Dianggap Menyalahi KUHAP, Jaksa Tolak Saksi a de Charge Ahok
Sidang Ahok ke-13:

Dianggap Menyalahi KUHAP, Jaksa Tolak Saksi a de Charge Ahok

Saksi dilarang saling berhubungan satu sama lain sebelum memberi keterangan di sidang.

Oleh:
NEE
Bacaan 2 Menit
Dianggap Menyalahi KUHAP, Jaksa Tolak Saksi a de Charge Ahok
Hukumonline
Persidangan ke-13 kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang berlangsung Selasa (07/3) kemarin diwarnai keberatan penuntut umum. Jaksa mengajukan keberatan kepada majelis hakim atas kesaksian Analta Amier. Analta disebut sebagai kakak angkat terdakwa Ahok,

Koordinator tim jaksa perkara ini, Ali Mukartono, berdalih kesaksian Analta menyalahi ketentuan Pasal 159 ayat (1) KUHAP. Pasal ini menyebutkan hakim ketua sidang meneliti apakah semua saksi yang dipanggil telah hadir dan memberi perintah untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu sama lain sebelum memberi keterangan di sidang. (Baca juga: Saksi Memberatkan, Saksi Meringankan, dan Saksi Mahkota).

“Berhubungan ini haruslah dimaknai ketika dalam satu ruangan itu berhubungan karena berada dalam ruangan yang bersangkutan mengerti apa yang didengar. Jadi kapasitas saksi ini tidak dapat diperiksa sebagai saksi, karena ada pelanggaran terhadap Undang-Undang,” papar Ali Mukartono selaku tim Jaksa di hadapan majelis hakim PN Jakarta Utara yang bersidang di auditorium Kementerian Pertanian.

Keberatan jaksa itu ditanggapi I Wayan Sudirta. Penasihat hukum Ahok ini menegaskan larangan yang dimaksud dalam KUHAP adalah bercakap-cakap antar saksi, bukan mendengarkan keterangan saksi lainnya sebelum giliran saksi tersebut diperiksa. Menurut Sudirta, rumusan larangan itu tegas dimuat dalam Pasal 167 ayat (3) KUHAP: “Para saksi selama sidang dilarang saling bercakap-cakap”. (Baca juga: Merujuk Kovenan Internasional, Pengacara Ahok Tolak Semua Keterangan Ahli MUI).

Pengacara Ahok yang lain, Tommy Sihotang, juga menganggap keberatan jaksa tidak berdasar. Sebab, yang dilarang KUHAP bercakap-cakap satu saksi dengan saksi yang lain. “Tidak dikatakan jadi tidak boleh bersaksi kalau ada di satu ruangan. Saya nggak ngerti apa alasan hakim,” ujarnya kepada hukumonline.

Keberatan jaksa tampaknya berkaitan dengan kehadiran Analta Amier pada sidang-sidang terdahulu. Menjawab pertanyaan ketua majelis hakim, Amier membenarkan pernah hadir di ruang sidang saat pemeriksaan saksi-saksi pelapor. Setelah mendapatkan kepastian itu, majelis hakim akhirnya menyetujui keberatan jaksa. Pemeriksaan Analta Amier dibatalkan. Majelis menyarankan Amier menitipkan keterangan tambahan kepada saksi lain yang punya kapasitas untuk memberikan keterangan.

Saksi meringankan (a de charge) lainnya, Eko Cahyono, justru diterima untuk memberikan keterangan di hadapan majelis. Dalam keterangannya, Eko menceritakan hubungan baik Ahok dengan kalangan Islam, dan sering memberikan bantuan untuk pembangunan masjid. Eko juga menjelaskan upaya menjegal Ahok di panggung politik dengan menggunakan dalil surat al Maidah ayat 51 sudah pernah terjadi saat Ahok dan Eko mencalonkan diri memimpin Bangka Belitung. Menurutnya, nuansa politik lebih menonjol daripada hukum dalam kasus Ahok ini.

Saksi lainnya adalah Bambang Waluyo Djojohadikoesoemo. Wakil Ketua Koordinator Bidang Pengabdian Masyarakat dan Kebijakan Publik Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar DKI Jakarta ini hadir di lokasi pidato Ahok 27 September 2016. Ia menyaksikan sendiri ketika Ahok berpidato.

Bambang mengaku ikut serta rombongan kunjungan kerja Ahok bersama politisi Partai Golkar lainnya untuk meninjau renovasi kantor Partai Golkar di Kepulauan Seribu. Keikutsertaannya ini sempat menjadi ‘bulan-bulanan’ Jaksa dalam pemeriksaan karena dianggap janggal jika kunjungan kerja Gubernur diikuti bukan oleh kalangan pegawai/pejabat terkait. Jaksa tampak berusaha mengaitkan posisi Bambang sebagai pihak yang memiliki kepentingan politik dengan Ahok sehingga hadir memberikan kesaksian untuk meringankan Ahok. Bambang mengelak bahwa ia mendapat perlakuan khusus dari Ahok. “Kita jalan bersama-sama dengan dua kapal yang berbeda,” katanya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulva, pernah mengingatkan pentingnya menjaga kemurnian keterangan saksi-saksi. Jangan sampa alat-alat bukti tercemar. Misalnya, seorang saksi sudah mendengarkan secara keterangan saksi lain melalui siaran langsung televisi atau pemberitaan yang terlalu detil di media massa. Kala itu ia mengkritik siaran langsung persidangan Jessica Kumala Wongso.

Berkaca dari kasus itu akhirnya pada sidang Ahok, majelis melarang siaran live proses pembuktian. Media massa hanya boleh melakukan siaran langsung pada pembacaan surat dakwaan, dan kemungkinan pada saat penuntutan dan putusan. (Baca juga: Dipindahkan, Sidang Ahok Tak Boleh Live Lagi).
Tags:

Berita Terkait