin Pesta Kembang Api Saat Tahun Baru? Yuk, Perhatikan Aturan Ini

Sepanjang pesta tahun baru diselenggarakan di tempat umum, maka acara penyulutan kembang api itu memerlukan izin keramaian dari Kepolisian serta penggunaan bunga api (kembang api) berukuran dari 2 inchi sampai dengan 8 inchi, maka diperlukan izin dari Kapolri c.q. Kabaintelkam Polri terkait penggunaannya.

Oleh:
NNP/ANT
Bacaan 2 Menit
Foto: lightpedia.blogspot.co.id
Foto: lightpedia.blogspot.co.id
Tahun 2016 akan segera berakhir. Sudah menjadi kebiasaan bahwa malam pergantian tahun diisi dengan beragam hal, lazimnya tentu yang berbau hiburan. Pertunjukan musik, komedi, pemutaran film pendek biasanya digelar. Tapi kebanyakan, acara puncaknya selalu ditutup dengan pesta kembang api yang biasanya dengan skala besar.

Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel mengingatkan bahwa ada kemungkinan bahaya dalam penggunaan bunga api atau kembang api saat perayaan Natal 2016 dan Tahun Baru 2017 nanti. Sehingga, ia mengeluarkan Maklumat Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Nomor: Mak/02/XII/2016 tentang Pengaturan Penggunaan Bunga Api dan Larangan Penggunaan Semua Jenis Petasan tertanggal 16 Desember 2016.

Dari empat butir, butir 2 huruf c dalam maklumat tersebut memuat sejumlah larangan terkait tempat yang dilarang untuk penggunaan bunga api, antara lain tempat peribadatan, perumahan/pemukiman, rumah sakit, sekolah, bandara, terminal/stasiun/pelabuhan, pusat perbelanjaan, bank, perkantoran pemeritah/ swasta, dan jalan raya. Selain itu, maklumat tersebut juga melarang penggunaan semua jenis petasan apapun. (Baca Juga: Polisi Gerebek Pabrik Petasan)

Larangan serupa juga dilakukan di kepolisian wilayah lain. Kapolresta Bogor Kota, Polda Jawa Barat, AKBP Ario Seto mengimbau masyarakat agar tidak menggunakan petasan pada perayaan malam Tahun Baru 2017 nanti, tujuannya agar dapat menjaga kondusifitas, kenyamanan dan keamanan. Pihaknya juga akan melakukan upaya pencegahan dan peredaran petasan di wilayah Bogor.

“Kita melarang penggunaan petasan pada malam tahun baru, kalau kembang api diizinkan, hanya ada aturannya, yakni ukurannya hanya kurang dari dua inci,” kata Suyudi, Jumat (23/12) pekan lalu.

Lantas, bagaimana sebetulnya aturan terkait penggunaan kembang api atau bunga api?

Sejumlah regulasi telah mengatur penggunaan kembang api secara cukup rinci. Regulasi yang dimaksud antara lain UU Bunga Api 1932 (L.N 1932 No.143, terakhir diubah dengan L.N 1933 No.9) tentang Ketentuan-ketentuan tentang impor, pembuatan, menyediakan, memasang, demikian pula perdagangan bunga-api di Indonesia. Lalu, UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengawasan, Pengendalian, dan Pengamanan Bahan Peledak Komersial.

Menurut Tri Jata Ayu Pramesti dalam rubrik Klinik Hukumonline, penggunaan kembang api atau bunga api untuk pesta yang dihadiri khalayak ramai mesti mendapat izin dari pihak yang berwenang. Meskipun dihadiri oleh khalayak ramai, namun belum tentu suatu pesta masuk kategori pesta umum atau keramaian umum. Ukurannya bergantung pada tempat dilakukannya penyelenggaraan dan siapa hadiri yang datang ke acara tersebut. (Baca Juga: Main Mercon Diancam Hukuman 1 Tahun Penjara)
Dasar Aturan Izin Keramaian dengan Kembang Api
Secara umum soal Izin Keramaian menurut Juklap/02/XII/1995 diatur sebagai berikut:
1.    Izin keramaian yang mendatangkan massa 300 – 500 orang (kecil)
a.    Surat Keterangan dari kelurahan Setempat
b.    Fotocopy Kartu Tanda Penduduk KTP) yang punya hajatsebanyak 1 (satu) lembar
c.    Fotocopy Kartu Keluarga (KK) yang punya hajatsebanyak 1 (satu) lembar
2.    Izin keramaian yang mendatangkan massa lebih dari 1000 orang (besar)
a.    Surat Permohonan Izin Keramaian
b.    Proposal kegiatan
c.    Identitas penyelenggara / Penanggung Jawab
d.    Izin Tempat berlangsungnya kegiatan

