Begini Tips Agar Korporasi Tidak Terjerat Kasus Pidana
Utama

Begini Tips Agar Korporasi Tidak Terjerat Kasus Pidana

Bagi KPK, agar korporasi tidak terkena tindak pidana atau terhindar dari pertanggungjawaban pidana korporasi adalah memastikan tidak adanya pegawai atau pemangku kebijakan melakukan suap untuk kepentingan korporasi.

Oleh:
CR-23
Bacaan 2 Menit
Diskusi Publik Yang Diselenggarakan Hukumonline dan AHP di Hotel Le Meredien Jakarta, Selasa (1/3/2017). Foto : RES.
Diskusi Publik Yang Diselenggarakan Hukumonline dan AHP di Hotel Le Meredien Jakarta, Selasa (1/3/2017). Foto : RES.
Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Peraturan MA (PERMA) No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Sejumlah lembaga terkait seperti MA, KPK, Kejaksaan Agung, Kepolisian terus mensosialisasikan termasuk pengurus entitas perusahaan/korporasi berupaya melakukan pencegahan agar terhindar dari kejahatan kerah putih ini.   

Dalam kesempatan diskusi publik bertajuk “Aspek Hukum Penanganan Tindak Pidana Korporasi Pasca Berlakunya PERMA No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi” persoalan ini mengemuka. Diskusi yang diselenggarakan Hukumonline.com bersama Assegaf Hamzah & Partners (AHP) ini menghadirkan sejumlah narasumber yakni Partner AHP Chandra Hamzah, Kasubdit Peran HAM Direktorat Penuntutan Jampidsus Undang Mugopal, dan Kepala Biro Hukum KPK Setiadi.

Para pembicara ini sempat menyampaikan tips atau cara agar entitas korporasi terhindar dari pertanggungjawaban pidana. Seperti disampaikan Chandra Hamzah. Menurutnya, yang paling utama korporasi harus mematuhi peraturan perundang-undangan, seperti UU Lingkungan hidup, UU Laranan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat, UU Perlindungan Konsumen, UU Pemberantasan Tipikor, UU TPPU, UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

“Perlu dicari UU apa saja yang menempatkan pertanggungjawaban pidana bagi korporasi. Jadi, perlu di-list dulu peraturan yang bisa menjerat pertanggungjawaban pidana korporasi,” ujar Chandra dalam diskusi yang digelar di Hotel Le Meredien Jakarta, Selasa (1/3/2017).   

Dia melanjutkan setelah diketahui UU-nya, selanjutnya dicari apakah kegiatan usaha korporasi yang bersangkutan terkait dengan UU tersebut? Misalnya, perusahaan di bidang pertambangan mesti terkait dengan UU Lingkungah Hidup, UU Mineral dan Batu Bara (Minerba). Lalu, lakukan audit resiko bisnis proses karena potensi pelanggaran tindak pidana lingkungan hidup bisa dilihat dari audit resiko, titik mana risiko yang besar.

“Hal lain juga perlu diperhatikan korporasi adalah prinsip idemnity (ganti kerugian), penyimpanan dokumen yang terkait dengan aset (asal aset, nilai aset), masa daluwarsa tindak pidana terkait, dan due diligence (uji kelayakan),” kata dia menerangkan. Baca Juga: Tips Direksi dan Komisaris Hindari Korupsi dalam Aksi Korporasi

Lain hal yang disampaikan Undang Mugopal. Dia mengingatkan dalam UU Pemberantasan Tipikor ada dua hal yang dilakukan dalam penanganan tindak pidana korporasi yakni pencegahan dan penindakan. Penindakan hanya dilakukan oleh penegak hukum, sedangkan pencegahan bisa dilakukan semua orang.

Dia menerangkan pencegahan di Kejaksaan Agung sendiri sifatnya pendampingan. Tujuannya agar ketika menangani kejahatan korporasi jangan sampai ada yang menyalahi aturan yang berlaku. “Ini bukan ingin mem-back up, tetapi supaya korporasi tidak melakukan penyimpangan, kalau ada penyimpangan tetap ditindak,” kata dia menjelaskan.

Dia mencontohkan ada korporasi saat melakukan pengadaan barang jasa meminta pendampingan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. “Makanya kita katakan, prosedur sesuai UU Pengadaan Barang dan Jasa harus dijelaskan terlebih dahulu agar tidak menyimpang, baru kita dampingi,” kata dia.

Tak kalah penting, kata dia, memahami kriteria dan kualifikasi perbuatan korporasi yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Yakni, segala perbuatan yang didasarkan keputusan pengurus korporasi, kepentingan korporasi baik karena pekerjaannya dan/atau hubungan lain, atau segala bentuk dukungan atau fasilitas lain termasuk perbuatan yang pihak ketiga atas perintah korporasi dan/atau pengurus korporasi dalam rangka kegiatan usaha yang menguntungkan korporasi.

“Tindakan korporasi itu yang secara nyata menampung hasil tindak pidana dan/atau perbuatan lain yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi menurut UU,” ujarnya menjelaskan. Baca Juga: Prinsip Penting dalam Penanganan Kejahatan Korporasi

Pesan senada juga disampaikan Setiadi. Dia memberikan kunci agar korporasi tidak terkena tindak pidana atau terhindar dari pertanggungjawaban pidana korporasi adalah memastikan tidak adanya pegawai atau pemangku kebijakan perusahaan melakukan suap untuk kepentingan korporasi.

Dia mencontohkan aturan yang berlaku di Inggris terkait pedoman kepatuhan korporasi dalam pencegahan tindak pidana korupsi di Inggris seperti tertuang dalam section 7 UK Bribery Act 2010. Dalam aturan ini, Ministry of Justice diwajibkan membuat pedoman yang wajib diaplikasikan oleh (korporasi) swasta dalam bentuk pedoman teknis.

Pedoman teknis ini memuat 6 prinsip utama yakni prosedur yang proporsional (proportionate procedures), komitmen pimpinan korporasi (top-level commitment), penilaian atau perkiraan resiko (risk assessment), uji kelayakan (due diligence), komunikasi (communication), dan pemantauan serta evaluasi (monitoring and review).
Tags:

Berita Terkait