Indonesia Berpeluang Tuntut Kerusakan Terumbu Karang di Raja Ampat
Utama

Indonesia Berpeluang Tuntut Kerusakan Terumbu Karang di Raja Ampat

"Persoalannya ini bukan luas terumbu karangnya (yang rusak), tapi karangnya itu sangat langka."

Oleh:
ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Indonesia Berpeluang Tuntut Kerusakan Terumbu Karang di Raja Ampat
Hukumonline
Pemerintah Republik Indonesia berpeluang menuntut ganti rugi dan menindak kapal pesiar MV Caledonian Sky yang merusak 1.600 meter persegi terumbu karang di Radja Ampat, Papua, pada 4 Maret 2017. "Tadi ngobrol (terkait masalah hukum laut), kita memiliki peluang kuat untuk menuntut ganti rugi dan menindak," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, saat kunjungan kerja ke Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Rabu (15/3), sebagaimana dikutip dari Antara.

Ia mengatakan, Pemerintah telah membentuk satu tim untuk menangani persoalan tersebut. Tim itu bertugas untuk datang ke lokasi kejadian. "Persoalannya ini bukan luas terumbu karangnya (yang rusak), tapi karangnya itu sangat langka," kata Luhut.

Sementara itu, kronologis rusaknya terumbu karang di Radja Ampat diawali dari masuknya kapal pesiar, MV Caledonian Sky yang berbendera Bahama, dinakhodai Kapten Keith Michael Taylor dan memiliki bobot 4.200 GT, pada tanggal 3 Maret 2017. Kapal yang membawa 102 turis dan 79 Anak Buah Kapal (ABK) itu setelah mengelilingi pulau untuk mengamati keanekaragaman burung serta menikmati pementasan seni, para penumpang kembali ke kapal pada siang hari 4 Maret 2017.

Kapal pesiar itu kemudian melanjutkan perjalanan ke Bitung pada pukul 12.41 WIT. Di tengah perjalanan menuju Bitung, MV Caledonian Sky kandas di atas sekumpulan terumbu karang di Raja Ampat. Untuk mengatasi hal ini Kapten Keith Michael Taylor merujuk pada petunjuk GPS dan radar tanpa mempertimbangkan faktor gelombang dan kondisi alam lainnya.

Saat kapal itu kandas, sebuah kapal penarik (tug boat) dengan nama TB Audreyrob Tanjung Priok tiba di lokasi untuk mengeluarkan kapal pesiar tersebut. Namun upaya tersebut awalnya tidak berhasil karena kapal MV Caledonian Sky terlalu berat. (Baca Juga: Selamatkan Satwa Liar Lewat Revisi UU 5/1990)

Kapten terus berupaya untuk menjalankan kapal Caledonian Sky hingga akhirnya berhasil kembali berlayar pada pukul 23.15 WIT pada tanggal 4 Maret 2017. Namun karena pemaksaan penarikan kapal pesiar kandas tersebut, terumbu karang yang rusak diperhitungkan mencapai seluas 1.600 meter persegi.

Terkait hal ini, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman akan menggaet Kementerian Luar Negeri dalam penanganan rusaknya ekosistem terumbu karang di Raja Ampat. "Ini kan kapalnya berbendera Bahama. Dalam hukum internasional itu yang bertanggung jawab adalah benderanya. Contohnya saja, kapal yang ditenggelamkan kan disebut kapal berbendera apa, perusahaannya tidak harus dari situ," kata Deputi I Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman Arif Havas Oegroseno.

Menurut Havas, pihaknya telah berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk melakukan segala upaya penyelesaian, termasuk mendorong negara itu untuk membantu. Hal itu dilakukan lantaran Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan negara persemakmuran Inggris yang terletak di Amerika Selatan itu. Lebih lanjut, lantaran masalah ini menyangkut keselamatan navigasi, maka pemerintah akan juga menggandeng Organisasi Maritim Internasional (IMO).

"Tadi pagi saya ketemu dengan teman-teman Kemlu karena kita tidak ada perwakilan Bahama di sini. Kita juga tidak punya kedutaan di Bahama," katanya. (Baca Juga: DPR Dorong KLHK Tindak Perusahaan Pelanggar Aturan Restorasi Lahan)

Penelusuran hukumonline, dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur mengenai kerusakan terumbu karang. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 21 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal itu menyebutkan, untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria baku kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim. Salah satu kriteria baku kerusakan ekosistem adalah kerusakan terumbu karang.

Pada Pasal 87 ayat (1) UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan, setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.

Dalam Pasal 90 ayat (1) UU ini juga disebutkan, pemerintah dan pemerintah daerah berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup. (Baca Juga: Gunakan Strict Liability, Hakim Hukum Perusahaan Ini Ratusan Miliar)

Bukan hanya pemerintah dan pemerintah daerah, pada Pasal 91 ayat (1) juga disebutkan, masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Sedangkan organisasi lingkungan hidup dalam melaksanakan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestatian fungsi lingkungan hidup. Hal ini tercantum dalam Pasal 92 ayat (1) UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Sementara terkait sanksi pidana, Pasal 99 ayat (1) UU ini menyebutkan bahwa setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar.
Tags:

Berita Terkait