Mencermati Langkah Kemenkeu-KPPU Lacak Kartel dan Dugaan Kemplang Pajak
Utama

Mencermati Langkah Kemenkeu-KPPU Lacak Kartel dan Dugaan Kemplang Pajak

Kedua lembaga akan saling bertukar informasi dan data.

Oleh:
FITRI NOVIA HERIANI
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Pemerintah terus mencermati harga kebutuhan pokok yang terus merangsek naik. Harga daging sapi misalnya yang belum juga mengalami penurunan signifikan sejak harga mencapai Rp120 ribu per kilogram pada beberapa tahun lalu. Bahkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah melakukan investigasi terhadap 32 terlapor (pelaku usaha daging sapi) pada tahun lalu.

Lewat persidangan yang dilakukan di KPPU, 32 Terlapor terbukti melakukan pelanggaran Pasal 11 dan Pasal 19 huruf c UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli). Namun beberapa terlapor menyatakan keberatan atas putusan tersebut dan mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri.

Tidak hanya daging sapi, kenaikan gula pasir juga terjadi pada pertengahan tahun lalu. Gula pasir di pasaran mencapai Rp18 ribu per kilogram. Bedanya, harga gula mulai mengalami penurunan. Ditambah lagi, kenaikan harga daging ayam yang terjadi beberapa waktu lalu, dan harga cabai yang sangat tinggi hingga saat ini. (Baca Juga: KPPU Harus Sampaikan Direct Evidence Agar Vonis Kartel Skutik Yamaha-Honda Dikuatkan)

Merujuk pada teori ekonomi, pada pasar yang bekerja dengan baik, pergerakan harga komoditas yang terus meningkat dapat memberikan indikasi kurangnya supply domestik. Hanya saja, isu persaingan tidak sehat, seperti pegadang menahan stok barang ataupun produsen berkolusi dan membentuk kartel juga terlihat dalam perdagangan barang kebutuhan tersebut. Faktanya, beberapa putusan KPPU membuktikan adanya kartel kebutuhan pokok tersebut.

Memperhatikan kondisi tersebut, Presiden Joko Widodo meminta jajaran pemerintah untuk menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok. Sehingga, Kementerian Keuangan meliputi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) melakukan kerjasama dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Nota kesepahaman ditandatangani di Kantor Kemenkeu, Kamis (2/3).

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa tujuan penandatanganan nota kesepahaman tersebut adalah untu mewujudkan perekonomian nasional yang sehat dan berkeadilan melalui penciptaan iklim persaingan usaha yang sehat. Selain itu, bertujuan juga untuk meningkatkan kerja sama para pihak dalam pengaturan, pengawasan, penegakan hukum, peningkatan kepatuhan di bidang perpajakan dan persaingan usaha. (Baca Juga: Mengintip Cara KPPU Bongkar Kasus Persaingan Usaha)

“Ide MoU ini dari pembicaraan bersama Bapak Jokowi, untuk melihat pergerakan kebijakan pangan dan terutama komoditas daging sapi, ayam, gula, dan beras. Karena masyarakat Indonesia daya belinya akan sangat tergantung dan harus dijaga jangan sampai tergerus inflasi,” kata Sri Mulyani.

Lalu seperti apa bentuk kerja sama KPPU dan Kemenkeu ini? Pada dasarnya, ruang lingkup nota kesepahaman ini adalah pemanfaatan data dan/atau informasi, analisis investigasi bersama, edukasi, sinkronisasi, dan koordinasi peraturan atau kebijakan dan bantuan narasumber dan/atau ahli.

Dalam hal ini, KPPU, DJP dan DJBC saling menukarkan informasi terkait data-data pelaku usaha. Untuk kepentingan perpajakan, seluruh data-data di KPPU akan digunakan untuk melacak kebenaran pembayaran pajak WP. Pasalnya, investigasi KPPU adalah menghitung supply dan demand, selisih margin, keuntungan dan harga pasar. Dari data-data yang dimiliki KPPU tersebut, DJP bisa melakukan pembandingan data yang dilaporkan WP dan yang diperoleh oleh KPPU.

“Pajak self assesement, jadi mau patuh lapor semuanya atau tidak itu hak nya ada di WP. Dalam konteks itu kita butuh data info supaya kita bisa cek dan ricek benar sepertinya, omset segini benar tidak,” kata Direktur P2Humas DJP Hestu Yoga Saksama. (Baca Juga: Pakar Nilai KPPU Tidak Bisa Memperkarakan Kebijakan Pemerintah)

Menurut Yoga, sinergi antar lembaga, baik antar lembaga pemerintah maupun dengan asosiasi sangat penting. Dalam chart tax reform, landasan sinergi dengan institusi lain sudah diatur dalam Pasal 35A UU KUP dan PMK No 16 Tahun 2013 tentang tentang Rincian Jenis Data dan Informasi serta Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan. Tetapi dengan KPPU, belum masuk ke dalam aturan PMK 16/2013 tersebut. Sehingga, lanjut Yoga, perlu dilakukan kerjasama untuk pertukaran data, mengingat KPPU memiliki data penting bagi DJP.

“KPPU punya tugas dan penilaian terhadap pelaku usaha atas perjanjian-perjanjian yang menyebabkan monopoli dan persaingan usaha. Kita lihat KPPU punya data penting untuk DJP. Karena ini melibatkan perusahaan-perusahaan yang juga menjadi WP. Proyek sekian, nilainya sekian, tapi kok di SPT kami cuma sekian. Ini jadi bahan kami untuk masuk penelitian,” jelasnya.
Pasal 35A UU KUP:
 
(1) Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).

(2) Dalam hal data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, Direktur Jenderal Pajak berwenang menghimpun data dan informasi untuk kepentingan penerimaan Negara yang ketentuannya diatur dengan Peratuan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).

 
Lampiran PMK 16/2013:
 
Pihak yang telah diwajibkan untuk memberikan data dan informasi perpajakan kepada DJP adalah:
1.    Direktorat Jenderal Anggaran-Kementerian Keuangan
Instansi yang bertugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan   standardisasi teknis di bidang penganggaran ini diwajibkan memberikan data pagu, proyeksi fiskal jangka menengah, proyeksi eknomi makro jangka menengah, nota keuangan dan RAPBN.
2.    Direktorat Jenderal Perbendaharaan - Kementerian Keuangan
Instansi yang membawahi KPPN ini dewajibkan memberikan data MPN, SP2D, Potongan SP2D KPPN, dan Pengeluaran SP2D KPPN.
3.    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai-Kementerian Keuangan
Instansi ini diwajibkan memberikan data kepabeanan dan cukai, yang diantaranya berupa data Pemberitahuan Pabean Impor dan perubahannya, pengenaan cukai terhadap barang kena cukai, pengusaha kawasan berikat, Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor (SP3DRI), Data Penagihan Pajak Dalam Rangka Pelunasan Cukai (STCK-3), dan lain sebagainya
4.    Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan – Kementerian Keuangan
Unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang salah satu tugasnya merumuskan kebijakan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah ini diwajibkan memberikan data APBD tahun berjalan dan tahun sebelumnya
5.    Badan Kebijakan Fiskal-Kementerian Keuangan
Instansi yang bertugas melaksanakan analisis di bidang kebijakan fiskal dan kerja sama internasional ini diwajibkan memberikan data proyeksi indikator ekonomi makri dan APBN, database informasi BKF dan kajian yang berkaitan dengan perpajakan
6.    PT Pelabuhan Indonesia I (Persero)
7.    PT Pelabuhan Indonesia II (Persero)
8.    PT Pelabuhan Indonesia III (Persero)
9.    PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero)
Ke empat perusahaan plat merah tersebut pada nomor 6 – 9 tersebut bergerak dalam bidang penyelenggaraan dan pengusahaan jasa kepelabuhan di seluruh Indonesia. BUMN ini wajib memberikan data realisasi pelayanan barang ekspor-impor dengan menggunakan peti kemas dan non peti kemas, data dan informasi realisasi pelayanan kapal, tabel referensi master pelanggan, tabel refensi master kapal, dan tabel referensi master tambat.
10.Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
Badan yang gencar mempromosikan investasi di Indonesia baik dari dalam maupun luar negeri ini wajib memberikan data izin prinsip penanaman modal, isin prinsip perluasan penanaman modal, izin prinsip perubahan penanaman modal, izin usaha, izin usaha perluasan, izin usaha penggabungan perusahaan penanaman modal (merger), izin usaha perubahan, dan surat persetujuan pabean.
11.Kementerian Dalam Negeri
Instansi yang mengendalikan program e-KTP ini wajib memberikan data kependudukan dalam bentuk data penduduk potensial Wajib Pajak.
12.Badan Pertanahan Nasional
Badan yang mengatur dan mengelola tanah secara nasional ini, wajib memberikan data pensertifikatan tanah, data pemberian hak pakai atas tanah serta persetujuan perpanjangan hak-nya, dan data pemberian hak guna bangunan serta persetujuan perpanjangan hak-nya.
13.Otoritas Pelabuhan Kementerian Perhubungan
14.Instansi ini wajib memberikan data laporan kedatangan/keberangkatan kapal, laporan kunjungan kapal di pelabuhan, laporan realisasi perjalanan kapal, laporan kegiatan bongkar muat, dan laporan kegiatan tally per kapal.
15.Bank Indonesia
Lembaga negara yang mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya dalam bidang moneter ini wajib memberikan data informasi debitur dan informasi devisa hasil ekspor.

 
Sementara itu posisi DJBC pada dasarnya sama dengan DJP. DJBC bisa bertukar informasi dengan KPPU terkait jumlah importir, volume, harga, dan data-data yang sangat dibutuhkan oleh KPPU dan DJP. Sejauh ini, flow importasi untuk semua barang terutama yang strategis sudah memiliki flow yang tetap di DJBC, baik perizinan, alokasi-alokasi dan jumlah yang diperbolehkan impor.

Sementara itu, Ketua KPPU Syarkawi Rauf menyampaikan bahwa di sektor belanja barang dan jasa, sering terjadi kartel dan kongkalikong. Lebih dari 80 persen persekongkolah terjadi di sektor ini. Dalam hal ini, KPPU sudah melakukan kerjasama dengan KPK. Sementara untuk MoU kali ini, KPPU akan fokus berantas kartel pada bahan pengan pokok seperti daging dan sebagainya.

“Untuk bulan April, fokus kita di Badan Usaha. Kalau individu, Maret (pemeriksaan),” tegas Syarkawi.

Beberapa kerja sama yang dilakukan KPPU adalah kerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait importir, kerja sama dengan DJBC terkait karantina, kerja sama dengan DJP terkait data WP.

“32 feedloter KPPU denda Rp116 miliar, semua terkait dugaan kartel. Maka data yang direkonsiliasi kemarin, impor naik pasokan banyak, demand tidak signifikan, harusnya harga turun. Ini harga tetap mahal, berarti ada kartel, mengambil income masyarakat secara paksa dengan harga tinggi,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait