Gamawan Bersedia Dikutuk Apabila Mengkhianati Bangsa
Korupsi e-KTP:

Gamawan Bersedia Dikutuk Apabila Mengkhianati Bangsa

Gamawan mengaku dalam pengadaan proyek e-KTP, pihaknya sudah meminta bantuan KPK untuk mengawal penganggarannya.

Oleh:
ANT/ASH
Bacaan 2 Menit
Mantan Mendagri Gamawan Fauzi. Foto: RES
Mantan Mendagri Gamawan Fauzi. Foto: RES
Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi membantah telah menerima uang terkait korupsi proyek e-KTP senilai 4,5 juta dolar AS dan Rp50 juta seperti disebut dalam dakwaan Irman dan Sugiharto. Bahkan, dia bersedia dikutuk Allah, Tuhan Yang Maha Esa apabila menerima uang suap dalam kasus penggelembungan dana proyek e-KTP ini.  

“Satu rupiah pun saya tidak pernah menerima Yang Mulia. Demi Allah, saya kalau mengkhianati bangsa ini menerima satu rupiah, saya minta didoakan seluruh rakyat Indonesia, jika menerima saya dikutuk Allah SWT,” kata Gamawan saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang kasus proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/3/2017) seperti dikutip Antara.

Hal ini diungkapkan Gamawan ketika menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim John Halasan saat memimpin sidang kedua kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP dengan terdakwa mantan Dirjen Dukcapil Kementerian Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri Sugiharto.   

“Terkait dengan program e-KTP, apakah saudara pernah menerima sesuatu?" tanya hakim John Halasan kepada mantan Mendagri era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini.

Terkait uang Rp50 juta, Gamawan mengaku bahwa itu honor sebagai pembicara di lima provinsi. “Saya baca disebut-sebut terima Rp50 juta untuk lima daerah. Saya perlu clear-kan, Yang Mulia, karena banyak yang bertanya kepada saya. Uang itu honor saya pembicara, Yang Mulia, di lima provinsi,” kata Gamawan.

Mendagri yang menjabat pada 2009-2014 ini mengatakan bahwa honor tersebut sesuai aturan yang berlaku, dimana tiap jamnya diberi honor Rp5 juta. “Saya bicara dua jam tiap provinsi,” kata Gamawan.

Dalam dakwaan disebut bahwa Gamawan menerima disebut menerima 4,5 juta dolar AS dan Rp 50 juta terkait proyek sebesar Rp5,9 triliun ini. Baca juga: Mengungkap Nama-Nama Besar dan Sepak Terjang Dua Terdakwa Korupsi e-KTP

DPR Ubah Anggaran
Dalam kesempatan ini, Gamawan menerangkan Komisi II DPR RI periode 2009-2014 mengusulkan perubahan sumber anggaran proyek pengadaan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP) dari Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN) menjadi bersumber APBN. “DPR minta diupayakan dengan anggaran APBN murni karena sebelumnya ada PHLN,” kata Gamawan

Gamawan mengaku perubahan anggaran e-KTP ini dibahas dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendari) dengan Komisi II DPR RI. Gamawan juga mengaku dalam pengadaan proyek e-KTP, pihaknya sudah meminta bantuan KPK untuk mengawal penganggarannya.

KPK juga menyarankan agar proyek tersebut dikawal oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). “Saya minta Sekjen Kemendagri bersurat ke LKPP dan BPKP minta dikawal, didampingi istilahnya,” kata dia dalam persidangan. Baca Juga: KPK Diminta Tuntaskan Kasus Korupsi ‘Berjamaah’ Proyek e-KTP  

Gamawan mengungkapkan pihaknya juga meminta LKPP untuk mengawal lelang elektronik proyek tersebut, namun di tengah jalan terjadi perbedaan pendapat dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). “Karena antar-lembaga, PPK dan LKPP beda, bukan kewenangan saya. Saya suratkan ke Wakil Presiden,” ungkap Gamawan.

Selanjutnya, dibentuk tim oleh Wakil Presiden untuk memediasi perbedaan LKPP dan PPK dan Gamawan merasa persoalan tersebut sudah selesai. Gamawan mengaku bahwa dirinya tidak pernah mendengar adanya mark up atau pengelembungan dari laporan pejabat pembuat komitmen (PPK) dan ketua panitia pengadaan.

“Saya tidak tahu tentang itu, karena yang saya tahu itu yang dilaporkan saja. Saya tanya tender ada banyak vendor bilang tidak ada yang di bawah Rp7 triliun, saya tanya ini yang tender ini baru dibilang Rp5,9 triliun. Logikanya ya saya tanda tangan. Saya minta pengawasan oleh BPKP, KPK, Polri, Kejaksaan,” bebernya.

Gamawan juga mengaku bahwa target jumlah pengadaan e-KTP yang tidak tercapai, karena terhambat kondisi infrastruktur dan kemauan warga untuk merekam data dirinya. “Kata Pak Dirjen waktu itu perekaman ada yang offline, ada yang online. Misalnya, di balik-balik bukit, di pulau-pulau tidak bisa online karena tidak ada listrik. Sekarang mungkin sudah tercapai 172 juta,” katanya.

Gamawan dihadirkan bersama lima saksi lainnya yang hadir. Irman dan Sugiharto didakwa korupsi dalam proyek pengadaan e-KTP yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Atas perbuatannya itu, Irman dan Sugiharto didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tags:

Berita Terkait