ICJR Soroti Penerapan Pasal Pidana dalam Kasus Buku Jokowi Undercover
Berita

ICJR Soroti Penerapan Pasal Pidana dalam Kasus Buku Jokowi Undercover

ICJR mendorong agar penyidik kepolisian dalam menyelesaikan kasus beraroma ujaran kebencian secara hati-hati.

Oleh:
RFQ/ANT
Bacaan 2 Menit
Foto: www.icjr.or.id
Foto: www.icjr.or.id
Belakangan muncul buku berjudul ‘Jokowi Undercover’ yang ditulis oleh Bambang Tri Mulyono. Intinya, buku tersebut dinilai menyebarkan kebencian dan permusuhan terhadap individu kelompok masyarakat berdasarkan Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA).  Walhasil, Bambang pun dicokok aparat kepolisian di Blora Jawa Tengah pada Jumat (30/12).

Buku setebal 277 halaman itu berisi menyudutkan pribadi Presiden Joko Widodo. Mulai menuding Jokowi berideologi selain Pancasila, hingga keluarganya. Terhadap tudingan yang dianggap tanpa disertai fakta, menjurus fitnah. Atas dasar itulah Bambang berurusan dengan kepolisian.

Terhadap Bambang, polisi menjerat dengan Pasal 16 UU No.40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Selain itu, Bambang dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Penerapan pasal pidana terhadap Bambang oleh aparat kepolisian mesti cermat, teliti dan akuntabel. (Baca Juga: Siapa Saja Bisa Diadukan: Mereka yang Terjerat UU ITE)

Institute Criminal Justice Reform (ICJR) mendorong agar penyidik kepolisian dalam menyelesaikan kasus beraroma ujaran kebencian secara hati-hati. Kecermatan dan ketelitian penyidik amat dibutuhkan. Boleh jadi kasus beraroma ujaran kebencian dengan bumbu rasial dan diskrimantif.

“ICJR juga mendukung upaya penegakan hukum yang dilakukan Polri terhadap kasus buku Jokowi Undercover, sebelumnya ICJR juga mendorong upaya penegakan hukum dalam kasus obor Rakyat, kasus yang hampir mirip dengan kasus buku Jokowi Undercover,” ujar Direktur Eksekutif ICJR, Supriyadi W. Eddyono di Jakarta, Selasa (3/1).

Meski mendukung, Supri melalui lembaga yang dipimpinnya mengingatkan agar Polri dan aparat penegak hukum lainnya cermat dalam menerapkan pasal pidana dalam kasus tersebut. Sebabnya, UU yang mengatur pidana dalam UU diskrimasi dan UU ITE bakal digunakan dalam penetapan tersangka yang memiliki karakter yang berbeda. (Baca Juga: Pikir Ulang Bila Mau Sebarkan Berita Bohong, Ini Peringatan dari Polisi)

Supri menunjuk UU No.40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Khususnya, Pasal 4 dan 16. Kedua pasal tersebut elemennya, ‘kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis’ atau ‘kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis’.

Sedangkan bila menerapkan Pasal 28 ayat (2) UU No.11 Tahun 2008 tentang ITE memiliki unsur yang tak kalah penting. Yakni ‘menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)’.

Ternyata, UU ITE cakupannya lebih luas ketimbang UU 40/2008. Sebab, dalam UU ITE terdapat unsur kejahatan sebagaimana dalam frasa ‘antar golongan’, ketimbang UU 40/2008. Menurut Supri, dalam penanganan kasus buku Jokowi Undercover menjadi pentingan bagi aparat kepolisian menelisik dasar penerapan kedua UU tersebut. (Baca Juga: Polri Ingatkan Masyarakat Tidak Salah Gunakan Medsos)

“Apakah subtansi yang diangap sebagai perbuatan pidana dalam kalimat buku tersebut benar-benar masuk dalam rumusan diskriminasi berbasis ras dan etnis atau lebih spesifik memenuhi frase “antargolongan” dalam UU ITE,” katanya.

Supri pun menunjuk penanganan kasus Tabloid Obor Rakyat di kala era pemilihan presiden 2014 silam. Dalam kasus tersebut, penerapan pasal yang digunakan dalam dakwaan yakni Pasal 311 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-I KUHP, dan Pasal 310 ayat (2) juncto Pasal 55 KUHP.

Menurut Supri, tuntutan penuntut umum malah masuk ke ranah perbuatan penghinaan pribadi terhadap Jokowi dalam Pilpres 2014. Padahal penanganan kasus itu awalnya Obor Rakyat dianggap melakukan pemberintaan bernada fitnah terkait isu SARA. Terhadap rekonstruksi dakwaan penuntut umum serta pembukti, majelis hakim PN Jakarta Pusat memvonis terdakwa Pemred Obor Rakyat Setiyardi Budiono dan penulis Obor Rakyat, Darmawan Sepriyosa dengan delapan bukan penjara.

