Peningkatan Investasi Asing di Sektor Pariwisata: Efektifkah?
Kolom:

Peningkatan Investasi Asing di Sektor Pariwisata: Efektifkah?

Yang tak kalah penting adalah komitmen dan jaminan kepastian hukum dari Pemerintah terutama dari BKPM bagi kelangsungan usaha dan kegiatan operasionalnya yang dibangun oleh investor asing di bidang pariwisata.

Bacaan 2 Menit
Maria Ardianingtyas. Foto: Istimewa
Maria Ardianingtyas. Foto: Istimewa
Seperti yang disampaikan dalam World Economic Forum (WEF) di Davos Swiss, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong optimis dengan kepercayaan investor yang tinggi terhadap Indonesia, sehingga target investasi di tahun 2017 ini naik menjadi Rp678,8 triliun dari sebelumnya Rp594,8 triliun di tahun 2016. Pemerintah Indonesia terus berupaya melakukan reformasi ekonomi dan salah satu hasil konkretnya adalah peningkatan peringkatan kemudahan berusaha dalam survey Ease of Doing Business (EODB) yang dilakukan oleh The World Bank setiap tahunnya untuk seluruh negara di dunia, yaitu dari peringkat 109 pada EODB 2016 menjadi peringkat 91 pada EODB 2017.

Untuk maksud pencapaian target investasi, maka di tahun 2017 ini, sebagaimana disampaikan oleh Kepala BKPM tersebut bahwa investasi di tingkat nasional akan fokus pada beberapa destinasi pariwisata yang disebut Bali baru yaitu antara lain Danau Toba, Candi Borobudur, Mandalika, Bromo, Komodo, Wakatobi, Kepulauan Seribu dan Tanjung Kelayang. Dan yang akan menjadi prioritas dalam pembangunannya adalah Danau Toba di Sumatera Utara, Candi Borobudur di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pulau Mandalika di Nusa Tenggara Barat.

Alasan mengapa sektor pariwisata yang menjadi prioritas BKPM saat ini adalah karena sektor pariwisata dapat menciptakan lapangan kerja dan usaha mandiri yang begitu variatif bagi penduduk destinasi wisata setempat. Hal tersebut tentunya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat Indonesia.

Memang BKPM sangat berupaya untuk memberikan terus kemudahan investasi di Indonesia sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo dari mulai tax holiday, tax allowance hingga perizinan awal investasi yang konon hanya memakan waktu 3 jam bagi rencana investasi minimum Rp100 miliar dan rencana penggunaan tenaga kerja minimum 1000 orang. Apalagi saat ini terjadi persaingan yang cukup sengit karena semua negara berebutan menarik investor dan Indonesia tidak saja berhadapan dengan Malaysia dan Singapura tetapi juga Vietnam dan Thailand yang juga rajin tawarkan kemudahan investasi (beritasatu.com, “Kepala BKPM Paparkan Lima Kendala Investasi di Indonesia”, 4 February 2017).

Penulis sangat setuju dengan ide Thomas Trikasih Lembong mengingat pengalaman Penulis sendiri yang sering melakukan perjalanan wisata di berbagai tempat baik di Indonesia maupun di manca negara. Penulis telah melihat sendiri betapa destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan asing dapat menghasilkan devisa yang luar biasa yang efeknya menumbuhkan perekonomian rakyat. Di tengah krisis ekonomi global, banyak negara-negara di dunia ini yang tetap “survive” karena mengandalkan sektor pariwisata negaranya yang tentunya telah dikelola dengan baik dan rapi sehingga wisatawan turis tertarik mengunjunginya.

Beberapa tahun silam Penulis telah mengunjungi ketiga destinasi wisata tersebut yaitu Danau Toba, Candi Borobudur dan KEK Pulau Mandalika. Penulis berpendapat bahwa pemilihan ketiga destinasi wisata yang menjadi prioritas tersebut sudah tepat. Lokasi wisata ketiga destinasi wisata tersebut di atas dekat dengan bandar udara dengan frekuensi penerbangan yang cukup sering sehingga lebih mudah dijangkau. Dan ketiga nama tersebut di atas juga sudah cukup dikenal oleh wisatawan turis mancanegara karena tidak hanya memamerkan keindahan eksotis panorama alamnya saja, tetapi juga budaya khas setempat yang unik.

Contohnya Festival Danau Toba dengan tarian khas Suku Batak yaitu Manortor dan juga berbagai souvenir menarik dan rumah adat di daerah Sasak Lombok Timur. Kemudian Peringatan Hari Raya Waisak yang diadakan setiap tahun dimana para bikshu datang dari segala penjuru kota. Lalu Pulau Mandalika yang terkenal dengan budaya masyarakatnya dan terdapat empat desa wisata yaitu Suku Sasak yang tidak jauh dari Pulau Mandalika yaitu Kampung Ende, Dusun Sade, Desa Tetebatu dan Desa Sukarara.

