Positivisasi Fatwa di Ladang Ekonomi Syariah
Polemik Fatwa:

Positivisasi Fatwa di Ladang Ekonomi Syariah

Ada Undang-Undang yang langsung menyebut Fatwa MUI, ada yang hanya menyebut fatwa dari lembaga yang berwenang.

Oleh:
HAG/FNH/MYS
Bacaan 2 Menit
Yeni Salma Barlinti, dosen FHUI yang melakukan penelitian tentang fatwa DSN-MUI. Foto: Koleksi Pribadi
Yeni Salma Barlinti, dosen FHUI yang melakukan penelitian tentang fatwa DSN-MUI. Foto: Koleksi Pribadi
Polemik tentang kedudukan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebenarnya tak perlu terjadi, apalagi jika sampai mempertanyakan keabsahan fatwa, jika sudah membaca produk perundang-undangan negara di bidang ekonomi syariah.

Penelitian yang dilakukan Yeni Salma Barlinti, seorang dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menyimpulkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang sudah dilegitimasi lewat peraturan perundang-undangan adalah hukum positif yang mengikat. Artinya, pelaku ekonomi syariah baik bank maupun lembaga keuangan non-bank tetap tunduk kepada Fatwa DSN MUI sepanjang sudah dikukuhkan lewat peraturan perundang-undangan negara. (Baca juga: Butuh Dukungan Fatwa, OJK Gandeng DSN MUI).

Ditemui di kampus FHUI, Rabu (19/1) lalu, Yeni menegaskan Fatwa DSN MUI selama ini telah mengisi kekosongan hukum dan karenanya memberikan kepastian hukum. Pelaku usaha membutuhkan kepastian dari pihak yang punya otoritas di bidang syariah, yakni para mufti yang terhimpun dalam MUI. “Fatwa tentu menjadi suatu jalan atau jawaban untuk pertanyaan umat Islam,” ujarnya kepada hukumonline.

Ada sejumlah fatwa DSN yang sudah dikeluarkan. Misalnya, Fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek (lihat lebih lanjut tabel contoh-contoh fatwa DSN-MUI).
Nomor FatwaMateri yang Diatur
76/DSN-MUI/VI/2010 Surat Berharga Syariah Negara Ijarah Asset to be Leased
69/DSN-MUI/VI/2008 Metode Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
71/DSN-MUI/VI/2008 Sale and Lease Back
66/DSN-MUI/III/2008 Waran Syariah
50/DSN-MUI/III/2006 Akad Mudharabah Musytarakah
59/DSN-MUI/V/2007 Obligasi Syariah Musharabah Konversi

Berdasarkan penelitian Yeni, puluhan pasal dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) sama dengan Fatwa DSN-MUI. Ia juga menilai Fatwa DSN telah berperan penting dalam aktivitas perekonomian berbasis syariah di Indonesia. Fatwa justru tak hanya dijadikan rujukan karena permintaan masyarakat, tetapi juga karena perintah Undang-Undang. (Baca juga: Fatwa DSN Merupakan Hukum Positif yang Mengikat).

Tak percaya? Tengoklah UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pasal 26 Undang-Undang ini menyebutkan kegiatan usaha bank umum syariah, bank perkreditan atau produk dan jasa syariah wajib tunduk pada prinsip syariah. Prinsip syariah ini ‘difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia’. Fatwa itu dituangkan ke dalam Peraturan Bank Indonesia. Setelah kewenangan berpindah ke Otoritas Jasa Keuangan, sejumlah Peraturan OJK menjadikan fatwa sebagai bagian dari konsiderans.

UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian juga menyebutkan asuransi syariah harus berdasarkan fatwa yang diterbitkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Meskipun UU ini tak menyebut secara eksplisit, lembaga yang memiliki kewenangan dalam konteks ini pada praktiknya adalah MUI. “Walaupun dalam pasalnya adalah lembaga yang berwenang, tetapi dalam praktiknya seringkali merujuk kepada MUI,” kata Yeni. (Baca juga: Desakan Terbitnya Hukum Acara Ekonomi Syariah Kembali Menguat).

Menurut Edi Setiadi, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK), praktiknya Fatwa MUI telah menjadi dasar bagi industri berbasis syariah baik di dunia perbankan dan pasar modal maupun industri keuangan non-bank. Namun patut dicatat bahwa tak semua fatwa dipakai. “Tergantung produk atau aktivitas yang akan dijadikan hukum positif oleh otoritas,” ujarnya kepada hukumonline.

OJK memang telah mengeluarkan sejumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur ekonomi syariah. Sekadar contoh, bisa disebut Peraturan OJK No. 33/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Program Pensiun Berdasarkan Prinsip Syariah; Peraturan OJK No. 24/POJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; dan Peraturan OJK No. 16/POJK.04/2015 tentang Ahli Syariah Pasar Modal. Semua POJK ini adalah peraturan perundang-undangan yang diterbitkan lembaga negara.

Edi menjelaskan referensi terhadap fatwa atau advice mufti tak hanya berlaku di Indonesia. Di negara-negara yang menjalankan bisnis syariah, termasuk di negara non-Muslim, fatwa dari ulama itu sangat penting. Masalah nama lembaga yang punya otoritas mengeluarkan fatwa, setiap negara mungkin saja berbeda. Tetapi yang jelas, fatwa itu harus ada dalam menjalankan bisnis syariah. “Itu diterapkan di semua negara yang mengimplementasikan keuangan syariah, harus didasari pada fatwa,” tegasnya.

Lalu, bagaimana kekuatan Fatwa DSN MUI tersebut? Fatwa pada dasarnya fatwa DSN adalah nasihat atau pendapat. Menurut Yeni Salma Barlinti, fatwa memang hakikatnya adalah opini bukan peraturan perundang-undangan. Secara yuridis mungkin tak mengikat. Tetapi secara keagamaan, fatwa mengikat orang Islam. “Secara yuridis itu tidak mengikat karena bukan bagian dari peraturan perundang-undangan, tetapi secara religious itu mengikat umat Islam, walaupun ada pro dan kontra juga,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait