Keterangan Palsu dalam Persidangan Dikecam oleh Hukum
Berita

Keterangan Palsu dalam Persidangan Dikecam oleh Hukum

Bakal dilaporkan satu per satu.

Oleh:
CR21/MYS
Bacaan 2 Menit
Sidang perkara penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama. Foto: POOL/RES
Sidang perkara penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama. Foto: POOL/RES
Majelis hakim PN Jakarta Utara yang bersidang di auditorium Kementerian Pertanian masih mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan penuntut umum dalam perkara dugaan penodaan agama. Selain para saksi pelapor, majelis hakim perkara Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok itu juga memutuskan untuk mendengar keterangan dua anggota polisi yang mencatat laporan korban.

Di tengah proses persidangan yang masih berlangsung, tim pengacara Ahok justru menyiapkan langkah-langkah untuk melaporkan sejumlah saksi yang dihadirkan penuntut umum. Saksi akan dilaporkan ke polisi dengan tuduhan memberikan keterangan palsu. (Baca juga: Sidang Ahok Memasuki Babak Pemeriksaan Saksi).

Seorang saksi yang disumpah mengaku berprofesi sebagai advokat. Tetapi setelah diverifikasi pengacara Ahok dan majelis hakim terungkap bahwa saksi tersebut belum pernah mengucapkan sumpah di hadapan Pengadilan Tinggi sebagai salah satu syarat formal menjadi advokat.

Pada persidangan pekan lalu, pengacara Ahok memperingatkan agar saksi-saksi memberikan keterangan dengan benar. Peringatan itu terkait dengan rencana pengacara mempersoalkan keterangan palsu, dan melaporkannya ke kepolisian. Sebab, memberikan keterangan palsu dikecam oleh hukum. (Baca juga: Masalah Keterangan Saksi dalam Perkara Ahok akan Berbuntut Panjang?).

Pasal 174 UU No. 8 Tahun 1981 (KUHAP) menegaskan jika keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh supaya saksi memberikan keterangan yang sebenarnya. Hakim juga perlu menyebutkan ancaman pidana kepada saksi yang memberikan keterangan palsu. Hakim ketua majelis bahkan bisa memerintahkan penuntut umum menahan dan menuntut saksi yang memberikan keterangan palsu.

Ancaman pidana kepada saksi yang memberikan keterangan palsu di persidangan terdapat pada Pasal 242 KUHP. Pasal 242 ayat (1) KUHP mengancam pidana penjara 7 tahun barangsiapa yang dalam keadaan dimana Undang-Undang menentukan supaya memberikan keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian dengan sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik lisan maupun tulisan.

Berdasarkan Pasal 242 ayat (2) KUHP menyebutkan hukumannya naik menjadi 9 tahun jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa. Salah satu yang disasar adalah dugaan finah sehingga pengacara menggunakan Pasal 310, 311 atau Pasal 316 KUHP untuk melaporkan saksi tertentu ke kepolisian. “Kita lapor satu persatu setelah bukti dan transkrip sidang dicocokkan. Jadi, tidak terbantahkan lagi,” tulis Fifi Lety Indra, pengacara Ahok, dalam pesan singkat kepada jurnalis hukumonline.
Tags:

Berita Terkait