Dinilai Sistemik dan Masif, KPK Diminta Bongkar Skandal Korupsi e-KTP
Berita

Dinilai Sistemik dan Masif, KPK Diminta Bongkar Skandal Korupsi e-KTP

Tak ada alasan bagi KPK untuk kehilangan keberanian mengusut tuntas dan menindak pihak-pihak yang terlibat.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Terdakwa Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Dukcapil Kemendagri Sugiharto dan Mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman menghadapi sidang perdana kasus e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (9/3).
Terdakwa Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Dukcapil Kemendagri Sugiharto dan Mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman menghadapi sidang perdana kasus e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (9/3).
Kasus mega skandal dugaan korupsi proyek e-KTP mulai terkuak satu per satu. Sejak jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaan dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, sejumlah nama terseret dalam pusaran kasus dengan nilai total proyek triliunan rupiah. KPK mesti terus bergerak dengan tidak berhenti di Irman dan Sugiharto. Namun sejumlah nama haus didalami perannya dalam kasus tersebut.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Hukum Indonesia (PSHK) Miko Susanto Ginting menilai dakwaan yang dibeberkan jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menunjukan betapa besar modus dalam proyek  e-KTP. Sejumlah nama yang notabene anggota DPR periode 2009-2014 itu memperkuat dugaan korupsi dilakukan secara berjamaah.

“Patut diduga bahwa korupsi dalam kasus ini dilakukan secara sistemik dan masif,” ujarnya di Jakarta, Jumat (10/3).

KPK sejatinya tak boleh berhenti terhadap dua orang yang kini duduk di kursi pesakitan, Irman dan Sugiharto. Sebaliknya, KPK dengan kewenangannya harus mengusut tuntas kasus tersebut, dengan cara menjerat semua aktor yang terlibat beserta jaringan. Setidaknya, modus yang digunakan mesti diungkap seluruhnya.

Miko berpandangan pengembalian kerugian negara  dari aktor yang terlibat melalui KPK tidak kemudian menghilangkan pertanggungjawaban pidana. Menurutnya, tindakan mengembalikan uang ke KPK tidak dapat dijadukan obat penghilang kesalahan, bahkan penghalang untuk lembaga antirasuah membongkar tuntas kasus tersebut. Baca juga: Menanti Sidang Perdana e-KTP, KPK Imbau Anggota DPR Kembalikan Uang

“KPK tetap harus membongkar kasus ini dan menjerat semua pihak yang terlibat setuntas-tuntasnya ada atau tanpa tindakan pengembalian kerugian negara,” katanya.

Dalam pengungkapan kasus mega skandal proyek e-KTP, amatlah bergantung antara lain keberadaan saksi. Oleh sebab itu, mekanisme perlindungan terhadap para saksi, whistleblower, maupun justice collaborator dalam kasus ini harus dilakukan secara optimal. Walhasil, kerjasama antara KPK dengan Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK)  menjadi amatlah penting. Baca juga: Mengungkap Nama-Nama Besar dan Sepak Terjang Dua Terdakwa Korupsi e-KTP

Terpisah, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menambahkan sistematisnya kasus tersebut mesti dibuka lebar-lebar. Masyarakat pun mesti mengetahui betapa anggaran negara dalam pembuatan kartu identitas bagi  masyarakat justru diselewengkan ke kantong para aktor yang diduga terlibat.  “Dikatakan sistematis karena sangat jelas terlihat bagaimana konspirasi dibuat melalui rapat-rapat yang terencana,” ujarnya.

Menurutnya, dugaan permufakatan jahat sejatinya terdapat sejak proses pembahasan normal anggaan yang dilakukan di tingkat Komisi dan Badan Anggaran. Sekedar diketahui, proyek e-KTP menjadi ranah Komisi II dan mitra kerjanya yakni Kemendagri. Lucius berpendapat selain sistematis, proyek tersebut terkesan masif.

Lucius menengarai bukan tidak mungkin aktor yang terlibat banyak dari sejumlah nama yang disebut jaksa dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor. “Boleh jadi, tak saja dari kalangan oknum anggota legislatif periode 2009-2014, namun juga pihak lain. Misalnya pihak eksekutif yang cawe-cawe menerima dana haram dari proyek e-KTP tersebut.”

Dibicarakan sebelum APBN disetujui
Dikatakan Lucius, jumlah dana yang diselewengkan tidak lagi diangka miliaran rupiah, namun Rp2,3 triliun. Makanya, boleh jadi dana tersebut didistribusikan ke banyak orang dengan jumlah fantastis. Lucius menengarai penikmat aliran dana tak saja terbatas orang per orang. Namun dugaan keikutsertaan elit partai dalam permufakatan awal, membuka peluang keterlibatan institusi.  “Seperti partai politik di dalam kasus ini,” katanya.

Berdasarkan kronologis dalam surat dakwaan, praktik penyelewenangan tergambar  bahwa pembagian jatah masing-masing orang yang terlibat sudah dibicarakan sejak awal, bahkan sebelum APBN disetujui. “Ini sungguh sebuah praktek korupsi yang dengan tahu dan mau dilakukan,” katanya.

Atas dasar itu, Lucius berpendapat tak ada alasan bagi KPK untuk kehilangan keberanian dalam mengusut tuntas dan menindak pihak-pihak yang terlibat. Sebab, kata Lucius, sejumlah nama yang diduga terlibat nampaknya memanfaatkan kewenangan luar biasa terutama di DPR. Setidaknya menentukan angka yang dapat dikantongi dari anggaran proyek tersebut. Baca juga: Dakwaan Kasus e-KTP Bakal Ungkap Peran ‘Orang-Orang Besar’

Miko berpandangan menelisik kasus sedemikian besar, KPK mesti fokus dalam pengungkapan kasus yang diduga terstruktur dan masif. Menurutnya upaya memecah konsentrasi dan perlawanan balik berupa pelemahan terhadap KPK harus dilawan. Masyarakat pun pastin berharap kasus e-KTP dapat terbongkar secara terang benderang. “Sekaligus dengan jaminan dukungan terhadap KPK dari semua upaya pelemahan dan serangan balik,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait