Dewan Etik MK Perlu Dioptimalkan
Berita

Dewan Etik MK Perlu Dioptimalkan

Pengawasan terhadap hakim konstitusi layak dimasukan dalam agenda revisi UU MK.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi 9 tiang yang melambangkan jumlah hakim konstitusi. Ilustrator: BAS
Ilustrasi 9 tiang yang melambangkan jumlah hakim konstitusi. Ilustrator: BAS
Agar kasus-kasus pelanggaran etika oleh hakim konstitusi tidak terulang, peran Dewan Etik perlu dioptimalkan di masa mendatang. Hakim konstitusi harus diawasi karena meskipun mereka ‘negarawan’, kasus Patrialis Akbar dan M. Akil Mochtar membuktikan kenegarawanan para hakim bisa tercederai oleh pelanggaran etika dan hukum.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Saldi Isra, mengatakan Mahkamah Konstitusi, lewat putusan, telah menolak pengawasan oleh Komisi Yudisial. Oleh karena itu, perlu dikuatkan pengawasan dalam bentuk lain, yaitu oleh sebuah Dewan Etik. Cuma, selama ini Saldi merasa peran Dewan Etik belum optimal. (Baca juga: Mekanisme Pemberhentian Hakim Konstitusi).

Saldi mencatat beberapa kali Dewan Etik melakukan pengawasan terhadap hakim MK sampai menerbitkan peringatan tertulis kepada hakim yang ditengarai melakukan pelanggaran. Namun, kerja-kerja pengawasan yang dilakukan itu tidak sesuai harapan. Menurutnya, Dewan Etik layak dibenahi agar mampu menjalankan fungsinya dengan baik.

Menurut Saldi posisi Dewan Etik harusnya tidak berada di MK. Lokasi Sekretariat Dewan Etik mestinya terpisah, memiliki anggaran sendiri dan staf yang mendukung. Dalam perkara yang menjerat hakim MK, Patrialis Akbar, Saldi menyebut Dewan Etik mengklaim sudah berulang kali mengingatkan yang bersangkutan sebelum akhirnya terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK. (Baca juga: Patrialis Akbar Akui Teledor Bocorkan Draf Putusan MK).

Sayangnya, peringatan Dewan Etik itu tidak sampai ke publik. Padahal masyarakat layak mengetahui persoalan tersebut sehingga peringatan itu menjadi peringatan dini (early warning) bagi hakim bersangkutan.Saldi melihat pengawasan yang dilakukan selama ini tidak diketahui publik. Pengawasan itu seolah hanya hubungan yang terbatas antara Dewan Etik dan hakim konstitusi.

Saldi mendukung jika pengawasan itu masuk dalam agenda revisi UU No.24 Tahun 2003 tentang MK. “Saya setuju pengawasan itu. Masih sangat mungkin bagi Dewan Etik untuk melakukan tugas pengawasan, tapi tentunya harus dilakukan perbaikan agar pengawasan lebih optimal,” katanya dalam seminar di Jakarta, Rabu (08/2) kemarin.

Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, mengatakan revisi UU MK masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2017. Revisi itu merupakan inisiasi pemerintah. Saat ini DPR menunggu naskah akademik RUU MK. (Baca juga: Poin Ini yang Perlu Direvisi dalam UU Mahkamah Konstitusi).

Soal pengawasan terhadap MK, Arsul mengatakan tugas itu bisa dilakukan oleh Dewan Etik MK. Namun, perlu dilakukan pembenahan terhadap Dewan Etik. Dia mengusulkan sekretariat Dewan Etik berada di KY. Untuk komposisi anggota Dewan Etik, bisa saja ke depan ada perwakilan dari KY.

Selain itu dalam revisi UU MK, Arsul berpendapat perlu ketentuan yang mengatur jika ada perkara yang bersinggungan langsung dengan kepentingan MK. Misalnya, ada permohonan yang menguji UU MK, harus diatur apakah MK bisa memproses perkara itu atau dicari alternatif lain. Begitu pula jika ada pengujian UU lainnya yang berkaitan dengan lembaga peradilan. “Prinsipnya kan hakim tidak boleh mengadili perkaranya sendiri,” paparnya.

Ketua Kode Inisiatif, Veri Junaidi, mengusulkan agar perbaikan tidak hanya menyasar pada pengawasan tapi juga rekrutmen hakim MK dan hukum acara seperti kehadiran hakim dan proses pengambilan keputusan. “Pengawasan terhadap MK juga perlu melibatkan publik,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait