Pasca Tax Amnesty, Pemerintah Diminta Tegas Lakukan Law Enforcement
Berita

Pasca Tax Amnesty, Pemerintah Diminta Tegas Lakukan Law Enforcement

Jika tidak, maka akan menciderai rasa keadilan WP yang telah mengikuti tax amnesty.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Program amnesti pajak tahap II sudah berakhir. Kini masuk tahap III. Foto: RES
Program amnesti pajak tahap II sudah berakhir. Kini masuk tahap III. Foto: RES
Akhir Maret nanti, program pengampunan pajak atau yang biasa disebut dengan tax amnesty (TA)akan berakhir. Januari–Maret merupakan periode terakhir dari pengampunan pajak. Bagi yang merasa belum mengikuti program ini, masih punya waktu sebelum periode tiga ini berakhir.

Jika merujuk pada data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) YUstinus Prastowo menyampaikan bahwa penambahan basis data sebagai salah satu tujuan dari program pengampunan pajak belumlah signifikan.

Pada tahun 2015/2016 sebelum program pengampunan pajak diluncurkan, WP yang baru mendaftar dari periode Januari–Juni totalnya berjumlah 19.226, sedangkan pasca pengampunan pajak penambahan WP baru totalnya adalah 26.911. Angka ini menunjukkan bahwa tak ada kenaikan signifikan dari penambahan WP setelah adanya program TA. (Baca Juga: Ditjen Pajak Siap Panggil Google untuk Klarifikasi Data Penghasilan)

Padahal, lanjut Yustinus, idealnya penambahan tax base minimal 10 persen dari total jumlah WP saat ini yang berjumlah 28 juta. Artinya, harusnya ada 3 juta WP yang terdaftar pasca penyelenggaraan TA. Tetapi faktanya, angka tersebut masih jauh dari angka ideal.

“Memang belum optimal untuk tax base baru. Idealnya ada 5 juta peserta TA, dan penambahan WP baru harus diatas 3 juta,” kata Yustinus, Selasa (7/2), di Jakarta.

Minimnya penambahan basis pajak baru ini diduga oleh Yustinus disebabkan karena kurangnya koordinasi antara pihak terkait seperti Kemenkeu, Kemdagri, Kemenkop dan Pemda. Jika pemerintah ingin memaksimalkan pengampunan pajak untuk tax base, maka pemerintah harus menyasar kepada UMKM. (Baca Juga: Mau Membedah Aturan Tax Amnesty? Jasa Auditor Hukum Bisa Digunakan)

Sementara itu Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo mengatakan bahwa merujuk data dari DJP, peserta TA hingga saat ini berjumlah 15 persen WP dari total WP terdaftar. Jika program pengampunan pajak berakhir pada akhir Maret mendatang, Andreas mempertanyakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah terhadap 85 persen WP yang tidak mengikuti program TA.

Di sinilah letak keseriusan pemerintah untuk menegakkan law enforcement bagi WP yang menunggak pajak dan belum mengikuti TA. Jika pemerintah tidak mengambil langkah tegas, maka hal tersebut akan menciderai rasa keadilan bagi 15 WP yang mengikuti program TA.

“Artinya setelah 31 Maret, maka apa yang akan dilakukan DJP terhadap 85 persen WP yang tidak ikut TA? Kalau tidak ada, maka 15 persen yang ikut TA menjadi tidak adil. Pada akhirnya, bagaimana pemerintah bisa menegakkan law enforcement,” kata Andreas.

Untuk itu, Andreas menilai pemerintah harus melakukan terobosan untuk problema perpajakan di Indonesia. Pemerintah dalam hal ini DJP harus memahami letak potensi penerimaan pajak, dan ini menjadi langkah penting untuk sektor perpajakan pasca program pengampunan pajak.

Selain itu, Andreas juga meminta DJP untuk melakukan kajian atas penerimaan pajak tahun 2016 yang anomali. Jika total penerimaan pengampunan pajak di tahun 2016 dikeluarkan dari total penerimaan pajak tahun 2016, maka penerimaan pajak turun hingga mencapai 9 persen. Menurutnya, pertumbuhan alami sektor pajak adalah sesuai dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang seharusnya berada di kisaran 8 persen.

“Sektor manufaktur tumbuh enggak sampai 5 persen, tetapi pendapatan pajak tinggi dari sektor ini. Tetapi sektor industri jasa telekomunikasi yang berkembang pesat, koq pendapatan dari sektor ini tidak signifikan? Ini diminta penjelasan, kok anomali. Penerimaan pajak 2016 terkoresi turun,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait