Telusuri Pencucian Uang Pandawa Group, Polisi Gandeng PPATK
Berita

Telusuri Pencucian Uang Pandawa Group, Polisi Gandeng PPATK

Penyidik masih menghitung nominal aset yang disita dari tersangka pengelola Pandawa Group Salman Nuryanto.

Oleh:
ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Penyidik Polda Metro Jaya menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menangani kasus Pandawa Group terkait dugaan penipuan, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU). "Dibantu PPATK dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan)," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono, sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu (22/2).

Argo mengatakan,penyidik masih menghitung nominal aset yang disita dari tersangka pengelola Pandawa Group Salman Nuryanto. Penyidik telah menyita barang bukti aset Pandawa Group berupa 40 sertifikat lahan dan memblokir rekening bank berisi miliaran rupiah.

Sebelumnya, anggota Polda Metro Jaya menangkap pendiri Salman Group Salman Nuryanto bersama beberapa rekannya terkait dugaan penipuan dan penggelapan investasi fiktif bernilai triliunan rupiah. Petugas menciduk daftar pencarian orang (DPO) Salman Nuryanto di daerah Mauk Kabupaten Tangerang. Banten, pada Senin (20/2) sekitar pukul 02.00 WIB.

Sejumlah investor melaporkan bos Pandawa Group Salman Nuryanto terkait dugaan penipuan dan TPPU ke Polda Metro Jaya. Salah satu investor Diana Ambarsari, Mikael Marut melaporkan Nuryanto berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/593/II/2017/PMJ/Ditreskrimsus tertanggal 3 Februari 2017 dengan jeratan Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP dan/atau Pasal 3,4,5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).

Diana mengaku tertarik berinvestasi binis multi level merketing (MLM) yang ditawarkan Nuryanto sejak Februari 2016 dengan keuntungan 10 persen per bulan. Menurut Diana awalnya keuntungan sebesar 10 persen berjalan normal, namun memasuki Desember 2016 keuntungan berkurang menjadi 5 persen hingga perusahaan itu vakum.

Diana menyebutkan pihak manajemen Pandawa Group menjanjikan operasional bisnis akan berjalan normal pada Januari 2017 namun mundur hingga 2 Februari 2017. Ia mengungkapkan keuntungan investasi Pandawa Group bermasalah usai OJK memberitahukan perusahaan MLM itu ilegal. (Baca Juga: Raup Dana Ilegal Hingga Rp500 Miliar, OJK Akhirnya Tutup Pandawa Group)

Ia menjelaskan Pandawa Group menjalankan bisnis MLM menarik modal dari sejumlah investor untuk diputarkan kepada pedagang pasar dan makanan. Diana mencatat anggota investor Pandawa Group mencapai 173 orang dengan investasi berbeda per orang sehingga kerugian mencapai Rp20 miliar.

Untuk diketahui, pasal-pasal yang dijerat kepada Salman Nuryanto adalah pasal penipuan dan penggelapan sebagai tindak pidana asalnya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf q dan r UU TPPU. Untuk pasal penipuan yakni Pasal 378 KUHP yang ancaman pidananya paling lama empat tahun penjara. Sedangkan untuk pasal penggelapan yakni Pasal 372 KUHP ancaman pidananya paling lama empat tahun.

Untuk di pasal pencucian uang, pasal yang dijerat adalah Pasal 3,4,5 UU TPPU. Untuk Pasal 3 berbunyi, “setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.”

Sedangkan Pasal 4 berbunyi, “setiap orang yang menyebutkan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau paut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.”
Pasal 5
(1) Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undag-Undang ini.

Penjelasan:
(1) Yang dimaksud dengan “patut diduganya” adalah suatu kondisi yang memenuhi setidak-tidaknya pengetahuan, keinginan, atau tujuan pada saat terjadinya transaksi yang diketahuinya yang mengisyaratkan adanya pelanggaran hukum.
(2) Cukup jelas.

Mengenai Pasal 5 UU TPPU ini pernah disinggung oleh pakar pencucian uang, Yenti Ganasih. Menurutnya, pasal tersebut jelas mengatur setiap orang yang “mengetahui” atau “patut menduga” dapat dikenakan TPPU. Yenti menyebut, orang-orang tersebut sebagai pelaku pasif. (Baca Juga: ‘Grey Area’ Penanganan TPPU Jilid II)

Terkait menjerat pelaku pasif, menurut Yenti, Kepolisian telah memiliki beberapa pengalaman kasus. Misalnya, kasus Malinda Dee dan Kalapas Nusa Kambangan. Menurutnya, pelaku pasif tersebut adalah orang terdekat dari pelaku utama TPPU. Hal ini semata-mata sebagai efek jera untuk mencegah setiap orang tidak mudah menerima hasil kejahatan. (Baca Juga: MA Perberat Hukuman Subsider Malinda Dee)
Tags:

Berita Terkait