Investasi asing untuk sektor wisata di Indonesia
Ketika investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya di ketiga destinasi wisata tersebut di atas, lantas bidang usaha apa saja yang dapat dilakukan oleh investor  asing tersebut? Menurut Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2016 tentang Daftar Negatif Investasi (DNI 2016), ada sekitar 18 bidang usaha dengan 3 pembatasan kepemilikan modal bagi investor asing. Untuk kepemilikan modal asing sampai dengan maksimal 67% adalah: Museum Swasta, Peninggalan Sejarah yang dikelola oleh Swasta, Biro Perjalanan Swasta, Hotel Bintang Satu, Hotel Bintang Dua, Hotel Non Bintang, Jasa Akomodasi Lainnya (Motel), Jasa Impresariat Seni, Karaoke dan Pengusaha Obyek Wisata Alam di luar Kawasan Konservasi.

Untuk kepemilikan modal asing sampai dengan maksimal 70% adalah: Jasa Boga/Catering, Billiard, Bowling, Lapangan Golf, Jasa Konvensi, Pameran dan Perjalanan Wisata (MICE), dan Motel. Dan terakhir untuk kepemilikan modal asing sampai dengan maksimal 100% adalah: Restoran, Bar, Cafe, dan Gelanggang Olahraga (Renang,Sepakbola,Tenis Lapangan,Sport Center).

Pada prinsipnya, menurut Peraturan Kepala BKPM No. 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal (Perka BKPM 14/2015) sebagaimana yang telah diubah oleh Perka BKPM No 6 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Perka BKPM 14/2015 adalah bahwa untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tidak ditentukan besaran nilai investasi dan permodalannya. Sedangkan untuk Penanaman Modal Asing (PMA) ditentukan total nilai investasi minimum Rp10.000.000.000, - (sepuluh milyar Rupiah), di luar tanah dan bangunan. Untuk nilai modal ditempatkan harus sama dengan modal disetor, yaitu paling sedikit Rp2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta Rupiah). Kemudian setiap pemegang saham harus memiliki paling sedikit Rp10.000.000, - (sepuluh juta Rupiah) untuk penyertaan modal saham dengan presentase kepemilikan saham berdasarkan nilai nominal saham dan ketentuan ini biasanya digunakan untuk praktek penunjukan pemegang saham nominee bagi bidang usaha yang kepemilikan modal asing sampai dengan maksimal 100%. Karena Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur bahwa syarat pendirian Perseroan Terbatas (PT) PMA adalah adanya 2 (dua) pendiri/founder), yang salah satunya menjadi  pemegang saham PT PMA tersebut.

Bersama uraian Penulis di atas, apakah dengan demikian peningkatan investasi asing di sektor pariwisata dapat dikatakan akan efektif? Bisa jadi, karena banyak bidang usaha terkait sektor pariwisata yang masih tertutup untuk modal asing misalnya supermarket dengan luas lantai penjualan kurang dari 1200m2, minimarket dengan luas lantain penjualan kurang dari 400m2 termasuk convenience store dan community store, jasa binatu, pangkas rambut dan salon kecantikan. Tentunya ini merupakan peluang usaha bagi masyarakat setempat dan juga membuka lapangan pekerjaan baru.

Mengenai Peringkat Indonesia pada EODB 2017
Kembali kepada investor asing yang tertarik pada investasi di sektor pariwisata. Apakah dengan naiknya peringkat Indonesia untuk EODB benar-benar menjamin adanya kemudahan berusaha di Indonesia? Perlu diingat bahwa survey untuk EODB itu hanya meliputi hal-hal dasar bagi para investor asing dalam menyiapkan pendirian PT PMA seperti Surat Persetujuan BKPM, Akta Pendirian PT PMA oleh Notaris, Surat Keterangan Domisili yang menjadi persyaratan bagi perizinan selanjutnya yaitu Tanda Daftar Perusahaan (TDP), pembukaan rekening bank, rekruitmen pegawai termasuk pendaftaran ke Kementrian Tenaga Kerja dan juga perolehan kartu BPJS Ketenagakerjaan serta pendaftaran perpajakan terkait Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP). Tidak termasuk perizinan teknis terkait usaha di sektor pariwisata yang mana dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah destinasi wisata setempat. Misalnya apabila investor mendirikan Restoran yang akan menjual minuman beralkohol yang banyak dinikmati wisatawan asing, maka Restoran tersebut harus mendapatkan Surat Izin Usaha Perdagangan Minimum Beralkohol (SIUP-MB) terlebih dahulu. Belum lagi urusan pembebasan lahan di kawasan di luar KEK yang mana tanah-tanah di daerah destinasi wisata tersebut diperkirakan akan memakan banyak waktu untuk sertifkasi sampai dikeluarkannya peraturan tersebut. Masalah pertanahan ini membuat penanam modal asing yang tertarik untuk berinvestasi terkendala  masalah sertifikasi, izin bagunan serta zona lahan. (www.beritasatu.com, Kepala BKPM paparkan 5 (lima) Kendala Investasi di Indonesia, 4 Februari 2017.)

