DJP Siap Lakukan Penegakan Hukum Pasca Amnesti Pajak
Berita

DJP Siap Lakukan Penegakan Hukum Pasca Amnesti Pajak

Terutama bagi wajib pajak yang belum melaporkan harta atau aset dengan benar setelah berakhirnya program pengampunan pajak.

Oleh:
ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Iklan amnesti pajak di salah satulayanan. Foto: RES
Iklan amnesti pajak di salah satulayanan. Foto: RES
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan siap melakukan penegakan hukum kepada para wajib pajak yang belum melaporkan harta atau aset dengan benar seusai berakhirnya program amnesti pajak. "DJP akan melanjutkan pengumpulan dan analisis data pihak ketiga serta menambah jumlah pegawai untuk melakukan pemeriksaan," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama sebagaimana dikutip dari Antara, Kamis (2/3).

Ia menjelaskan, penegakan hukum ini dilakukan sesuai dengan amanat Pasal 18 UU Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak, terutama bagi wajib pajak yang tidak mengikuti amnesti pajak dan wajib pajak yang sudah ikut namun belum mengungkap seluruh harta.

Hestu memastikan wajib pajak yang menolak membereskan catatan perpajakan masa lalu dengan mengikuti program amnesti pajak akan menghadapi risiko pengenaan pajak dengan tarif hingga 30 persen serta sanksi atas harta yang tidak diungkapkan dan kemudian ditemukan.

"Sedangkan, bagi wajib pajak yang telah ikut, namun masih menyembunyikan harta lainnya, maka apabila harta tersebut ditemukan maka akan dikenakan pajak dengan tarif hingga 30 persen serta denda 200 persen," tambahnya. (Baca Juga: DJP Punya Akses Data Harta WP dari Pihak Ketiga)

Hestu mengharapkan para wajib pajak yang belum mengikuti amnesti pajak segera mengikuti program ini sebelum berakhir pada 31 Maret 2017, agar tidak terkena sanksi yang telah tercantum dalam UU Pengampunan Pajak. Ia memastikan jumlah peserta amnesti berpotensi meningkat dari jumlah peserta amnesti pajak saat ini sebesar 691.022 wajib pajak, karena jumlah wajib pajak yang telah wajib menyerahkan SPT PPh Penghasilan adalah sebanyak 29,3 juta.

Selain itu, ia mengingatkan era keterbukaan informasi akan dimulai pada 2018 bersamaan dengan berlakunya Automatic Exchange of Information (AEoI), yang berarti data keuangan di 100 negara siap dibuka untuk keperluan perpajakan, termasuk data perbankan, pasar modal dan industri keuangan lainnya.

"Dengan demikian tidak akan ada lagi tempat untuk bersembunyi dan menghindari pajak yang seharusnya dibayar," kata Hestu.
Pasal 18 UU Pengampunan Pajak
(1) Dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh Surat Keterangan kemudian ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud.

(2) Dalam hal:a. Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode Pengampunan Pajak berakhir; dan b. Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud, paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.

(3) Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan dan ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar.

(4) Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Sebelumnya, harapan agar pemerintah bertindak tegas terhadap WP yang tak ikut program amnesti juga disuarakan oleh Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo. Menurutnya, jikamerujuk data dari DJP, peserta TA hingga saat ini berjumlah 15 persen WP dari total WP terdaftar. Jika program pengampunan pajak berakhir pada akhir Maret mendatang, Andreas mempertanyakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah terhadap 85 persen WP yang tidak mengikuti program TA.

Di sinilah letak keseriusan pemerintah untuk menegakkan law enforcement bagi WP yang menunggak pajak dan belum mengikuti TA. Jika pemerintah tidak mengambil langkah tegas, maka hal tersebut akan menciderai rasa keadilan bagi 15 WP yang mengikuti program TA. (Baca Juga: Pasca Tax Amnesty, Pemerintah Diminta Tegas Lakukan Law Enforcement)

“Artinya setelah 31 Maret, maka apa yang akan dilakukan DJP terhadap 85 persen WP yang tidak ikut TA? Kalau tidak ada, maka 15 persen yang ikut TA menjadi tidak adil. Pada akhirnya, bagaimana pemerintah bisa menegakkan law enforcement,” kata Andreas.

Nonstop buka layanan
DJP memastikan akan membuka layanan amnesti pajak secara nonstop, mulai Senin (6/3) hingga Minggu, sebelum program ini berakhir pada 31 Maret 2017. "DJP menyiapkan layanan setiap hari kerja, termasuk Sabtu dan Minggu," kata Hestu.  Menurutnya, layanan setiap hari kerja Senin hingga Kamis dibuka sampai pukul 16.00 WIB, pada Sabtu sampai pukul 14.00 WIB dan Minggu hingga pukul 12.00 WIB.

Ia memastikan pada 28 Maret layanan tidak diberikan karena ada libur nasional. Namun, tanggal 27, 29 dan 30 Maret layanan diberikan minimal hingga pukul 19.00 waktu setempat. "Sedangkan pada 31 maret, layanan diberikan hingga pukul 24.00 waktu setempat," kata Hestu.

Ia menambahkan seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) akan memberikan layanan penerimaan laporan SPT Tahunan dan Surat Pernyataan, termasuk laporan realisasi, pengalihan investasi dan penempatan harta tambahan. "Untuk tempat tertentu, Kantor Wilayah dan Kantor Pusat, khusus memberikan layanan penerimaan Surat Pernyataan Harta," katanya. (Baca Juga: Diwarnai Gijzeling, Amnesti Pajak Tahap II Capai Rp107 Triliun)

Hestu memastikan peningkatan layanan selama tujuh hari dalam seminggu tidak hanya mengantisipasi minat Wajib Pajak dalam mengikuti amnesti pajak, namun juga mengantisipasi membludaknya masyarakat yang ingin menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh Orang Pribadi yang berakhir 31 Maret 2017.
Tags:

Berita Terkait