Dilema Perbankan Syariah Kelola Dana Wakaf
Berita

Dilema Perbankan Syariah Kelola Dana Wakaf

Lantaran dalam UU tentang Wakaf disebutkan pengadministrasian, pengelolaan dan pengembangan wakaf merupakan tugas Nazhir. Sedangkan bank syariah tidak termasuk sebagai Nazhir.

Oleh:
FAT/ANT
Bacaan 2 Menit
Dilema Perbankan Syariah Kelola Dana Wakaf
Hukumonline
Pemanfaatan potensi dana wakaf agar dapat dikembangkan melalui proyek produktif untuk memperkuat keuangan syariah dan perekonomian nasional dinilai masih terganjal aturan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Terlebih berkaitan kedudukan bank syariah dalam UU tersebut.

"Mengoptimalkan potensi wakaf dan menjadikannya produktif perlu dana. Ini yang kami harapkan bisa dijembatani perbankan syariah. Tetapi sekarang masih terganjal UU, sehingga menuntut kreativitas dari lembaga keuangan syariah," kata Direktur Penelitian, Pengembangan, Pengaturan, dan Perizinan Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Deden Firman Hendarsyah sebagaimana dikutip dari Antara, Senin (20/2) malam.

Deden mengatakan, regulasi yang ada saat ini hanya memungkinkan lembaga keuangan syariah berperan sebagai perantara dana wakaf. Pengadministrasian, pengelolaan, dan pengembangan wakaf merupakan tugas dari Nazhir atau pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif.

Hal ini sejalan dengan UU tentang Wakaf yang mengatur bahwa pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya adalah Nazhir. Namun persoalannya, bank syariah tidak termasuk sebagai Nazhir. (Baca Juga: Potensi Bank Wakaf di Sektor Jasa Keuangan)

Padahal, kata Deden, ada keunggulan yang dapat diperoleh apabila bank syariah menjadi Nazhir. Antara lain, keunggulan akses kepada wakif, kemampuan menginvestasikan harta benda wakaf secara tepat, keunggulan administratif dalam pengelolaan dana, dan kredibilitas di masyarakat.

"Kalau UU memungkinkan, potensi wakaf ini bisa dengan cepat dilakukan perbankan syariah," kata dia.

Staf Ahli Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sekaligus mewakili Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), Pungky Sumadi, memandang persoalan lain yang menyebabkan pemanfaatan wakaf kurang optimal adalah sosialisasi yang rendah dan kemampuan pengelolaan yang buruk.

"Pemerintah belum mampu mengisi badan wakaf sebagai Nazhir dengan orang-orang yang harusnya bisa membuat pengelolaan menjadi lebih baik. Tanah wakaf akan menjadi beban bagi yang mengelola karena tidak punya kemampuan sehingga tidak berkembang," ucap dia.

Pungky mengatakan, KNKS apabila telah beroperasi akan mengembangkan wakaf sebagai bagian salah satu komponen dari keuangan syariah. "Pertama, tata kelola akan dibereskan terutama pengembangan organisasi Badan Wakaf Indonesia. Kemudian akan dipikirkan juga masalah sosialisasi, kelembagaan, dan pendataan," ucap dia.

Direktur Utama PT Bank BNI Syariah Imam Teguh Saptono optimistis potensi wakaf apabila bisa dikembangkan, akan mampu menjadi penopang perekonomian. Potensi jumlah tanah wakaf di Indonesia mencapai 4,2 miliar meter persegi atau sekitar 420.000 hektare dengan nilai sekitar Rp377 triliun. (Baca Juga: Regulasi-Regulasi ‘Penjaga Optimisme’ di Sektor Jasa Keuangan)

Berdasarkan perhitungan Badan Wakaf Indonesia, potensi dana wakaf di Indonesia mencapai Rp120 triliun per tahun dengan asumsi bahwa 100 juta warga mewakafkan Rp100 ribu per bulan. Dia mengatakan apabila ingin mengoptimalkan potensi wakaf di Indonesia, diperlukan komitmen dari institusi-institusi terkait.

"Beberapa potensi wakaf tidak punya efek berganda yang sustain, sehingga fungsi wakaf menjadi terbalik karena tidak memberikan manfaat dan kurang produktif," ucap Imam.

UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Pasal 9
Nazhir meliputi;
a.    Perseorangan;
b.    Organisasi; atau
c.    Badan Hukum
Pasal 10
(1) Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratam; a. warga negara Indonesia; b. beragama Islam; c. dewasa; d. amanah; e. mampu secara jasmani dan rohani; dan f. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.

(2) Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan; a. pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan Nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan b. organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.

(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan; a. pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan Nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan b. badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan c. badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam.
Pasal 11 UU tentang Wakaf disebutkan, bahwa Nazhir bertugas melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf, serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.

Ketentuan ini seusai dengan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yangdijelaskan dalam Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf. Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan oleh Nazhir, yakni pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai peruntukannya.

Untuk pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf harus sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya. Dalam mengelola harta wakaf, Nazhir dapat bekerjasama dengan pihak lain. Nazhir memperoleh imbalan dari hasil bersih maksimal 10 persen atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf. (Baca Juga: Belasan Regulasi Ini Akan Diterbitkan OJK Tahun 2017)

Sementara untuk pengelolaan dan pengembangan wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada produk-produk atau instrumen keuangan syariah yang dikeluarkan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang berbadan hukum Indonesia. Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang pada bank syariah yang telah dijamin oleh lembaga penjamin simpanan. Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang dapat dilakukan dalam bentuk investasi di luar produk-produk lembaga keuangan syariah atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.
Tags:

Berita Terkait