8 Aturan Pelaksana UU PPKSK Terbit April Mendatang
Berita

8 Aturan Pelaksana UU PPKSK Terbit April Mendatang

Terdiri dari 2 Peraturan Pemerintah, 3 Peraturan OJK (POJK), dan 3 Peraturan LPS. KSSK sepakat mengebut pembahasan dan merampungkan aturan turunan dari UU Nomor 9 Tahun 2016 sebelum memasuki agenda rapat KSSK tiga bulan mendatang.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Dari kiri ke kanan: Muliaman D Hadad (Ketua DK OJK), Sri Mulyani (Menteri Keuangan RI), Agus D.W Martowardojo (Gubernur BI), dan Halim Alamsyah (Ketua DK LPS). Foto: NNP
Dari kiri ke kanan: Muliaman D Hadad (Ketua DK OJK), Sri Mulyani (Menteri Keuangan RI), Agus D.W Martowardojo (Gubernur BI), dan Halim Alamsyah (Ketua DK LPS). Foto: NNP
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) kebut pembahasan sejumlah aturan pelaksana yang dimandatkan UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Dalam rapat yang digelar Selasa (31/1) kemarin, KSSK bersepakat merampungkan aturan itu paling lambat April 2017 mendatang.

“KSSK bersepakat mempercepat proses ini agar bisa diselesaikan sedapat mungkin sebelum rapat KSSK pada periode yang akan datang,” kata Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Jakarta, Kamis (3/2).

Sri menambahkan, UU PPKSK memberi mandat kepada masing-masing otoritas untuk menerbitkan aturan pelaksana. Kemenkeu saat ini tengah menyiapkan dua Peraturan Pemerintah (PP). Pertama, Rancangan PP (RPP) tentang premi untuk program resktrukturisasi perbankan. Dijelaskan Sri, status RPP tersebut baru akan disusun dan Kemenkeu akan berkoordinasi dengan sejumlah institusi yang terkait terutama anggota KSSK. (Baca Juga: Resmi Jadi UU, Ini Poin Penting UU Penanganan Krisis)

Kedua, RPP tentang penghapusbukuan dan penghapus tagihan aset sisa dari program restrukturisasi perbankan. Sama halnya dengan RPP tentang premi restrukturisasi perbankan, RPP ini juga akan dibahas dan targetnya akan dirampungkan sesegera mungkin paling lambat pertemuan atau rapat KSSK tiga bulan mendatang.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D Hadad, mengatakan bahwa OJK juga menerima mandat dari UU PPKSK berupa tiga Peraturan OJK (POJK). Ketiga POJK itu sebagian telah rampung draf aturannya dan hanya tinggal finalisasi terkait dengan format penulisan. Pertama, Rancangan POJK (RPOJK) tentang Rencana Aksi (Recovery Plan) Bank Sistemik.

Muliaman menjelaskan, RPOJK tersebut pada intinya mengatur dan memperjelas bagaimana rencana aksi dari individual bank. Selain itu, aturan ini nantinya akan memberikan pedoman kepada bank mengenai hal apa saja yang harus dilakukan selanjutnya bank menyampaikan rencana itu kepada otoritas dan meresponnya dengan membuat aturan teknis di tingkat internal masing-masing bank.(Baca Ulasan Lengkap Aturan Rancangan POJK Di sini: 3 Kewajiban Bank Sistemik Atasi Krisis Lewat Konsep Bail In)

“Intepretasi kita mengenai bail In, jadi bukanbail out,” kata Muliaman di tempat yang sama.

Aturan kedua, OJK tengah membuat RPOJK tentang Bank Perantara (bridge bank). Muliaman mengatakan bahwa draf RPOJK ini sudah rampung dan hanya tinggal koreksi sedikit di bagian format penulisan. Dalam RPOJK ini, OJK juga menggandeng Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam proses pembahasannya. Poin penting yang diatur nantinya mengenai teknis cara pendirian, cakupan kegiatan, serta pengelolaan asetnya.

“Bank inikan special purpose. Didirikan untuk membereskan atau mengambil aset dan sebagainya,” sebut Muliaman.

Aturan yang terakhir, OJK menyusun RPOJK tentang Tindak Pengawasan dan Penetapan Status Bank. Aturan ini sebetulnya merupakan revisi dari aturan sebelumnya yang sudah ada.  inti dari aturan ini nantinya menjelaskan bagaimana mengenai penyelesaian atau exit policy bagi suatu bank sebagaimana diatur UU PPKSK. (Baca Juga: Soal Bank Sistemik, OJK Klaim Telah Antisipasi Lebih Dulu)

“Mudah-mudahan tiga aturan ini bisa diselesaikan pada April mendatang,” ujar Muliaman berharap.

Sementara, Ketua Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah mengatakan bahwa pihaknya diberi mandat tiga Peraturan LPS oleh UU PPKSK. Pertama, Peraturan LPS tentang Penanganan Bank Sistemik. Kedua, Peraturan LPS tentang Bank Bukan Sistemik. Kata Halim, inti dari kedua Peraturan LPS itu terkait dengan upaya penanganan secara tepat dan terukur dimana nantinya perbankan memiliki kesiapan yang cukup ketika terjadi permasalahan baik bank yang berdampak sistemik maupun bank yang tidak berdampak sistemik.

