Atur Proyek, Kepala BPJN IX Didakwa Terima Belasan Miliar
Berita

Atur Proyek, Kepala BPJN IX Didakwa Terima Belasan Miliar

Terdakwa dan tim penasihat hukumnya tidak mengajukan eksepsi.

Oleh:
ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Mustary didakwa menerima belasan miliar untuk mengatur dan merencanakan pengadaan barang/jasa serta menetapkan pemenang pelaksana proyek di wilayah Maluku dan Maluku Utara.

Amran selaku Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara bersama-sama dengan Imran S Djumadil (rekan Amran, politisi PAN di Maluku), Zulkhairi Muchtar alias Heri (rekan Amran dari swasta), Quraish Lutfi (Kepala Satuan Kerja Wilayah I BPJN IX), Abdul Hamid Payapo (pejabat pembuat komitmen Halmahera IV PJN Wilayah 2 Maluku Utara BPJN IX)menerima uang sebesar Rp15,525 miliar dan Sing$202.816 dari sejumlah pengusaha.

"Sebagai hadiah yang diberikan karena kekuasaan atau kewenangan Amran sebagai Kepala BPJN IX untuk mengendalikan, mengooridnasikan, mengawasi, mengatur dan merencanakan pelasnaan pengadaan barang/jasa serta menetapkan pemenang pelaksana proyek di wilayah Maluku dan Maluku Utara atau menurut pikiran orang yang memberikan hadiah tersebut ada hubungan dengan jabatannya," kata jaksa Tri Anggoro Mukti di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (28/12). (Baca Juga: Laporan Gratifikasi Ditolak KPK, Politisi Golkar Malah Jadi Tersangka)

Rincian pemberian uang tersebut adalah pertama untuk pemilihan dirinya sebagai kepala BPJN IX. Amran menerima Rp8 miliar yang berasal dari Dirut PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir sebesar Rp4,5 miliar dan Direktur PT Shareleen Jaya Hong Arta John Alfred sebesar Rp3,5 miliar yang diserahkan pada 13 Juli 2015 melalui Zulkhairi Muchtar alias Heri. Tapi Heri mengambil Rp1 miliar untuk keperluannya sendiri.

Kedua, penerimaan Rp1 miliar dari Abdul Khoir untuk menutup kekurangan dana suksesi Amran sebagai Kepala BPJN IX yang diserahkan pada Juli 2015. Ketiga, penerimaan Sing$202.816 (Rp2 miliar) dari Abdul Khoir untuk uang Tunjangan Hari Raya (THR) Natal yang diberikan pada 21 Desember 2016 di kantin Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Keempat, penerimaan AS$303.124 dan Rp873,285 juta yang dikumpulkan Abdul Hamid Payapo dari para kontraktor di wilayah Ternate yaitu Direktur PT Intimkara Budi Liem (Rp1 miliar), direktur PT Aibinabi Hasanuddin (Rp1,1 miliar), Direktur CV Gema Gamahera Anfiqurahman (Rp400 juta), direktur PT Hirjah Nusatama H. Hadiruddin (Rp1,2 miliar) serta beberapa rekanan lain sehingga totalnya mencapai Rp5,05 miliar.

Uang diantarkan ke basement dekat kantin Kementerian PUPR Pusat Jakarta oleh Mito pada 22 Desember 2015 sebesar AS$230.870 di basement kantin Kementerian PUPR Jakarta dan AS$72.254 di parkir Mall Pasaraya Blok M."Sedangkan uang sejumlah Rp873,285 juta diberikan kembali oleh terdakwa ke Abdul Hamid Payapo alias Mito dengan perintah agar diberikan kepada para Kasubdit Dirjen Bina Marga sebagai THR Natal sejumlah Rp750 juta yang dibungkus amplop dengan tulisan 'Balai IX'," tambah jaksa Tri Anggoro.

Kelima, penerimaan Rp500 juta dari Abdul Khoir melalui Imran S Djumadil pada 25 November 2015 di kantor Kementerian PUPR. Keenam, penerimaan Rp1 miliar dari Abdul Khoir dan Direktur Reza Multi Sarana Rizal untuk membantu Quraish Lutfi dalam uang partisipasi yang diminta Amran dan diserahkan ke Amran pada 24 Juli 2015. (Baca Juga: KPK Putuskan Menerima Vonis Damayanti)

Ketujuh, penerimaan Rp25 juta dari Abdul Khoir yang ditransfer ke rekening Direktur PT Intimkara Budi Liem atas permintaan Amran. Kedelapan, Rp200 juta dari Abdul Khoir dan Hong Arta John Alfred sebesar Rp200 juta untuk membantu Bupati Halmahera Utara Rudi Erawan yang diserahkan melalui Imran S Jumadil.

Kesembilan, penerimaan uang Rp1,5 miliar dari Direktur PT Labrosco Djony Laos dan selanjutnya ditransfer ke rekening Budi Liem sebesar Rp250 juta dan Umi Kalsum sebesar Rp150 juta sedangkan sisanya Rp11 miliar ditukar ke dolar Singapura. Sehingga total uang yang diterima oleh Amran adalah Rp6,625 miliar dan 202.816 dari Abdul Khoir, Rp3,6 miliar dari Hong Artha John ALfred, Rp1,5 miliar dari Djonny Laos, Rp500 juta dari Rizal, Rp1 miliar dari Budi Liem, Rp1,1 miliar dari Hasanuddin, Rp400 juta dari Anfiqurahman, Rp1,2 juta dari Hadiruddin.

Atas perbuatannya tersebut, Amran didakwa berdasarkan Pasal 11 UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1)ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. Ancaman pidana pada pasal ini dipenjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Amran juga masih didakwa dengan dakwaan kedua yaitu bersama-sama dengan empat anggota Komisi V DPR yaitu Damayanti Wisnu Putranti (fraksi PDI-Perjuangan), Budi Supriyanto (fraksi Partai Golkar), Andi Taufan Tiro (fraksi PAN), dan Musa Zainuddin (fraksi PKB) serta dua teman Damayanti, Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini menerima uang Rp13,855 miliar dan Sing$1.143.846 dari lima orang pengusaha. (Baca Juga: Demi Proyek, Pengusaha Gelontorkan Puluhan Miliar ke Legislator)

Tujuan penerimaan uang tersebut adalah agar Amran bersama-sama dengan Damayanti, Budi, Andi Taufan dan Musa mengupayakan usulan 'program aspirasi' anggota Komisi V DPR agar dialokasikan untuk pembangunan wilayah Maluku dan Maluku Utara dan nanti proyek-proyek tersebut dapat dikerjakan para pengusaha.

Terhadap dakwaan tersebut Amran tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi). "Kami tidak akan lakukan eksepsi hanya ada beberapa catatan terhadap dakwaan tersebut dan akan disampaikan dalam pembelaan," kata Amran. Sidang yang dipimpin hakim Fashal Hendri itu dijadwalkan berlangsung pada 4 Januari 2017. 
Tags:

Berita Terkait