3 Tips Saat Anda Ketemu ‘Tukang Palak’ di Kawasan Wisata
Berita

3 Tips Saat Anda Ketemu ‘Tukang Palak’ di Kawasan Wisata

Jika pungli dilakukan oleh PNS pengelola tempat wisata tersebut di luar yang ditentukan Perda, pelaku dapat dikenakan hukuman disiplin. Sedangkan jika pungli dilakukan oknum swasta disertai kekerasan atau ancaman kekerasan, pelaku dapat dijerat KUHP.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Pengunjung menikmati bermain di lokasi wisata Pantai Natal di Sumatera Utara, 2016. Foto: MYS
Pengunjung menikmati bermain di lokasi wisata Pantai Natal di Sumatera Utara, 2016. Foto: MYS
Keceriaan, tawa, dan keriuhan. Begitulah mestinya deskripsi yang tergambar dari suasana di sebuah kawasan wisata. Namun, kondisi sebaliknya seringkali muncul karena ada ulah dari sejumlah oknum yang justru membuat situasi kawasan wisata menjadi tidak menarik.

Salah satunya adanya pungutan liar alias pungli. Tak hanya terjadi di sektor pelayanan milik pemerintah semata, melainkan merambah sampai ke kawasan wisata. Bentunya bisa berbeda-beda antara daerah satu dengan yang lainnya dan oknum yang melakukan pungli juga sudah pasti berbeda.

Menurut Tri Jata Ayu dalam Rubrik Klinik HukumOnline, pungutan yang dikenal di tempat wisata adalah pungutan resmi yang dikenal dengan nama retribusi, bukan pungli. Sebagai contoh, pantai-pantai yang dikenakan retribusi kepada pengunjung berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kebumen Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga.

Contoh Pengenaan Retribusi

1.    Pantai Karangbolong dipungut Retribusi masuk sebesar:
a.    Dewasa: Rp. 3.000,00
b.    Anak usia 5 (lima) tahun ke bawah: Rp. 2.000,00

2.    Pantai Suwuk dipungut Retribusi masuk sebesar:
a.    Dewasa: Rp. 3.000,00
b.    Anak usia 5 (lima) tahun ke bawah: Rp. 2.000,00

3.    Pantai Petanahan dipungut Retribusi masuk sebesar:
a.    Dewasa: Rp. 3.000,00
b.    Anak usia 5 (lima) tahun ke bawah: Rp. 2.000,00

Jika pantai yang dikelola pemerintah mengenakan pungutan liar terhadap pengunjungnya, maka pelakunya (Pegawai Negeri Sipil/PNS yang bekerja di situ) dapat dikenakan sanksi. pegawai yang menerima pungli diancam sanksi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri.

Pasal 4 angka 6 PP No. 53 Tahun 2010 mengatur PNS dilarang melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain secara langsung ataupun tidak langsung merugikan negara. Sanksinya berupa hukuman disiplin ringan, mulai dari teguran lisan, teguran tertuls, sampai pernyataan tidak puas secara tertulis.

Lantas, bagaimana bila yang pungli tersebut dilakukan bukan oleh PNS atau dengan kata lain masyarakat biasa?

Pungutan di luar apa yang ditetapkan perda merupakan suatu pelanggaran yang terhadap pelakunya dapat diancam pidana. Terlebih lagi, ada kemungkinan pungli itu diminta dengan cara-cara kekerasan. Bila seperti itu, pelakunya bisa dijerat dengan Pasal 368 ayat (1) KUHP. Bunyi lengkap pasalnya, yakni:

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”.

Dengan kata lain, perlu dipastikan apakah pelaku pungli oleh masyarakat di sekitar kawasan wisata itu dilakukan dengan disertai kekerasan atau ancaman kekerasan atau tidak. Jika ada kekerasan atau ancaman kekerasan, pelaku bisa dijerat Pasal 368 ayat (1) KUHP dapat diterapkan.

Tips Menghadapi Pungli di Kawasan Wisata

1. Sampaikan keberatan kepada masyarakat setempat dengan cara kekeluargaan. Caranya cukup melaporkan kepada Kepala Desa atau Ketua Rukun Tetangga (RT) setempat.

2. Jika tidak berhasil, pengunjung dapat melaporkan pungli tersebut kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) setempat agar dapat ditertibkan dan ditindaklanjuti oleh Kepala Disbudpar.
3. Pengunjung dapat melaporkan dugaan pelanggaran perda berupa pungli di kawasan tempat wisata kepada Satpol PP.

Lebih jelasnya, langkah pertama yang dapat dilakukan pengunjung adalah dengan menyampaikan keberatan kepada masyarakat setempat. Cara kekeluargaan seperti melaporkan kepada Kepala Desa atau Ketua Rukun Tetangga (RT) setempat patut dilakukan agar teguran dapat disampaikan langsung oleh Kepala Desa atau Ketua RT kepada warganya yang melakukan pungli.

Apabila belum berhasil, pengunjung dapat melaporkan pungli tersebut kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) setempat agar dapat ditertibkan dan ditindaklanjuti oleh Kepala Disbudpar. Selain itu, pengunjung dapat memanfaatkan keberadaan Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) yang lazim ada di tempat wisata. Secara kewenangan, Satpol PP dapat melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah.

Satpol PP merupakan bagian perangkat daerah yang berwenang dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja. Oleh karena itu, pengunjung dapat melaporkan dugaan pelanggaran Perda berupa pungli di kawasan tempat wisata kepada Satpol PP.
Tags:

Berita Terkait