Aturan yang terakhir, masih kata Halim, LPS akan membuat Peraturan LPS tentang pengelolaan, penatausahaan, dan pencabutan aset. Aturan ini nantinya mengatur saat pemerintah mengaktifkan program restrukturisasi perbankan. Lebih detilnya, akan diatur mengenai bagiamana pedoman pembukuan, pelaporan keuangan, pengadaan barang dan jasa, penagihan piutang, penyelesaian kewajiban, serta hal yang terkait lainnya.

“Salah satu fokus yang dibahas dalam KSSK bagaiaman memperkuat pencegahan dan penagangan krisis. Kami harus segera menyiapak aturan pelaksanaan,” tukas Halim.

Selain bersepakat merampungkan delapan aturan pelaksana UU PPKSK, dalam rapat yang digelar akhir Januari kemarin itu juga menetapkan sejumlah fokus kegiatan KSSK sepanjang tahun 2017. Dikatakan Sri, Ketua Dewan Komisioner OJK, Gubernur Bank Indonesia, serta Ketua Dewan Komisioner LPS, dan Menteri Keuangan sendiri membahas mengenai perkembangan sektor keuangan secara umum terutama dari sisi stabilitas sistem keuangan.

Masing-masing otoritas sebelumnya juga menyampaikan laporan berdasarkan portfolio masing-masing. BI dari sisi moneter dan makrprudensial, OJK menyangkut keseluruhan sektor perbankan dan lembaga keuangan non bank, LPS dari sisi penyehatan sektor perbankan, serta Kemenkeu dari sisi fiskal dan ekonomi secara keseluruhan. Kalau disimpulkan, paling tidak ada 5 hal yang dibahas.

Poin Penting yang Dibahas pada Rapat KSSK 31 Januari 2017
1.    Kondisi stabilitas sistem keuangan sampai akhir 2016 (Triwulan IV) dalam kondisi normal. Hal itu berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi perkembangan dari sisi moneter, kebijakan fiskal, makroprudensial, sistem pembayaran, pasar modal, surat berharga negara, perbankan, lembaga keuangan non bank, dan penjaminan simpanan.

2.    Outlook 2017, pertumbuhan ekonomi secara umum lebih baik dan stabilitas sistem keuangan terkendali. KSSK mencermati berbagai resiko baik dari faktor eksternal maupun domestik.
A.       Risiko Faktor Eksternal:
·         Pemulihan ekonomi global belum stabil;
·      Dinamika pasar keuangan global yang dipengaruhi ketidakpastian arah kebijakan yang ditempuh pemerintah Amerika Serikat dan rencana kenaikan Federal fund rate yang berpotensi menimbulkan tekanan arus modal dan nilai tukar; dan
·        Proses penyeimbang ekonomi di Tiongkok (rebalancing) yang sedang terjadi di Tiongkok berpotensi menimbulkan tambahan tekanan dan resiko

B.    Resiko Faktor dari Domestik:
·         Potensi kenaikan inflasi dari administered prices, sisi fiskal mengenai peningkatan penerimaan negara yang berasal dari pajak, dan defisit APBN.
·         Pertumbuhan kredit perbankan akan lebih baik dibanding tahun 2016. Hal ini seiring perbaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi.

3.    KSSK memperkuat tata kelola baik dalam bentuk standar prosedur operasional maupun komunikasi publik.

4.    KSSK akan memperkuat protokol manajemen krisis termasuk pentingnya membangun database KSSK dan pemutakhiran dan simulasi penanganan krisis sistem keuangan yang akan dilakukan tahun 2017.

5.    KSSK sepakat meningkatkan koordinasi yang lebih erat diantara instansi KSSK melalui program exchange, capacity building dan pertukaran pegawai yang didesain agar keempat institusi ini bisa mengenal lebih baik satu sama lain dan bisa bekerja sama secara lebih erat terutama saat ekonomi Indonesia menghadapi situasi yang tidak biasa.

Sumber: Pidato Menkeu, Sri Mulyani, 3 Februari 2017

Sementara itu, Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo menjelaskan bahwa dalam rapat KSSK kemarin juga dibahas mengenai potensi infalasi yang diprediksi akan sedikit mengalami tekanan. Dibandingkan tahun lalu yang berada dikisaran 0,51%, tahun 2017 diperkirakan inflasi berada di kisaran 0,9%. Hal itu kemungkinan disebabkan lantaran adanya administered prices. Kata Agus, contoh administered prices tersebut seperti misalnya terjadinya pengurangan subsidi listrik atau penyesuaian biaya pengurusan STNK atau penyesuaian harga BBM ataupun ada rencana menerapkan BBM satu harga.

“Faktornya karena dari administered prices. Namun KSSK secara umum akan menjaga agar inflasi tahun ini ada di kisaran target, yakni 4±1%. Kita meyakini kalaupun ada tekanan di administered prices, akan dikompensasi dengan menjaga core inflation dan volatile food,” jelas Agus.

Tags:

Berita Terkait