Pengusaha Ini Didakwa Menyuap Pejabat Pajak Sebesar Rp 1,998 Miliar
Berita

Pengusaha Ini Didakwa Menyuap Pejabat Pajak Sebesar Rp 1,998 Miliar

Terhadap dakwaan itu Rajamamohan tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi).

Oleh:
ANT/ASH
Bacaan 2 Menit
Presdir PT EK Prima anak usaha PT Lulu Group Internasional, Rajesh Rajamohanan Nair (RRN) usai menjalani pemeriksaan, di Gedung KPK, Jakarta. Foto : RES
Presdir PT EK Prima anak usaha PT Lulu Group Internasional, Rajesh Rajamohanan Nair (RRN) usai menjalani pemeriksaan, di Gedung KPK, Jakarta. Foto : RES
Country Director PT EK Prima Ekspor Ramapanicker Rajamohanan Nair didakwa menyuap Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Ditjen Pajak Handang Soekarno sebesar 148.500 dolar AS atau setara dengan Rp 1,998 miliar terkait permasalahan pajak perusahaan itu.

“Terdakwa Ramapanicker Rajamohanan Nair selaku Country Director PT EK memberi uang tunai 148.500 dolar AS dari yang dijanjikan sebesar Rp6 miliar kepada pejabat penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) pada Ditjen Pajak agar Handang mempercepat penyelesaian permasalahan pajak yang dihadapi PT EK,” kata jaksa penuntut umum KPK Ali Fikri dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (13/2).

Permasalahan pajak itu terkait pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) periode Januari 2012-Desember 2014 dengan jumlah Rp3,53 miliar, Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai (STP PPN), Penolakan Pengampunan Pajak (tax amnesty), Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA Enam) Kalibata dan Kanwil Dirjen Pajak (DJP) Jakarta Khusus.

KPP PMA Enam meminta PT EK melunasi utang PPN atas pembelian kacang mete gelondong pada 2014 sebesar Rp36,876 miliar dan pada 2015 sebesar Rp22,4 miliar. Namun Rajamohanan mengirimkan surat keberatan pada 30 Juni 2016 atas kewajiban tersebut. (Baca Juga : Antara Pertemuan Ken, Tax Amnesty, dan Kewenangan Penanganan Pajak PT EK Prima)

Kepala KPP PMA Enam Johnny Sirait menyarankan PT EK mengikuti program pengampunan pajak (Tax Amnesty), namun sampai batas yang ditentukan PT EK tidak mengajukan TA. Pemeriksa Pajak KPP PMA Enam pun menyimpulkan menolak untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) karena adanya instruksi Johnny Sirait bahwa transaksi PT EK tidak dapat diyakini kebenarannya sehingga akan merugikan keuangan negara.

Saat berupaya mengajukan TA, PT EK ditolak karena punya tunggakan pajak dalam STP PPN masa pajak Desember 2014 sebesar Rp52,364 miliar dan Desember 2014 sebesar Rp26,44 miliar. Johny pun memerintahkan pemeriksaan bukper tindak pidana perpajakan atas nama PT Eka tahun pajak 2012-2014 karena adanya dugaan ekspor yang tidak benar dan penyalahgunaan faktur fiktif.

Pada 20 September 2016 atas nama Kepala Kantor KPP PMA Enam mengeluarkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) kepada PT EK karena ada dugaan perusahaan itu tidak mempergunakan PKP sesuai ketentuan sehingga ada indikasi restitusi yang diajukan juga tidak sebagaimana mestinya.

Rajamohanan kemudian bertemu Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv pada 21 September 2016 dan menyampaikan permohonan pembatalan STP PPN kepada Dirjen Pajak. Lalu, pada 22 September, Haniv bertemu dengan Handang Soekarno menyampaikan keinginan seorang pihak swasta yaitu Direktur Produksi PT Rakabu Sejahtera Arif Budi Sulistyo untuk dipertemukan dengan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi, sehingga Arif dan Ken bertemu pada 23 September di lantai 5 gedung Dirjen Pajak.

