Pansel Calon Hakim Konstitusi Diminta Transparan dan Partisipatif
Berita

Pansel Calon Hakim Konstitusi Diminta Transparan dan Partisipatif

Pansel harus mengutamakan calon hakim konstitusi yang bersih dari rekam jejak afiliasi politik.

Oleh:
CR-23
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES
Presiden Joko Widodo telah mengantongi 5 nama Panitia Seleksi (Pansel) pemilihan calon hakim konstitusi yakni Harjono, Todung Mulya Lubis, Sukma Violleta, Maruarar Siahaan, Ningrum Sirait untuk mencari pengganti Patrialis Akbar yang telah diberhentikan secara tidak hormat. Diharapkan, Pansel dapat segera mencari pengganti Patrialis di tengah potensi “banjirnya” gugatan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di MK.    

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Totok Yuliyanto meminta agar Pansel pemilihan hakim konstitusi benar-benar melaksanakan amanat konstitusi dan UU No. 24 Tahun 2003 sebagaimana diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011 tentang MK. Karena itu, Pansel diminta transparan dan partisipatif agar dapat menjaring hakim konstitusi yang berkualitas, berintegritas, dan seorang negarawan.           

“Dalam melakukan seleksi hakim konstitusi, Pansel harus transparan dan partisipatif dengan melibatkan masyarakat sipil sesuai amanat Pasal 19 UU MK. Pansel lebih akomodatif terhadap masukan dan usulan dari masyarakat sipil yang memberikan informasi sesuai data serta fakta yang bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Totok dalam keterangan tertulisnya yang diterima hukumonline, Rabu (22/02). (Baca Juga : Terbukti Bocorkan Draft Putusan Patrialis Akbar Dipecat)  

Penjelasan Pasal 19 UU MK menyebutkan “calon hakim konstitusi dipublikasikan di media massa baik cetak maupun elektronik, sehingga masyarakat mempunyai kesempatan untuk ikut memberi masukan atas calon hakim yang bersangkutan.”

Dia mengingatkan agar Pansel harus mengutamakan calon hakim konstitusi yang bersih dari rekam jejak afiliasi politik, bukan seorang politisi aktif/pasif dari partai politik Sebab, pada 2017 ini terdapat pelaksanaan 101 Pilkada Serentak di 7 provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota yang berpotensi besar bersengketa pilkada di MK.

Karena itu, Pansel harus betul-betul jeli dan rinci dalam menelisik setiap rekam jejak calon hakim konstitusi yang mendaftar dengan indikator absolut harus bersih dari afiliasi politik, bukan seorang politisi aktif/pasif dari Partai Politik. (Baca Juga : Presiden Kantongi Nama Anggota Pansel Pengganti Patrialis Akbar)

Bagi PBHI, adanya relasi dengan kepentingan politik akan membahayakan dari segi integritas dan independensi hakim konstitusi nantinya. “Jangan-jangan (hakim konstitusi yang dipilih, red) justru akan menjadi mafia sengketa pilkada seperti preseden buruk kasus mantan Ketua MK Akil Mochtar yang  terbukti kasus suap terkait sejumlah sengketa pilkada di MK,” ungkapnya.

Karena itu, Pansel harus memastikan proses seleksi agar berjalan secara transparan dan partisipatif. Sebab, proses pengangkatan Patrialis Akbar oleh Presiden SBY dinilai tidak transparan dan partisipatif yang tidak sesuai dengan amanat Pasal Pasal 19 UU MK.  “Proses seleksi hakim MK di era SBY adalah preseden paling buruk dari segi proses dan hasil,” sebutnya.

“Tetapi, di era Presiden Joko Widodo yang memiliki preseden baik, tentu seleksi hakim konstitusi sebelumnya dapat dijadikan rujukan (catatan),” tutupnya.
Tags:

Berita Terkait