Sejumlah Persoalan Membayangi Korsup Minerba
Berita

Sejumlah Persoalan Membayangi Korsup Minerba

Di antaranya penyelesaian 325 IUP seluas 3.711.881,07 Ha yang masuk hutan lindung.

Oleh:
DAN
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam berharapKoordinasi dan Supervisi Sektor Mineral dan Batubara (Korsup Minerba) yang berada dalam bingkai Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN PSDA) yang merupakan hasil inisiasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama 34 Kementrian/lembaga, Gubernur, dan Bupati/Walikota tidakberhenti pada tahap mengidentifikasi persoalan tambang di Indonesia.

“Apabila terus dibiarkan, Korsup Minerba berpotensi hanya akan menjadi alat legalisasi kejahatan pertambangan. Oleh karena itu, upaya-upaya ntuk menindaklajuti seluruh temuan dan rekomendasi dalam Korsup Minerba harus dijalankan dengan segera untuk seluruh aspek yang menjadi sasaran GN PSDA,” demikian bunyi rilis Koalisi Anti Masia SDM yang diterima hukumonline dalam acara Diskusi dan Temu Media pada Senin (27/2), di Jakarta.

Korsup Minerba yang dideklarasikan pada 6 Juni 2014 ini, telah digelar sejak tahun dideklarasikan sampai 2016 di 31 proppinsi di seluruh Indonesa. Korsup ini menitikberatkan pada lima persoalan utama, yaitu: 1) Penataan Ijin Usaha Pertambangan; 2) Pelaksanaan kewajiban keuangan; 3) Pengawasan produksi pertambangan; 4) Pengawasan penjualan dan pengapalan hasil tambang; 5) Pengolahan dan pemurnian hasil tambang.(Baca Juga: Periksa Due Dilligence Freeport, Lihat Peluang Indonesia Menang di Arbitrase Internasional)

Koalisi Anti Mafia SDM mencatat sejumlah capaian yang telah dihasilkan dari pelaksanaan Korsup Minerba selama ini, seperti peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada sektor minerba di tahun 2014 kurang lebih sebesar Rp. Triliun; pencabutan/pengakhiran sekitar 1.500-an Izin Usaha Pertambangan (IUP) di 31 propinsi; serta 9 perusahaan Kontrak Karya (KK) dan 22 perusahaan Perjanjian Pengusahaan Pertambanagn Batubara (PKP2B) telah menandatangani naskah amandemen renegosiasi.

Selain capaian tersebut, Koalisi Anti Mafia SDM juga mengiidentifikasi berbagai persoalan yang disisahkan oleh pelaksanaan Korsup Minerba yang menuntut untuk segera ditindak lanjuti. Diantaranya, penyelesaian 325 IUP seluas 3. 711. 881,07 Ha yang masuk hutang lindung; penyelesaian piutang PNBP sebesar Rp 4,021 Triliun dari IUP; sejumlah perusahaan KK & PKP2B serta ribuan IUP yang teridentifikasi belum/tidak membayar reklamasi dan paska tambang.(Baca Juga: PERADI Dukung Pemerintah Terkait Gugatan Freeport)

Selain itu, paska batas waktu evaluasi IUP oleh Pemerintah propinsi, berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 43Tahun2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan IUP Minerba, yang berakhir pada 2 Januari 2017 kemarin.

Masih terdapat 3.203 IUP berstatus Non Clean and Clear (CnC) dar total 9.443 IUP serta 5.800 IUP telah beakhir masa berlakunya. Berdasarkanbeleid tersebut, Menteri ESDM dan Gubernur wajib melakukan pengakhiran/pencabutan terhadap IUP Non CnC maupun IUP yang berakhir masa berlakunya. Akan tetapi, sampai hari ini tidak ada perkembangan yang signifikan.(Baca Juga: Freeport Pertimbangkan Gugat Indonesia ke Arbitrase Internasional)

Koalisi memandang bahwa selama ini Korsup Minerba lebih menitikberatkan pada aspek penataan izin yang bersifat administratif, tidak banyak menyentuh persoalan substantif lainnya, seperti aspek penegakan hukum terhadap korporasi pemegang izin yang melakukan kejahatan pertambangan.

Menurut Koalisi, status CnC tidak menjamin IUP bebas dari permasalahan. Hal ini bisa dilihat dari kasus di Kalimantan barat, 95% IUP CnC  yang tumpang tindih dengan kawasan huan tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Htan (IPPKH); 26 nyawa anak terenggut di lubang tambang di Kaltim, nyatanya dimiliki oleh 17 IUP CnC; sementara du Sulteng, dari 14 IUP CnC yang diinvestigasi masyarakat sipil,4 diantaranya tidak menempatkan jaminan reklamasi, 10 sisanya menempatkan jaminan tapi tak melakukan reklamasi.

Khusus untuk kasus lubang tambang di Kalimantan Timur  yang telah merenggut nyawa 26 korban, segala upaya telah dilakukan oleh banyak pihak, mulai dari laporan kepada aparat penegak hukum, Pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, pembentukan task force lubang tambang oleh Kantor Staf Presiden, penandatanganan pakta integritas, sampai dengan rekomendasi dari Komnas HAM. Namun, sampai hari ini belum ada perkembangan yang signifikan.

Lambatnya penegakan hukum dan lemahnya sanksi yang diberikan kepada pelaku usaha yang mengakibatkan tenggelamnya anak di lubang tambang, merupakan bentuk ketidakmampuan negara dalam mengelola SDA.

Tags:

Berita Terkait