Namun karena Haniv tidak dapat menyelesaikan masalah PT EK di Kanwil DJP Jakarta Khusus, seorang pihak swasta Direktur Utama PT Bangun Bejana Baja, Rudy Prijambodo Musdiono memberi saran agar Rajamohanan menemui Handang yang jabatannya lebih tinggi di Ditjen Pajak untuk meminta bantuan menyelesaikan persoalan STP.

Rajamohanan meminta bantuan Arif terkait penyelesaian masalah pajak PT EK dengan mengirimkan dokumen-dokumen tersebut melalui whats app yang diteruskan Arif ke Handang. Atas permintaan itu Handang menyanggupi dengan mengatakan “Siap bpk, bsk pagi saya menghadap beliau bpk. Segera sy khabari bpk.”

Pada 4 Oktober 2016, atas arahan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi, Muhammad Haniv memerintahkan Jhonny Sirait membatalkan surat pencabutan pengukuhan PKP PT EK, sehingga KPP PMA Enam mengeluarkan surat tersebut. (Baca Juga : Dirjen Pajak Ken Usai Diperiksa KPK)

Pada 5 Oktober Rajamohanan lalu menemui Handang dan meminta tolong permasalahan PT EK lainnya. Atas permasalahan tersebut, Handang menyarankan agar Rajamohanan menyelesaikan STP lebih dulu. Handang pun diminta untuk mempercepat penyelesaian STP itu.

Handang pun meminta kepada Kepala Bidang Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyelidikan (Kabid P2IP) Kanwil DJP Jakarta Khusus, Wahono Saputro untuk membantu penyelesaian masalah PT EK dengan membuat pertemuan pada 20 Oktober 2016 diantara Rajamohanan, Wahono dan Handang di Nippon Khan Hotel Sultan.

Tapi Wahono meminta agar Handang dulu yang mengurusnya dengan menyampaikan "Mohan melalui situ saja Boss, nanti kalo sdh mau selesai baru ketemu saya Boss, Tks.” Wahono juga menginformasikan bahwa permasalahan pajak Rajamohanan sudah disampaikan Arief Budi Sulistyo kepada Haniv.

Akhirnya pertemuan di restoran Nippon Khan terjadi antara Rajamohanan, Chief Accounting PT EK Siswanto dan Handang. “Dalam pertemuan tersebut terdakwa menjanjikan akan memberikan uang dengan jumlah 10 persen dari total nilai STP PPN senilai Rp52,36 miliar, dan setelah negosiasi disepakati uang yang diberikan oleh terdakwa kepada Handang dibulatkan menjadi Rp6 miliar,” kata jaksa Ali Fikri. (Baca Juga : Urus Surat Tagihan Pajak, Fee Tersangka Pejabat Pajak Ini 10 Persen)  

Uang Rp6 miliar itu sudah termasuk untuk Muhammad Haniv. Haniv pun lantas mengeluarkan surat Pembatalan Tagihan Pajak untuk masa pajak Desember 2014 dan masa pajak Desember 2015 atas nama PT EK yang mana kedua surat keputusan tersebut diterima Terdakwa pada tanggal 7 November 2016.

Pada 14 November, Rajamohanan dan Siswanto menemui Handang di lantai 13 gedung Dirjen Pajak untuk menyerahkan keputusan SPT PPN yang sudah dinihilkan dan menanyakan perkembangan bukper sedangkan surat keberatan tidak dapat diproses karena PT Eka akan mengikuti TA.

Mengenai commitment fee diserahkan secara bertahap. Tahap pertama sebesar Rp1,998 miliar yang ditukar menjadi 148.500 dolar AS. Handang datang langsung ke rumah Rajamohanan di Springhill Golf Residence Kemayoran pada 21 November 2016 pukul 20.00 WIB. Tidak lama kemudian petugas KPK mengamankan keduanya dan barang bukti.

Atas perbuatan itu, Rajamohanan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf atau huruf b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal itu mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Terhadap dakwaan itu Rajamamohan tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi) sehingga pada 20 Februari dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi.
Tags:

Berita Terkait