Kemudian EODB sendiri sebenarnya hanya mengacu pada penilaian atau survey terhadap 2 (dua) kota besar di Indonesia saja yaitu Jakarta dan Surabaya. Memang benar secara keseluruhan peringkat Indonesia untuk EODB naik 15 poin dari 106 ke 91 yaitu 7 acuan dari 10 acuan penilaian untuk EODB. Namun dari kesepuluh acuan penilaian tersebut, ada beberapa acuan saja penting yang menurut Penulis dan berkaitan dengan investasi asing di sektor parwisata yaitu: (a) Starting a Business naik dari 167 ke 151, (b) Getting Electricity dari 61 ke 49 dan (c) Enforcing Contracts dari 171 ke 166. Namun tidak untuk acuan penting yaitu Dealing with Construction Permit yang malah turun dari 113 ke 116. Masalah inftrastruktur sebagai pendukung utama dari sektor wisata sangatlah penting untuk diperhatikan. Karena apabila infrastrukturnya tidak baik dan teratur terutama di sektor transportasi public, wisatawan asing malas pada datang ke Indonesia. 

EODB tidak melakukan penilaian terhadap tingkat kesulitan investor asing dalam upaya mereka mendapatkan perizinan teknis dari Pemerintah Daerah setempat. Atau mungkin hanya Indonesia saja yang menerapkan Sistem Pemerintahan Otonomi Daerah, sehingga hingga saat ini Pemerintah Pusat melalui BKPM mengalami kesulitan untuk melakukan sinkronisasi antara Peraturan Pemerintah Pusat. Misalnya BKPM dan Kementrian Tenaga Kerja (Kemenaker) dengan  Pemerintah Daerah pada destinasi wisata dimana masih terdapat peraturan yang saling tumpang tindih.

Yang tak kalah penting adalah komitmen dan jaminan kepastian hukum dari Pemerintah terutama dari BKPM bagi kelangsungan usaha dan kegiatan operasionalnya yang dibangun oleh investor asing di bidang pariwisata. Tidak dapat dipungkiri bahwa rata-rata para wisatawan asing gemar minum  minuman beralkohol dan hal ini sangat terkait dengan bidang usaha Restoran, Bar, Café, Hotel dan Motel. Dan saat ini RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol telah masuk sebagai salah satu dari 49 Rancangan Undang-undang yang masuk di dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017 dan saat ini sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) (Hukumonline.com, “Baleg sepakati 49 RUU Prolegnas 2017, ini Daftarnya.” (11 Desember 2016). Bagaimana apabila tempat usaha investor asing yaitu hotel didemo oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab karena adanya minuman beralkohol? Tentunya diperlukan komitmen Pemerintah melalui BKPM sebagai tempat mengadu bagi investor asing yang mendapati kesulitan dalam kegiatan investasinya yang mana kegiatan tersebut telah diberikan persetujuan oleh BKPM. Diharapkan BKPM juga bisa menjadi jembatan sinkronisasi antar instansi dan kementrian terkait. Disini kelebihan bagi investor asing apabila melakukan investasi langsung di Indonesia dan bukan melalui Pasar Modal Indonesia, maka investor asing mendapatkan proteksi dari BKPM.

Kemudian, mempromosikan peluang investasi bagi sektor pariwisata tidak hanya bertujuan untuk menarik investasi asing. Dengan tidak hanya memberikan janji surga kepada para investor. asing namun Pemerintah juga sangat diharapkan untuk berperan besar dalam kegiatan promosi pariwisata Indonesia, khususnya untuk ketiga destinasi wisata di atas. Pemerintah harus memberlakukan sistem sinkronisasi antara peraturan Pemerintah Pusat dan peraturan Pemerintah Daerah. Untuk hal promosi wisata, Pemerintah dapat membuat sebuah kantor pusat informasi turis, lengkap dengan peta, info transportasi lokal dan cerita singkat di setiap destinasi wisata.

Kelangsungan investasi dan berusaha bagi investor asing di Indonesia patut diberikan kepastian hukumnya. Pengawalan BKPM untuk investor asing tidak hanya pada saat awal pendirian PT PMA saja tetapi juga menjadi tempat mengadu apabila investor asing mengalami kesulitan di dalam menjalankan usaha dan kegiatan operasionalnya di Indonesia. Sehingga peningkatan investasi asing di sektor pariwisata di Indonesia dapat  efektif nyatanya bagi kesejahteraan ekonomi rakyat Indonesia.

*) Maria Ardianingtyas, S.H., LL.M, Advokat  & Pemerhati Wisata Indonesia. Saat ini sedang berdomisili di kota Milan, Italia
 

Catatan Redaksi:

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline

 

Tags: