Waktunya Melaksanakan PP Ekosistem Gambut
Berita

Waktunya Melaksanakan PP Ekosistem Gambut

Berkaitan dengan kerusakan lingkungan hidup dan kebakaran hutan.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Perlindungan ekosistem gambut mendesak dijalankan agar terhindar dari kebakaran. Foto: MYS
Perlindungan ekosistem gambut mendesak dijalankan agar terhindar dari kebakaran. Foto: MYS
Pemerintah sudah memperbaiki Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut melalui PP No. 57 Tahun 2016. Kini, tinggal bagaimana Pemerintah menjalankan kebijakan itu di lapangan.

Direktur Eksekutif Pusat Pengembangan Hukum Lingkungan Hidup Indonesia (ICEL) Henri Subagiyo menyatakan terbitnya PP Gambut sebetulnya merupakan langkah maju Pemerintah untuk memberikan perhatian terhadap ekosistem gambut. Ekosistem gambut memiliki peran strategis bagi perlindungan lingkungan secara menyeluruh.

Menurut Henri, sudah sewajarnya negara membenahi tata kelolanya dan oleh karena itu seluruh pemangku kepentingan sewajarnya mendukung pembenahan ini, termasuk kalangan dunia usaha. Henri menyayangkan sejumlah kalangan, misalnya HKTI, yang masih mempersoalkan PP Gambut dan menganggap PP ini menimbulkan ketidakpastian hukum. (Baca juga: Revisi PP, Pemerintah Perketat Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut)

Henri menduga masih ada yang belum siap dengan perubahan kebijakan gambut di Indonesia; berubah dari pola pengelolaan gambut yang eksesif terhadap lingkungan hidup menuju pengelolaan yang lebih arif dan berkelanjutan. “Pada kondisi ini pemerintah dituntut bertindak tegas dengan tetap mengedukasi pihak-pihak yang dirasakan belum siap berubah”, ujarnya, dalam rilis yang diterima hukumonline. (Baca juga: HKTI Nilai PP Gambut Rugikan Kebun Sawit Rakyat)

Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor sekaligus anggota Kelompok Ahli Badan Restorasi Gambut RI (BRG), Bambang Hero Saharjo, mengatakan sudah sangat jelas dari berbagai kajian ilmiah bagaimana hubungan antara praktek pengelolaan lahan gambut yang eksesif dengan kerusakan lingkungan hidup, terutama kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

Dikatakan Bambang, sudah saatnya seluruh pemangku kepentingan mengarah pada praktek-praktek pengelolaan yang lebih selaras dengan ekosistem gambut sehingga bisa berkontribusi pada misi negara ini untuk mengakhiri bencana Karhutla yang setiap tahun terjadi. Kajian ilmiah dan ilmu pengetahuan dalam konteks ini diperlukan untuk mencari jalan terbaik tidak hanya untuk generasi saat ini, tapi juga untuk masa depan. Misalnya, ketentuan 0.4 meter tinggi permukaan air tanah pada lahan gambut. Ini dihitung dari tingkat resiko pengeringan air gambut dengan resiko Karhutla. Apakah masih ada usaha budidaya yang eksis dalam ketentuan itu? Jawabnya masih banyak. “Jadi jangan tunggu semua hancur baru kita sadar,” imbuh Bambang.

Direktur Pengembangan Kebijakan Samdhana Institute Martua Sirait menyinyalir ketidakpastian hukum yang disampaikan oleh sejumlah kalangan sebetulnya karena kekhawatiran yang berlebihan mengingat belum seluruh mandat dari PP Gambut diimplementasikan oleh pemerintah. Oleh karena itu, kekhawatiran tersebut perlu dijawab oleh pemerintah dengan segera melakukan langkah-langkah cepat melalui penetapan ekosistem gambut, fungsi ekosistem gambut serta penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG).

Martua berpendapat langkah-langkah tersebut diperlukan agar semua pihak tidak bermain dalam tataran asumsi melainkan konkret memberikan masukan yang bersifat konstruktif. Sudah jelas bahwa keputusan yang ada tetap dihormati termasuk izin yang telah diberikan. “Hanya saja perlu ada sedikit penyesuaian demi kepentingan keberlanjutan ekosistem gambut itu sendiri,” pungkasnya seperti dipaparkan dalam rilis.
Tags:

Berita Terkait