Mau Dirikan Perusahaan Angkutan Laut? Ini Ketentuan Hukumnya
Problem Hukum Transportasi Laut

Mau Dirikan Perusahaan Angkutan Laut? Ini Ketentuan Hukumnya

Pembuatan perusahaan transportasi laut sama dengan membuat perusahan lainnya. Hanya saja, dalam pembuatan perusahaan transprtasi laut harus mendapatkan izin usaha dari Kementerian Perhubungan yang disebut Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: RES
Foto ilustrasi: RES
Indonesia merupakan Negara yang tengah berkembang. Sebagai bangsa yang didominasi lautan, sudah sepatutnya perekonomian tak hanya bertumpu pada sektor daratan. Dengan memiliki ribuan pulau, transportasi laut menjadi salah satu alternatif untuk menjangkau pulau demi pulau.  

Sudah pasti dengan biaya yang relatif terjangkau oleh masyarakat Indonesia, transportasi laut tak jarang menjadi pilihan utama. Prospek bisnis di industri kapal laut pun bisa menjadi pilihan. Lantas, bagaimana cara mendirikan perusahaan transportasi laut menurut peraturan yang ada?

Direktur Pengembangan Bisnis Easybiz, Leo Faraytody, menjelaskan bagaimana dan apa saja syarat yang diperlukan ketika ingin mendirikan tranportasi laut. Dijelaskan Leo, perusahaan angkutan laut merupakan perusahaan angkutan laut yang berbadan hukum dan melakukan kegiatan angkutan laut di dalam wilayah perairan Indonesia dari dan ke pelabuhan di luar negeri. (Baca Juga: VDR dan Buku Harian Kapal Laut, ‘Kotak Hitam’ Saat Kecelakaan)

“Bagi perusahaan angkutan laut yang dibuat berdasarkan hukum Indonesia, maka disebut sebagai perusahaan angkutan laut nasional. Dan ada syarat- syarat yang harus dipenuhi dan tidak sembarangan,” ujar Leo.
Hukumonline.com

Pada dasaranya, pembuatan perusahaan transportasi laut sama dengan membuat perusahan lainnya. Hanya saja, kata Leo, dalam pembuatan perusahaan transprtasi laut harus mendapatkan izin usaha dari Kementerian Perhubungan yang disebut Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL).

Hal tersebut diatur di dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 93 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut (“Permenhub PM 93/2013”), angkutan laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut. (Baca Juga: Mengenal Pengadilan Profesi Para Pelaut)

Leo memaparkan, secara umum yang harus dipersiapkan untuk dapat mendirikan sebuah perusahaan angkutan laut nasional adalah: Pertama, mendirikan perusahan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, dalam hal ini bisa berupa PT atau Koperasi dengan dokumen-dokumen pendukung.

“Dokumen yang perlu disiapkan seperti biasanya berupa akta pendirian perusahaan yang didalamnya menyebutkan bidang usaha pengangkutan laut, Surat Keputusan dari Kementerian Hukum dan HAM sebagai pengesahan badan hukum, Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP), dan   Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan,” ujar Leo.

Kedua, memiliki modal dasar perusahaan minimal Rp50M dan modal disetor minimal Rp12.5M. “Dalam hal ini modal yang diserahkan cukup besar, sehingga tidak semua pihak yang bisa mendirikan perushaan transportasi laut. Karena modalnya pun yang dibutuhkan sangat besar,” ungkapnya. (Baca Juga: Memahami Hak Konsumen dalam Kecelakaan Transportasi Laut)

Ketiga, kapal berbendera Indonesia, yaitu kapal yang didaftarkan dalam daftar kapal Indonesia dan mendapat sertifikat pendaftaran kapal dan salinan spesifikasi kapal yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. Dalam hal ini kapal bisa berupa kapal motor berbendera Indonesia yang laik laut dengan ukuran paling kecil GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage);  

Kapal tunda berbendera Indonesia yang laik laut dengan daya motor penggerak paling kecil 150 TK (seratus lima puluh Tenaga Kuda) dengan tongkang berukuran paling kecil GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage); Kapal tunda berbendera Indonesia yang laik laut dengan ukuran paling kecil GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage); Tongkang bermesin berbendera Indonesia yang laik laut dengan ukuran paling kecil GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage); dan khusus untuk perusahaan patungan (joint venture) PMA, berupa kapal berbendera Indonesia dengan ukuran paling kecil 5.000 GT (lima ribu Gross Tonnage).

Tak kalah penting juga, ungkap Leo, Sertifikat keselamatan dan keamanan kapal, Sertifikat klas dari badan sertifikasi yang diakui Pemerintah, dalam hal ini PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) atau badan klasifikasi asing yang merupakan anggota International Association of Classification Society (IACS) yang memiliki kantor cabang Indonesia dan tenaga surveyor berkewarganegaraan Indonesia dan   Surat Ukur Internasional dan Ship Particulars.

Selanjutnya, daftar awak kapal (crew list) berkewarganegaraan Indonesia, yang juga mencakup tenaga ahli yaitu tenaga ahli di bidang ketatalaksanaan angkutan laut dan kepelabuhan, nautika (minimal ANT III); danc.    teknika (minimal ATT III) pelayaran niaga. Kemudian   mendapat rekomendasi dari pejabat fungsi keselamatan pelayaran pada kantor UPT Pelabuhan setempat (Kanpel/Adpel).

Dan tak kalah penting membuat SIUPAL (Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut) dan terakhir membuat laporan rencana pengoperasian kapal pada trayek tetap dan teratur angkutan laut kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian,” ujar Leo.

Menurut Leo, apabila semua ketentuan dan persyaratan tersebut sudah dipenuhi oleh perushaan angkutan laut seharusnya tidak ada lagi kecelakaan yang terjadi karena kesalahan teknis. “Persyaratannya lumayan ketat dan membutuhkan modal yang cukup besar. Sehingga memang harus bersungguh-sungguh. Sehingga apabila perusahaan tersebut benar mengikuti persyaratan yang ada seharusnya tidak terjadi kecelakaan yang bersifat teknis seperti yang terjadi di awal tahun 2017 ini,” ucap Leo.

Tags:

Berita Terkait