YLKI Nilai Kenaikan Pengurusan STNK-BPKB Tidak Tepat
Berita

YLKI Nilai Kenaikan Pengurusan STNK-BPKB Tidak Tepat

STNK dan BPKB bukan produk jasa komersial tetapi pelayanan publik yang harus disediakan birokrasi.

Oleh:
ANT/YOZ
Bacaan 2 Menit
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi. Foto: ylki.or.id
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi. Foto: ylki.or.id
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai bahwa kenaikan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) tidak tepat.

"Alasan inflasi untuk menaikkan tarif, sebagaimana alasan Menteri Keungan, adalah kurang tepat. Sebab STNK, BPKB adalah bukan produk jasa komersial tetapi pelayanan publik yang harus disediakan birokrasi," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, Rabu (4/1).

Menurutnya, alasan inflasi akan tepat jika produk tersebut adalah produk ekonomi komersial yang berbasis cost production dan benefid, atau setidaknya produk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Kenaikan tersebut kurang relevan tanpa proses reformasi di sisi pelayanannya. Sampai detik ini proses pelayanan penerbitan STNK dan BPKB dinilai masih sering dikeluhkan publik, karena waktunya yang lama. Bahkan alasan stok blankonya masih kosong sekalipun. Kenaikan itu harus ada jaminan untuk meningkatkan pelayanan saat proses pengesahan dan penerbitan STNK dan BPKB tersebut. (Baca Juga: Ini Tarif Pembuatan SIM dan STNK Mulai Januari 2017)  

Ia juga berharap kenaikan itu juga paralel dengan reformasi pelayanan angkutan umum di seluruh Indonesia."Ini dengan asumsi jika kenaikan itu sebagai bentuk pengendalian penggunaan kendaraan pribadi dan mendorong migrasi ke angkutan umum," katanya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan kenaikan tarif pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dilakukan untuk memperbaiki pelayanan surat perizinan yang dilakukan Polri kepada masyarakat.

"PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dalam hal ini adalah tarif yang ditarik oleh kementerian lembaga dan harus mencerminkan jasa yang diberikan. Jadi dia harus menggambarkan pemerintah yang lebih efisien, baik, terbuka dan kredibel," kata Sri Mulyani, Selasa (3/1).

Sri Mulyani mengatakan kenaikan tarif PNBP ini merupakan kewajaran, terakhir kali tarif tersebut mengalami penyesuaian pada 2010 dan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan terkini yang dinamis. (Baca Juga: Ini Aturan yang Ditabrak Polri Bila Berlakukan Pengelompokan SIM C)

"Tarifnya sejak 2010 tidak pernah di-update. Ini sudah tujuh tahun. Jadi untuk tarif PNBP di kementerian lembaga memang harus disesuaikan, karena faktor inflasi maupun untuk jasa pelayanan yang lebih baik," ujarnya.

Untuk itu, menurut Sri Mulyani, dengan adanya kenaikan tarif PNBP tersebut maka masyarakat bisa lebih percaya terhadap jasa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah dan jumlah pungutan tidak resmi dapat ditekan.

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mengatur beberapa hal terkait tarif baru pengurusan surat-surat kendaraan bermotor. (Baca Juga: MK Tolak Uji Kewenangan Penerbitan SIM-STNK)

Peraturan tersebut di antaranya penambahan atau kenaikan tarif untuk pengesahan STNK, penerbitan nomor registrasi kendaraan bermotor pilihan, dan surat izin serta STNK lintas batas negara.

Untuk kendaraan roda dua dari Rp50.000 menjadi Rp100.000 sementara untuk roda empat dari Rp75.000 menjadi Rp200.000 dan kenaikan tarif juga berlaku untuk penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) baru dan ganti kepemilikan (mutasi).

Besaran tarifnya dari Rp80.000 untuk roda dua dan tiga menjadi Rp225.000 dan kendaraan roda empat dari Rp100.000 menjadi Rp375.000, kemudian semua tarif baru tersebut mulai diberlakukan pada 6 Januari 2017.

Tags:

Berita Terkait