Perlunya PP Mekanisme Teknis Pelaksanaan AYDA demi Keamanan Praktik Perbankan di Indonesia
Kolom:

Perlunya PP Mekanisme Teknis Pelaksanaan AYDA demi Keamanan Praktik Perbankan di Indonesia

Perlunya pengaturan jelas mengenai ini karena kerap sekali terdapat perlawanan baik itu partij verzet, derden vervet maupun gugatan perdata pada pengadilan negeri setempat terhadap proses-proses eksekusi agunan yang dilakukan oleh bank.

Bacaan 2 Menit
Dianyndra K Hardy. Foto: Istimewa
Dianyndra K Hardy. Foto: Istimewa
Permasalahan Non-Performing Loan di Indonesia
Memperhatikan kondisi non-performing loan (NPL) di Indonesia sebagaimana telah dikeluarkan oleh Lembaga pemeringkat International Standard & Poor’s (S&P) pada bulan Oktober tahun 2016 lalu, maka dapat dikatakan keadaan perbankan di Indonesia tidak terlalu baik terutama terkait dengan NPL. Hal ini bahkan dalam beberapa media online S&P mengatakan kesulitannya untuk memberikan kenaikan peringkat investment grade untuk Indonesia.

Keadaan NPL Gross yang tidak begitu baik tersebut dapat dihubungkan dengan teknis bidang usaha perbankan dalam memberikan kredit kepada nasabah. Oleh karena itu, teknis-teknis yang dapat mempecepat proses pencairan atas NPL seharusnya dilakukam oleh Pemerintah sebagai antisipasi melunjaknya jumlah NPL di Indonesia.

Namun, dewasa ini terdapat beberapa permasalahan dalam melakukan penyelesaian NPL. Proses eksekusi agunan baik bergerak maupun tidak kerap pada pratiknya menjadi permasalahan hukum yang menghambat liquiditas dari agunan tersebut. Apabila proses pencairan dari agunan tersebut terganggu maka terganggu pula kondisi keuangan dari suatu bank.

Pengertian Agunan yang Diambil Alih
Terdapat suatu mekanisme yang dapat mempermudah  dilakukannya pencairan atas agunan yaitu mekanisme Agunan yang Diambil Alih (AYDA). AYDA adalah proses penyerahan agunan kepada pemegang jaminan kebendaan baik melalui (i) lelang, (ii) di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela atau (iii) di luar pelelangan dengan kuasa menjual di luar pelelangan. Hal tersebut dilakukan dalam hal debitor tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dan dilakukan untuk membantu pelunasan utang dengan segera mencairkan (menjual) agunan tersebut.

Sebagai induk dari peraturan-peraturan tersebut di atas UU Perbankan pada Pasal 12A ayat (1) UU Perbankan telah mengatur bahwa Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.

Secara teknis AYDA telah diatur pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia No.9/9/PBI/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No.8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

Perlunya Peraturan Pemerintah tentang AYDA
Perlu di pahami bahwa pada Pasal 12A UU Perbankan telah menjelaskan bahwa setiap aset yang dibeli oleh bank wajib dicairkan secepat-cepatnya dan tata cara pembelian agunan dan pencairannya di atur dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini menunjukan bahwa UU Perbankan mengamanatkan bahwa tata cara dan pencairan AYDA diatur lebih lanjut di Peraturan Pemerintah yang hingga pada saat ini belum dikeluarkan oleh Pemerintah.

Perlunya pengaturan jelas mengenai ini karena kerap sekali terdapat perlawanan baik itu partij verzet, derden vervet maupun gugatan perdata pada pengadilan negeri setempat terhadap proses-proses eksekusi agunan yang dilakukan oleh bank. Hal tersebut dapat (namun tidak pasti) menghambat proses eksekusi dari agunan dan memberikan ketakutan perbankan untuk melakukan eksekusi agunan.

Pelaksanaan AYDA di lapangan kerap mengalami permasalahan karena tata cara dan proses pencairan yang diamanatkan oleh UU Perbankan belum ada. Adapun permasalahan-permasalahan pelaksanaan AYDA di lapangan adalah termasuk namun tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut:

Terkait Jangka Waktu Penjualan Agunan
Pada dasarnya bank melakukan pembelian agunan adalah untuk menjualnya kembali sehingga dapat melakukan penyelesaian hutang debitor. Penjelasan Pasal 12A ayat (1) UU Perbankan menjelaskan bahwa Pembelian agunan oleh bank melalui pelelangan dimaksudkan untuk membantu bank agar dapat mempercepat penyelesaian kewajiban Nasabah Debiturnya.

Dalam hal bank sebagai pembeli agunan Nasabah Debiturnya, status bank adalah sama dengan pembeli bukan bank lainnya. Bank dimungkinkan membeli agunan di luar pelelangan dimaksudkan agar dapat mempercepat penyelesaian kewajiban Nasabah Debiturnya. Hal ini juga diatur pada Pasal 6 huruf k UU Perbankan yang mengatur bahwa membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi  kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.

Sampai dengan sekarang tidak ada peraturan tegas mengenai target jangka waktu penjualan agunan melalui AYDA. Pada saat ini banyak agunan yang berhenti proses penjualannya oleh bank sampai dengan 3 (tiga) tahun sehingga agunan tersebut tidak kunjung dapat dicairkan. Pada Peraturan Pemerintah seharusnya segera melakukan pengaturan mengenai jangka waktu penjualan dan mekanisme apabila penjualan tersebut tidak dapat dilakukan oleh bank.

Pasal 78 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No.27 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan  Lelang (PMK 27/2016) mengatur bahwa bank sebagai kreditor dapat membeli agunannya melalui lelang dengan ketentuan menyampaikan surat pernyataan dalam bentuk akta notaris bahwa pembelian tersebut dilakukan untuk pihak lain yang akan ditunjuk kemdian dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal pelaksanaan lelang.

Selanjutnya, pada Pasal 78 ayat (2) PMK 27/2016 mengatur bahwa apabila jangka waktu tersebut telah dilampaui maka bank ditetapkan sebagai pembeli. Penetapan ini masih menuai kontroversi di lapangan yang akan dibahas pada pembahasan pemilikan agunan oleh Bank.

Ada permasalahan yang sebenarnya yaitu berapa lama jangka waktu untuk pemilikan barang tersebut. Hingga saat ini, tidak terdapat pengaturan jelas mengenai hal tersebut. Bahkan peraturan perundang-undangan tidak mengatur mengenai jangka waktu pemilikan agunan dalam proses AYDA yang dilakukan dengan penjualan di luar lelang.

Pemilikan Agunan oleh Bank
Pada Paragraf ketiga Penjelasan Pasal 12A UU Perbankan mengatakan bahwa bank tidak diperbolehkan memiliki agunan yang dibelinya dan secepat-cepatnya harus dijual kembali agar hasil penjualan agunan dapat segera dimanfaatkan oleh bank. Oleh karena itu, secara praktik aset-aset yang dimiliki oleh bank memiliki status sebagai aset non-operasional.

Walaupun pada Pasal 28 PMK 27/2016 sebagaimana diulas di atas mengatakan bahwa bank dianggap sebagai pembeli dari barang agunan apabila tidak mendapatkan pembeli atas agunan tersebut, namun tidak terdapat ketegasan mengenai bank pemerintah atau swasta yang dapat memiliki agunan tersebut. Dalam praktik di lapangan bank swasta diduga melakukan pemilikan atas tanah melalui mekanisme AYDA. Mohon untuk dapat dipahami bahwa hal ini dapat bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 Tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik atas Tanah (PP 38/1963).

Lebih lanjut, Pasal 110 Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Permenag 3/1997) memiliki semangat yang seragam dengan UU Perbankan dan PP 38/1963 yang mengatur bahwa bank pemerintah (disini lebih tegas karena tidak menyebut bank swasta) dapat mendaftarkan secara langsung nama pembeli akhir yang ditunjuk bank tersebut. Lalu, pada Pasal 110 ayat (3) Permenag 3/1997 juga mengatur bahwa proses balik nama karena bank sudah dianggap pembeli harus dilakukan dengan proses penandatanganan akta jual-beli antara bank yang ditetapkan sebagai pembeli dengan pembeli dikemudian hari. Hal ini menunjukan bahwa dalam hal ini Pemenag 3/1997 juga memiliki semangat yang sama untuk melakukan pencairan terhadap agunan yang diambil alih.

Terkait dengan pemilikan agunan oleh bank masih terdapat permasalahan berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang No.4 Tahun 1996 Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah yang pada pokoknya mengatur bahwa janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki objek hak tanggungan apabila debitor cidera janji.

Permasalahan mengenai pemilikan agunan oleh bank ini juga kerap menjadi dasar gugatan, derden verzet maupun partij verzet pada pengadilan negeri setempat sebagai upaya debitor untuk melakukan pencegahan eksekusi pengosongan atau penyerahan agunan. Mohon untuk dapat dicatat bahwa pada pratiknya pelaksanaan eksekusi adalah keputusan dari masing-masing Ketua Pengadilan Negeri sehingga kerap terjadi permasalahan dari sisi pelaksanaan eksekusi serta jangka waktu pelaksanaan eksekusi.

Mekanisme Pencairan Hasil AYDA
Tidak ada pengaturan jelas mengenai mekanisme pembagian kelebihan hasil penjualan barang agunan yang telah dilakukan oleh bank. Dalam hal ini Peraturan Pemerintah harus dengan jelas memberikan pengaturan mengenai fungsi pengawasan dari pengembalian hasil penjualan agunan apabila hasil tersebut melebihi total piutang dari bank.

Tidak adanya pengawasan ini berbahaya bagi keadaan bisnis di Indonesia karena dalam hal bank mengincar margin keuntungan dari penjualan barang agunan di luar kegiatan perbankan maka seharusnya hal tersebut tidak dimungkinkan karena hal tersebut bukan kegiatan perbankan sebagaimana diamanatkan oleh UU Perbankan. Pengaturan ini berfungsi untuk menyelamatkan bank dari persoalan-persoalan penggelapan hasil penjualan agunan dari debitor yang dirugikan.

*) Dianyndra K Hardy, S.H. Penulis adalah Legal Consultant at Suhardi Somomoeljono & Associates.
Tags: