Ketua MK Turut Diperiksa KPK Terkait Uji UU Peternakan
Berita

Ketua MK Turut Diperiksa KPK Terkait Uji UU Peternakan

Selain Ketua MK, KPK juga memeriksa tiga Hakim MK yakni Aswanto, Suhartoyo, dan Maria Farida Indrati, serta Sekjen MK Guntur Hamzah.

Oleh:
ANT/ASH
Bacaan 2 Menit
Jubir KPK Febri Diansyah. Foto: RES
Jubir KPK Febri Diansyah. Foto: RES
KPK memeriksa Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi (suap) untuk tersangka Ng Fenny yang melibatkan Hakim Konstitusi Nonaktiif Patrialis Akbar terkait putusan uji materi UU No. 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

“Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Ng Fenny," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.

Selain memeriksa Ketua MK, KPK juga memeriksa tiga Hakim MK yakni Aswanto, Suhartoyo, dan Maria Farida Indrati juga sebagai saksi untuk tersangka Ng Fenny. “KPK juga memanggil Sekjen MK M Guntur Hamzah dan Panitera Pengganti Ery Satria Pamungkas sebagai saksi untuk tersangka Ng Fenny,” kata Febri.

Sebelumnya, KPK menyatakan draft putusan uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan yang ditemukan penyidik KPK dari tangan orang dekat Patrialis, Kamaludin, sama dengan putusan yang dibacakan MK pada Selasa (7/2). Namun, KPK masih terus mendalami pihak yang sebenarnya membocorkan draft putusan MK tersebut. (Baca Juga : ‘Draft’ Temuan KPK Sama Seperti Putusan MK)

Pada 7 Februari 2017, MK membacakan putusan uji materi Perkara No. 129/PUU-XIII/2015 tentang pengujian UU Peternakan dan Kesehatan Hewan yang dimohonkan Teguh Boediyana Dkk. Putusannya mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian. Dalam putusannya, Mahkamah menyatakan Pasal 36E ayat (1) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan inkonstitusional bersyarat sepanjang dimaknai pemasukan hewan ternak atau produk hewan dari suatu negara harus dalam keadaan mendesak.

“Menyatakan Pasal 36 E ayat (1) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana pertimbangan Mahkamah dalam putusan ini. Menolak permohonan Para Pemohon untuk selain dan selebihnya,” ucap Ketua Majelis MK, Arief Hidayat saat membacakan amar putusan bernomor No. 129/PUU-XIII/2015 di Gedung MK Jakarta, Selasa (7/2) lalu.

Untuk diketahui, pengujian UU Peternakan dan Kesehatan Hewan ini dimohonkan 6 pemohon yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Rachmat Pambudi, Mutowif dan Dedi Setiadi. Mereka khawatir pemberlakuan zona based di Indonesia mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang merugikan usaha peternakan sapi lokal, tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini dinikmati.

Menurutnya, dengan sistem zone based ini memungkinkan importasi daging dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk zona merah (berbahaya) yang hewan ternaknya tidak terbebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), seperti sapi dari India. Aturan ini berbeda dengan UU sebelumnya dengan sistem country based yang hanya membuka impor hewan ternak dari negara-negara yang terbebas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru.

Australia adalah salah satu negara asal sapi impor dari PT Sumber Laut Perkasa dimana Direktur Utama perusahaan ini, Basuki Hariman diduga memberi suap kepada Hakim Konstitusi Nonaktif Patrialis Akbar agar mengabulkan pengujian UU tersebut. Namun, Ketua MK Arief Hidayat sebelumnya menegaskan isi putusan ini tidak ada pengaruh sedikitpun dari tindakan Patrialis Akbar yang diduga menerima suap dari Basuki Hariman. (Baca Juga : Ketua MK Yakin Patrialis Bertindak Sendiri)

Dalam perkara ini, Patrialis diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman.

Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tags:

Berita Terkait