Berkaca dari kasus Tabloid Obor Rakyat, maka penanganan kasus buku Jokowi Undercover dengan penerapan pasal di tingkat penyidikan menjadi lebih berat. Namun demikian, kehati-hatian penyidik dalam penerapan pasal menjadi kunci utama. Setidaknya, penyidik, penuntut umum dan pengadilan mesti mencermati penggunaan pasal pidana yang sesuai sesuai, bahkan mencari bukti yang relevan dengan kasus tersebut.

“Ini karena pemerintah punya lebih banyak sumber daya untuk menghalau isu negatif tersebut. Penggunaan Hukum Pidana memang jelas diperlukan, namun Hukum pidana merupakan upaya terakhir, bila upaya-upaya lainya telah gagal,” pungkasnya.

Masih Didalami
Sementara itu, penyidik Cyber Bareskrim Polri masih mendalami kasus penyebaran fitnah yang melibatkan penulis buku "Jokowi Undercover", Bambang Tri Mulyono."Penyidik melakukan pendalaman materi di medsos," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar.

Menurut Irjen Boy, kasus ini terkuak dari hasil penelusuran polisi di media sosial sejak Desember 2016. Dari hasil penyelidikan sementara, diketahui Bambang menjual buku tersebut secara langsung dengan mempromosikannya melalui akun jejaring sosial Facebook miliknya dan selebaran."Akun Facebook Bambang Tri selama ini dijadikan sebagai media pemasaran," katanya.

Sementara polisi telah menahan tersangka Bambang Tri Mulyono, penulis buku "Jokowi Undercover". Buku tersebut diduga dibuat tanpa didukung data primer dan sekunder yang dapat dipertanggungjawabkan.

"Tersangka tidak memiliki dokumen pendukung sama sekali terkait tuduhan pemalsuan data Bapak Jokowi saat pengajuan sebagai calon presiden di KPU. Tersangka diduga menebar kebencian melalui buku tersebut," tambah Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Rikwanto.

Rikwanto mengatakan tuduhan dan sangkaan yang dimuat pada Buku "Jokowi Undercover", semua didasarkan atas sangkaan pribadi tersangka. Sementara analisis fotometrik yang diungkap tidak didasari keahlian apa pun, namun hanya persepsi dan perkiraan tersangka pribadi.

"Motif tersangka sebagai penulis hanya didasarkan atas keinginan untuk membuat buku yang menarik perhatian masyarakat," katanya.

Tebarkan kebencian Menurut dia, perbuatan tersangka menebarkan kebencian kepada keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang tidak tahu-menahu tentang peristiwa G-30 S/PKI tahun 1965 dan pemberontakan di Madiun 1948.

Perbuatan tersangka, kata Rikwanto juga menebarkan kebencian kepada kelompok masyarakat yang bekerja di dunia pers terkait pernyataan Bambang Tri Mulyono pada halaman 105 bahwa Jokowi-Jusuf Kalla adalah pemimpin yang muncul dari dan dengan keberhasilan media massa melakukan kebohongan kepada rakyat.

"Selain itu, pada halaman 140, ia menyebut Desa Giriroto, Ngemplak, Boyolali adalah basis PKI terkuat se-Indonesia, padahal tahun 1966, PKI sudah dibubarkan," katanya.

Rikwanto menambahkan sejauh ini saksi-saksi yang telah diperiksa antara lain dua anggota Polri Polda Jawa Tengah. Sementara saksi-saksi ahli yang dihadirkan antara lain ahli ITE, bahasa, sejarah, dan sosiologi.

Barang bukti yang disita dalam kasus ini antara lain perangkat komputer, handphone tersangka, flashdisk, buku "Jokowi Undercover" tulisan tersangka, dokumen data Presiden Jokowi saat pilpres dari KPU Pusat, KPU DKI Jakarta dan KPU Surakarta, dan pemeriksaan labfor dan cyber.

Tersangka Bambang Tri Mulyono telah dititipkan penahanannya di Rutan Polda Metro Jaya untuk pemeriksaan lebih lanjut. Kepada tersangka disangkakan dengan pelanggaran Undang-undang ITE yang sudah mengalami perubahan dari UU Nomor 11 Tahun 2008 menjadi UU Nomor 19 Tahun 2016 Pasal 45 huruf a ayat 2 jo Pasal 28 UU Ayat 2 Nomor 11 Tahun 2008 berkaitan dengan menebarkan kebohongan atau rasa kebencian pada kelompok masyarakat tertentu.

Selain itu, tersangka juga dikenakan Pasal 207 KUHP karena dengan sengaja di depan umum menghina penguasa atau badan umum di Indonesia. 

Tags:

Berita Terkait