Sanksi Hukum Jika Menulis Kata-Kata Kasar untuk Pemerintah di Medsos
Berita

Sanksi Hukum Jika Menulis Kata-Kata Kasar untuk Pemerintah di Medsos

Pasal 27 ayat (3) UU ITE masuk dalam kategori penghinaan. Sedangkan ketentuan khusus mengenai penghinaan terhadap pemerintah ada di KUHP.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Sanksi Hukum Jika Menulis Kata-Kata Kasar untuk Pemerintah di Medsos
Hukumonline
Apakah Anda sering melihat teman atau orang lain kerap menuliskan kata-kata kasar di media sosial (Medsos) yang ditujukan kepada Pemerintah? Jika iya, hati-hati bagi pelaku yang menulis tersebut, karena ada ancaman pidana yang menghantuinya apabila menuliskan kata-kata kasar kepada Pemerintah di Medsos.

Sebagaimana dilansir dari Klinik Hukumonline, pelaku yang menulis kata-kata kasar di Medsos bisa dikategorikan sebagai sebuah penghinaan. Pasal yang bisa dijerat adalah Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Pasal itu berbunyi, “setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik dapat dipidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp750 juta”. Ketentuan ini merupakan delik aduan.

Namun, Pasal 27 ayat (3) UU ITE tersebut tidak mengatur khusus mengenai penghinaan terhadap Pemerintah. Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengacu pada ketentuan penghinaan atau pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Sedangkan penghinaan terhadap Pemerintah, ada beberapa pasal yang bisa dijerat kepada pelakunya. (Baca Juga: Pro dan Kontra Arah Kebijakan UU ITE Baru)

Misalnya, Pasal 207 KUHP. Pasal itu berbunyi, “barang siapa dengan sengaja di muka umum, dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan yang ada di negara Indonesia atau majelis umum yang ada di sana, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4500”.

Dalam bukunya berjudul “Kita Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal”, R Soesilo menjelaskan bahwa pasal ini menjamin alat-alat kekuasaan negara supaya tetap dihormati. Tiap-tiap penghinaan terhadap alat-alat tersebut dihukum menurut pasal ini. (Baca Juga: Hina Presiden di Media Sosial, Ongen Dijerat UU Pornografi)

Menurut Soesilo, menghina dengan lisan atau tulisan sama dengan menyerang nama baik dan kehormatan dengan kata-kata atau tulisan. Penghinaan tersebut dapat dihukum apabila dilakukan dengan sengaja di muka umum, jika dilakukan dengan tulisan, misalnya dengan surat kabar, majalah, pamflet dan lain-lain harus dibaca oleh khalayak ramai.

Soesilo menambahkan, bahwa obyek-obyek yang dihina itu adalah sesuatu kekuasaan (badan kekuasaan pemerintah) seperti: Gubernur,Residen, Polisi, Bupati, Camat dan sebagainya atau majelis umum (Parlemen, DPR dan sebagainya). Penghinaan tersebut bukan mengenai orangnya. Jika yang dihina itu orangnya sebagai pegawai negeri yang sedang melakukan kewajiban yang sah, maka pelaku dikenakan Pasal 316 KUHP.

Pasal 316 KUHP berbunyi, “pidana yang ditentukan dalam pasal-pasal sebelumnya dalam bab ini, dapat ditambah dengan sepertiga jika yang dihina adalah seorang pejabat pada waktu atau karena menjalankan tugasnya yang sah”.

Apabila penghinaan tersebut dilakukan dengan cara mempertontonkan atau dengan menempelkan tulisan atau gambar yang isinya penghinaan terhadap pemerintah, maka pelakunya akan diancam pidana dengan Pasal 208 ayat (1) KUHP. (Baca Juga: 4 Kasus Penghinaan Terhadap Presiden yang Diproses Hukum)

Pasal itu berbunyi, “barang siapa menyiapkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan atau gambar yang isinya penghinaan bagi sesuatu kekuasaan yang ada di negara Indonesia atau bagi sesuatu majelis umum yang ada di sana, dengan niat supaya isi yang menghina itu diketahui oleh orang banyak atau lebih diketahui oleh orang banyak, dihukum penjara paling lama 4 bulan atau denda sebanyak Rp4500”.

Dalam bukunya halaman 165, Soesilo menjelaskan bahwa pasal ini merupakan delik penyebaran dari kejahatan dalam Pasal 207 KUHP. Pihak yang dihukum menurut pasal ini adalah orang yang menyiarkan, mempertontonkan tulisan atau gambar (siapapun yang membuatnya) yang berisi penghinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 KUHP dengan maksud supaya penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh banyak orang.
Tags:

Berita Terkait