Sementara, khusus soal Persyaratan Izin Keramaian dengan Kembang Api, adalah sebagai berikut:
1.    Surat Permohonan dari Pemohon tentang pelaksanaan Pesta Kembang Api, yang mencakup:
a.    Jenis/tujuan acara
b.    Jumlah dan Jenis Kembang api
c.    Waktu/Durasi Penyalaan Kembang Api
d.    Identitas Penyala Kembang Api
e.    Identitas Penanggung jawab Kegiatan
f.     Izin Tempat Pelaksanaan Pesta Kembang Api
g.    Rekomendasi dari Polsek setempat
2.    Surat izin Impor (asal–usul kembang api) yang didatangkan untuk kegiatan tersebut.

Kegiatan penyulutan kembang api di tempat-tempat umum itu sendiri, penyelenggara acara harus izin Kepolisian. Ketentuan izin tersebut mengacu pada KUHP Pasal 510 tentang Keramaian Umum,Perkapolri Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengawasan, Pengendalian, dan Pengamanan Bahan Peledak Komersial, serta Petunjuk Lapangan Kapolri No. Pol: Juklap/02/XII/1995 tentang Perizinan dan Pemberitahuan Kegiatan Masyarakat

Dalam Perkapolri Nomor 2 Tahun 2008, istilah  kembang api disebut dengan sebutan “Bunga Api”. Pasal 1 angka 4 aturan tersebut menyebutkan definisi Bunga Api adalah benda-benda bunga api tunggal atau tersusun atau yang semacamnya yang dapat menyala berwarna warni dengan disertai letusan maupun tidak. (Baca Juga: Kapolda Metro Jaya: Penyulut Petasan Diancam Delapan Tahun Penjara)

Pasal 10 ayat (5) aturan yang sama, membedakan jenis bunga api yang digunakan masyarakat. Pertama, bunga api mainan berukuran kurang dari 2 inchi (tidak menggunakan izin pembelian dan penggunaan). Kedua, bunga api untuk pertunjukkan (show) berukuran dari 2 inchi sampai dengan 8 inchi. Khusus untuk yang kedua, Pasal 10 ayat (6) Perkapolri menysyaratkan izin penggunaan dan pembelian bunga api dari Kapolri C.q. Kabaintelkan Polri.

Berbeda dengan kondisi itu, penyelenggaraan pesta yang dilakukan secara private (bukan tempat umum), misalnya di area hotel dimana tamu yang diundang itu terbatas atau tertentu, maka penyelenggaraan pesta yang disertai acara penyulutan kembang api itu tidak memerlukan izin keramaian dari Kepolisian sebagaimana izin keramaian untuk khalayak ramai di atas.

Ketentuan penyelenggaraan pesta bagi khalayak umum sendiri diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 510 ayat (1) KUHP menyebutkan bahwa: “Diancam dengan pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah, barang siapa tanpa izin kepala polisi atau pejabat lain yang ditunjuk untuk itu: 1. mengadakan pesta atau keramaian untuk umum; 2.   mengadakan arak-arakan di jalan umum.

Dalam ayat (2) Pasal yang sama, kembali ditegaskan sanksi pidana yakni: “Jika arak-arakan diadakan untuk menyatakan keinginan-keinginan secara menakjubkan, yang bersalah diancam dengan pidana kurungan paling lama dua minggu atau pidana denda dua ribu dua ratus lima puluh rupiah.” (Baca Juga: Polri Tak Pilih Kasih Berikan Izin Keramaian)

Namun, oleh karena ukuran perhitungan denda itu sendiri sudah tidak relevan, maka merujuk Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012, maka jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP dilipatgandakan menjadi 1.000 kali.

Catatan Hukumonline, ada salah satu contoh kasus yang diadili oleh Pengadilan Negeri Kebumen beberapa tahun silam. Kasus tersebut diadili dengan acara pemeriksaan cepat, sayangnya putusan ini tidak menguraikan kronologi pelanggaran izin keramaian yang dilakukan oleh terdakwa. Namun hakim menyatakan bahwa Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Mengadakan Keramaian Umum tanpa izin dari pihak yang berwenang” sebagaimana disebut dalam Pasal 510 KUHP.

Oleh sebab itu, dalam putusan PN Kebumen Nomor 16/Pid.C/2009/PN.Kbm Tahun 2009, terdakwa dijatuhi pidana denda sebesar Rp150.000 dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 3 (tiga) hari.
Tags:

Berita Terkait