OJK Susun Aturan Pembiayaan Proyek Infrastruktur Melalui Skema Pasar Modal
Utama

OJK Susun Aturan Pembiayaan Proyek Infrastruktur Melalui Skema Pasar Modal

Akan diterbitkan peraturan mengenai skema Dana Investasi Infrastruktur. Nantinya skema ini dapat menyalurkan dana investasi kepada proyek-proyek pengembangan infrastruktur publik.

Oleh:
NANDA NARENDRA PUTRA
Bacaan 2 Menit
Ketua DK OJK Muliaman D Hadad. Foto: NNP
Ketua DK OJK Muliaman D Hadad. Foto: NNP
Ada potensi luar biasa dari sektor pasar modal yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan infrastruktur. Melihat potensi itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) rencananya akan menjadikan pasar modal sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad, mengatakan sektor jasa keuangan memiliki peran penting dalam menyediakanlikuiditas yang sangat berguna dalam menunjang pembiayaan pembangunan tanpa melaluianggaran pemerintah, baik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD). OJK memberikan perhatian khusus untuk menjadikan pasar modal sebagai sumber pembiayaan jangka panjang khususnya untuk pembangunan nasional.

“Ruang fiskal untuk mendorong pertumbuhan terbatas. Sementara pembangunan khususnya infrastruktur membutuhkan pembiayaan besar. Inilah yang mendasari OJK untuk terus meningkatkan peran pasar modal sebagai sumber pembiayaan jangka panjang,” kata Muliaman dalam sambutannya pada acara Market Update PT.Mandiri Manajemen Investasi 2017, Selasa(7/3), di Jakarta.

Muliaman menambahkan, perkembangan positif sektor pasar modal dalam penghimpunan dana masyarakat dan korporasi beberapa tahun inimengalami peningkatan yang baik. Sepanjang tahun 2016 lalu, OJK mencatat total penghimpunan dana oleh korporasi melalui Initial Public Offering (IPO), rights issue, dan obligasi korporasi mencapai Rp195 triliun. Jumlah itu meningkat lebih dari separuh dibandingkan tahun 2015, lebih tepatnya 68,9%.

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun 2016 tercatat tumbuh sebesar 15,3% year-on-year (YoY). Angka itu juga menempatkan IHSG sebagai salah satu indeks saham berkinerja terbaik di dunia. Selanjutnya, Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana juga meneruskan tren peningkatan meskipun terekspos pada fluktuasi pasar. Akhir tahun 2016 saja, NAB reksa dana tercatat mencapai Rp339 triliun atau dengan kata lain mengalami peningaktan hingga 24,6% dibandingkan akhir tahun 2015.

“Untuk mengakomodasi pembiayaan pembangunan infrastruktur, saat ini OJK juga sedang merumuskan peraturan,” sebut Muliaman.

Muliaman melanjutkan, peraturan yang tengah dirumuskan itu nantinya akan mengatur mengenai skema penyaluran dana investasi kepada proyek-proyek infrastruktur tentunya memanfaatkan skema pasar modal. nantinya, skema pembiayaan yang akan menggunakan Dana Investasi Infrastruktur itu diharapkan dapat menjadi jalan keluar untuk mengatasi kebuntuan pembiayaan baik untuk proyek-proyek yang masih berstatus greenfields (praproduksi) maupun yang sudah berjalan (brownfields).

Sebagai informasi, skema pembiayaan melalui sektor jasa keuangan juga sempat dilontarkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro pada pertengahan Februari yang lalu. Waktu itu, Kementerian PPN/Bappenas mendorong agar pembiayaan infrastruktur tidak lagi bergantung kepada anggaran pemerintah. Mereka memperkenalkan skema ini dengan istilah “PINA” atau Pembiayaan Investasi non Anggaran Pemerintah.

Hukumonline.com

Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang mencontohkan, bahwa dana pensiun dan asuransi jiwa merupakan sumber pendananaan jangka panjang. Kedua sumber pendanaan itu, katanya, merupakan ‘pasangan yang serasi’ karena sama-sama punya orientasi jangka panjang. Pengelola dana pensiun dan asuransi jiwa mesti menempatkan dana yang besar itu ke dalam skema yang tepat agar mendapatkan return (imbal balik) yang optimal. Sebagiamana diketahui, peserta dana pensiun dan pemegang polis tentu berharap mereka menerima manfaat yang paling optimal saat waktu jatuh tempo tiba.

“Ini ketemu, karena kalau mengandalkan perbankan saja. Perbankan itu dana pihak ketika kebanyakan jangka pendek apakah tabungan atau deposito. Padahal proyek infrastruktur jangka panjang, ini yang menyebabkan miss match. Ini kenapa bank komersial tidak bisa memberikan porsi yang besar untuk infrastruktur, dia pasti ada batasnya,” sebutnya.

Bambang menyebut, satu contoh skema PINA yang sudah teralisasi adalah tercapainya financial closing pembiayaan ekuitas proyek jalan tol Waskita Toll Road yang melibatkan peran PT Sarana Multi Infrastruktur/SMI (Persero) dan PT Taspen (Persero). Dalam proyek konsesi 15 ruas jalan tol ini, PT SMI dan PT Taspen memberikan pembiayaan awal sebesar Rp3,5 triliun kepada PT Waskita Toll Road.

(Baca Ulasan Mendalam Mengenai Upaya Pemerintah Memenuhi Pembiayaan Infrastruktur: Taktik Pemerintah dari Masa ke Masa ‘Merayu’ Investor Bangun Infrastruktur)

Sebetulnya, proyek Waskita Toll Road membutuhkan dana investasi senilai Rp70 triliun. Namun, PT Waskita Karya sebagai pemegang saham waktu itu hanya punya modal Rp6 triliun. Padahal, modal minimal yang dibutuhkan mencapai Rp21 triliun. Lantas, bagaimana dengan kekurangan modal Rp15 triliun? Kata Bambang, kalau memakai skema PMN nantinya berpotensi menimbulkan problem dari segi kas negara maupun saat pembahasan di Parlemen. Maka disepakati skema PINA ini dengan PT SMI dan PT Taspen.

“Mereka (PT SMI dan PT Taspen) juga butuh return yang baik, tapi jangan dilihat partisipasi PT SMI dan  PT Taspen ini sebagai charity atau CSR atau sebagai apapun yang tidak bernilai ekonomis. Ini justru nilainya sangat ekonomis. Saking ekonomisnya, deal ini baru selesai setelah 11 bulan. Mereka sibuk negosiasi untuk dapat return yang terbaik bagi masing-masing. Dan ini wajar bagi dunia bisnis. Meskipun sesama BUMN kalau udah urusan duit,kenceng negosiasinya,” paparnya.

Mesti dicatat, tak semua skema PINA bisa diterapkan untuk setiap proyek. Kementerian PPN/Bappenas punya empat kriteria proyek yang bisa didanai dengan skema ini. Pertama, proyek tersebut mendukung pencapaian target prioritas pembangunan. Kedua, memiliki manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Ketiga, memiliki kelayakan komersial. Dan keempat, memenuhi kriteria kesiapan (readiness criteria). Selain itu, terdapat tiga skema PINA yang dapat diimplementasikan ke proyek investasi berdasarkan kondisi proyek, baik greenfileds, brownfields, dan operation.

Butuh Insentif Tambahan di Sektor Pasar Modal
Pemerintah butuh modal sebesar Rp5 ribu triliun untuk mendanai proyek infrastruktur. Namun, cadangan kas negara baru cukup mendanai kurang dari separuh kebutuhan itu. Bahkan, sekalipun anggaran infrastruktur pemerintah digabung selama lima tahun mulai dari 2015 sampai 2019, baru terkumpul kurang lebih sekitar Rp 1.500 triliun. Berarti, pemerintah butuh dana swasta terlibat lebih besar. Pertanyaannya, apakah regulasi yang coba diterbitkan OJK sudah cukup?

Hukumonline.com

Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, Februari 2017

Muliaman mengatakan, OJK telah mengeluarkan berbagai inisiatif dan program strategis yang ditujukan untuk memperkuat peran pasar modal sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Inisiatif-inisiatif pendalaman pasar modal yang telah dilakukan mencakup penguatan sisi demand maupun sisi supply. Penguatan sisi demand di pasar modal terutama ditujukan untuk memperluas basis investor domestik, yaitu investor ritel maupun institusi.

“Dengan basis investor domestik yang kuat, pasar modal tidak hanya akan bertumbuh, namun juga semakin resilient dalam menghadapi gejolak pasar yang dipicu oleh faktor eksternal,” kata Muliaman.

Dalam meningkatkan basis investor ritel, OJK memberikan prioritas dalam peningkatan literasi keuangan masyarakat, sehingga masyarakat akan semakin memahami produk dan layanan jasa keuangan dan kemudian tergerak untuk memanfaatkannya, termasuk produk-produk di pasar modal. Selain itu, OJK juga terus melakukan penguatan peran investor institusi domestik, seperti investor reksa dana, perusahaan asuransi, dan dana pensiun,mengingat potensinya yang besar untuk terus berkembang dan memainkan peran di bidang investasi.

“OJK telah menerbitkan ketentuan mengenai kepemilikan lembaga keuangan nonbank di instrumen Surat Berharga Negara, yang diharapkan dapat memperkuat peran investor domestik dalam mendorong pertumbuhan dan stabilitas di pasar SBN,” katanya.

Sementara, untuk memperkuat sisi supply di pasar modal, OJK menyiapkan beberapa ketersediaan ragam produk yang dapat menjadi pilihan investor, seperti Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT), Kontrak Pengelolaan Dana (KPD), dan Dana Investasi Real Estate (DIRE), juga Efek Beragun Aset Surat Partisipasi (EBA-SP) untuk mendukung pembiayaan sekunder perumahan.

Masih kata Muliaman, OJK memastikan akan menerbitkan sejumlah regulasi yang dapat memicu pertumbuhan di sektor pasar modal. Dalam waktu dekat, OJK akan menerbitkan beberapa peraturan baru terkait produk-produk pengeloaan investasi sepeti Reksa Dana Target Waktu dan Dana Investasi Multi-Asset.

Dua produk baru tersebut akan diterbitkan sebagai bentuk pemenuhan aspirasi industri pengelolaan investasi Indonesia yang membutuhkan produk one-stop solution, yakni produk investasi yang terencana dengan alokasi aset yang semakin konservatif seiring dengan usia (Reksa Dana Target Waktu), dan produk investasi bagi investor besar dan sophisticated yang melampaui kapasitas reksa dana konvensional (Dana Investasi Multi-Asset).

Selain itu, OJK juga sedang merevisi ketentuan tentang Kontrak Pengeloaan Dana (KPD),  yang mengubah nilai minimum investasi setiap investor dari Rp10 miliar menjadi Rp5 miliar, untuk memberikan kesempatan kepada lebih banyak lagi investor menyusun portofolio secara profesional namun tetap sesuai kebutuhan masing-masing.

Relaksasi ketentuan ini dikeluarkan agar kemudahan berinvestasi pada produk KPD dapat dinikmati tidak hanya oleh investor yang melaksanakan program pengampunan pajak, tetapi juga oleh seluruh investor pasar modal.

Tags:

Berita Terkait