MK Harus Batasi Diri Berinteraksi dengan Pihak Luar
Berita

MK Harus Batasi Diri Berinteraksi dengan Pihak Luar

Selain membuat ruangan terbatas, Dewan Etik diusulkan untuk dipermanenkan untuk memperkuat pengawasan internal di MK.

Oleh:
CR-23
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES
Salah satu cara menjaga integritas dan independensi, hakim konstitusi harus membatasi diri dan tidak boleh berinteraksi dengan sembarang orang. Terlebih, terhadap pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan penanganan perkara konstitusi di MK. Karena itu, hakim konstitusi memang sudah digariskan tidak boleh bertemu dengan pihak-pihak yang memiliki kepentingan.

Pernyataan ini disampaikan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Prof Saldi Isra. Pakar Hukum Tata Negara ini menilai berbagai kasus korupsi (suap) yang melibatkan hakim konstitusi tidak terlepas dari sistem yang terlalu terbuka di MK. Dalam arti, interaksi dengan siapapun atau informasi apapun terlalu mudah diakses/dijangkau masyarakat.

”MK ini terlalu terbuka, terlalu gampang diakses sampai kedalam-dalamnya. MK seharusnya membuat ruangan terbatas yang hanya bisa diakses oleh hakim dan panitera sidang, seperti MK di Scotlandia dan MK Amerika Serikat, disana ada restricted area yang tidak boleh dikunjungi siapapun selain hakim,” kata Saldi dalam diskusi publik di Hotel Borobudur Jakarta, Kamis (9/3/2017).

Dia mengatakan selama ini ada pihak-pihak yang datang ke MK memiliki semangat menjadi makelar kasus dengan modus menjual nama hakim konstitusi dan orang yang berkepentingan. Baca Juga: Ikhtiar Jaga Integritas, Begini Masukan Sejumlah Tokoh kepada MK

“Waktu saya menjadi ahli saya melihat betapa mudahnya seseorang bisa masuk ke dalam ruangan hakim. Dekat dan seolah hakim MK mudah sekali dijangkau oleh orang awam. Ini berbahaya, karena kedekatan orang luar dengan MK sendiri mampu mempengaruhi putusan,” kata Saldi.

Karena itu, Saldi menyarankan MK seharusnya mulai membatasi diri berinteraksi dengan pihak luar yang memiliki kepentingan perkara. Yang boleh diketahui publik itu hanya putusan yang bisa diakses lebih cepat dan proses persidangan yang bisa berlangsung cepat. Sementara perlu ada tempat-tempat tertentu di MK yang menjadi tempat terbatas sekali bagi orang yang bukan hakim.

“Kasus mantan Ketua MK Akil Mochtar menjadi contoh ketika ada orang biasa berani datang ke ruang hakim MK. Kemudian duduk di kursi hakim dan berfoto di sana. Dengan foto saja, orang itu bisa menjual pengaruhnya dengan gampang sekali. Ini menjadi poin penting yang harus diperbaiki MK ke depan," sarannya.

Menurutnya, setiap hakim MK seharusnya memiliki komitmen tinggi untuk menegakkan konstitusi. Karena itu, kesadaran untuk membatasi pergaulan dengan pihak-pihak yang kemungkinan berperkara di MK harus dibatasi. “Salah satu cara paling efektif ialah membangun area terbatas itu,” katanya.

Atas masukan itu, Ketua MK Arief Hidayat mengamini pandangan Saldi. Dia mengakui MK terlalu terbuka dengan pihak-pihak yang diduga memiliki kepentingan dengan perkara. Karena itu, terhitung sejak Jumat hari ini (10/3), lantai 15 Gedung MK bakal disterilisasi, hanya hakim dan panitera yang boleh berlalu lalang di lantai tersebut.

“Sebenarnya lantai 16 (Gedung MK) juga sudah jadi restricted area. Tetapi, saya sudah bilang ke Sekjen MK. Nanti lantai 15 juga tidak boleh ada siapapun yang boleh masuk. Lantai 15 hanya untuk ruangan Ketua, steril,” kata dia.

“Ini pun berlaku untuk kawan-kawan media. Kawan-kawan media mulai sekarang tidak perlu ke lantai atas, saya sendiri yang akan turun ke bawah menemui kawan media,” katanya.

Dewan Etik Bersifat Permanen
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menyarankan agar MK membentuk Dewan Etik yang bersifat permanen. MK juga harus menyusun secara rinci peraturan etika yang harus dipatuhi oleh hakim dan nonhakim,” kata Pahala di tempat yang sama.

Menurut Pahala, pengawasan internal yang paling mengetahui mekanisme sebuah lembaga itu. Apalagi, MK ini termasuk lembaga yang memiliki nilai kepatuhan 100 persen dari sisi aturan internalnya. “Seharusnya diatur juga internal menyangkut hakim konstitusinya,” kata Pahala.  

“Karena itu, pengawas internal ini harus diperkuat dengan standar-standar yang baik. Ini agar lebih aktif dan update tentang apa yang terjadi di MK. Reputasi lembaga akan naik dengan sendirinya,” katanya.
Tags:

Berita Terkait