KPK Sebut Bakal Ada Tersangka Baru Korupsi e-KTP
Berita

KPK Sebut Bakal Ada Tersangka Baru Korupsi e-KTP

KPK akan hadirkan 133 saksi dalam persidangan kasus korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.

Oleh:
ANT/ASH
Bacaan 2 Menit
Ketua KPK Agus Rahardjo (tengah). Foto: RES
Ketua KPK Agus Rahardjo (tengah). Foto: RES
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengungkapkan akan ada tersangka baru terkait kasus tindak pidana korupsi proyek pengadaan KTP Elektronik (a-KTP) setelah dilakukannya gelar perkara.

"Kerugian negara akibat perbuatan ini Rp2,3 triliun bukan hanya dua orang yang bertanggung jawab, sebentar lagi mungkin ada gelar perkara, (akan) ada nambah orang (tersangka baru),” kata Agus di gedung KPK, Jakarta, Senin (13/3/2017 seperti dikutip Antara.

Namun, Agus belum bisa memastikan kapan pengumuman tersangka baru tersebut. “Belum tahu kapan, gelar perkaranya belum ada,” kata Agus.

Ditanya soal KPK pembuktian dakwaan kasus e-KTP yang melibatkan banyak pihak itu, Agus menyatakan bahwa ikuti saja proses di persidangannya. Baca Juga: Mengungkap Nama-Nama Besar dan Sepak Terjang Dua Terdakwa Korupsi e-KTP

“Ya nanti ikuti saja proses pengadilan. KPK kan informasinya banyak sekali, kami periksa 274 saksi dan kami bekerja sama dengan banyak lembaga seperti PPATK, termasuk beberapa instansi penegak hukum di luar negeri,” ucap Agus.

Sebelumnya, KPK dijadwalkan menghadirkan delapan saksi dalam sidang kedua dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan paket e-KTP tahun anggaran 2011-2013 dengan terdakwa mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.

“Karena tidak ada eksepsi dari pihak terdakwa kami berencana akan menghadirkan delapan saksi dalam persidangan kedua. Belum bisa kami sebutkan nama-namanya,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/3) kemarin.

Febri mengatakan dari koordinasi yang sudah dilakukan KPK bahwa pemeriksaan saksi-saksi akan dilakukan dalam 90 hari kerja ke depan. “Jadi, 90 hari kerja ke depan mulai dari pembacaan dakwaan, kami akan hadirkan total 133 saksi pada persidangan,” janjinya.

Menurut Febri, KPK mendalami beberapa fakta-fakta yang memang sudah dimunculkan dalam dakwaan dan informasi-informasi lain yang kami harap bisa selesai dalam waktu 90 hari kerja.

Dalam persidangan pertama terungkap ada puluhan anggota DPR periode 2009-2014, pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), staf Kemendagri, auditor BPK, Partai, swasta, hingga korporasi yang menikmati aliran dana proyek e-KTP tersebut. Pemeriksaan saksi nantinya juga untuk membuktikan imbalan yang diperoleh dari pihak-pihak yang disebut dalam dakwaan tersebut, sehingga merugikan negara sebesar 2,314 triliun.  

Misalnya, kesepakatan pembagian anggaran total anggaran proyek e-KTP sebesar Rp5,9 triliun. Rinciannya, 1. 51 persen atau sejumlah Rp2,662 triliun dipergunakan untuk belanja modal atau riil pembiayaan proyek 2. Rp2,558 triliun akan dibagi-bagikan kepada: a. Beberapa pejabat Kemendagri termasuk Irman dan Sugiharto sebesar 7 persen atau Rp365,4 miliar b. Anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen atau sejumlah Rp261 miliar c. Setya Novanto dan Andi Agustinus sebesar 11 persen atau sejumlah Rp574,2 miliar.

Semendata d. Anas Urbaningrum dan M Nazarudin sebesar 11 persen sejumlah Rp574,2 miliar, e. Keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15 persen sejumlah Rp783 miliar Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto. Baca Juga: Partai, Auditor BPK, Hingga Deputi Seskab Juga Disebut Kecipratan Duit ‘Haram’ e-KTP

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut mengatur orang yang secara melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Tags:

Berita Terkait