Pengusaha Tidak Perlu Takut Terjerat Pidana Korporasi
Utama

Pengusaha Tidak Perlu Takut Terjerat Pidana Korporasi

Selain memberi kepastian hukum, PERMA ini memberi manfaat termasuk untuk perusahaan agar menjadi good corporate governance.

Oleh:
CR-23
Bacaan 2 Menit
Seminar Nasional Bertemakan “Menjerat Korporasi dalam Pertanggungjawaban Hukum” dalam HUT IKAHI Ke-64 di Hotel Mercure Ancol, Jakarta (21/03/2017)
Seminar Nasional Bertemakan “Menjerat Korporasi dalam Pertanggungjawaban Hukum” dalam HUT IKAHI Ke-64 di Hotel Mercure Ancol, Jakarta (21/03/2017)
Korporasi sebagai entitas atau subjek hukum yang keberadaanya memberi kontribusi besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Namun korporasi ada kalanya juga melakukan tindak pidana (corporate crime) yang membawa dampak kerugian terhadap negara dan masyarakat.

Dalam praktiknya, banyak UU di Indonesia telah menempatkan korporasi sebagai subjek tindak pidana yang dapat dimintai pertanggungjawaban, namun peraturan mengenai hukum acaranya pemeriksaanya masih belum jelas. Untuk itu, persoalan ini telah diatur Peraturan MA (PERMA) No. 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi B. Sukamdani mengakui adanya PERMA No. 13 Tahun 2016 ini banyak pengusaha yang khawatir pertanggungjawaban pidana yang dapat dikenakan bagi korporasi atas apa yang dilakukan pengurus perusahaan. Sebab, bisa saja pengurusnya melakukan kejahatan yang tidak ada kaitannya dengan korporasi namun pertanggungjawaban atas kejahatan tersebut dibebankan kepada korporasi.

“Tetapi, adanya PERMA ini memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha untuk mendorong dan meningkatkan penerapan good corporate governace. Karena itu, pelaku usaha tidak perlu takut,” kata Hariyadi saat berbicara dalam Seminar Nasional Bertemakan “Menjerat Korporasi dalam Pertanggungjawaban Hukum” dalam HUT IKAHI Ke-64 di Hotel Mercure Ancol, Jakarta (21/03/2017). Baca Juga: Rayakan HUT ke-64, IKAHI-KPK Gelar Seminar Kejahatan Korporasi

Selain Hariyadi, seminar ini menampilkan pembicara lain yakni Kevin R, Valdes dari Attorney Departement Justice Amerika, Rektor Universitas Surya Kencana Dirja Priatno, Komisioner KPK Laode Muhammad Syarif, dan Hakim Agung Prof Surya Jaya yang dimoderatori oleh Hakim Agung Syamsul Maarif.

Menurut Hariyadi, bagi dunia usaha yang terpenting agar UU dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh aparat penegak hukum termasuk hakim yang memiliki kompetensi professional tinggi dan integritas baik. Karena itu, prinsip due process of law harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh aparat penegak hukum agar tidak terjadi fenomena “kriminalisasi terhadap korporasi.”

“Kalau ini terjadi tentu berdampak buruk terhadap berlangsungnya usaha dan nasib karyawan dan stakeholders lainnya,” kata dia.

Dia menilai salah satu kelemahan PERMA No. 13 Tahun 2016 hanya mengatur persoalan formal-prosedural, belum mengatur hal-hal yang substansial. “PERMA ini tidak memberi penjelasan rinci dalam hal menetapkan korporasi atau pengurus sebagai tersangka/terdakwa, tidak mengatur secara rinci mengenai penyitaan aset dalam hal korporasi tidak dapat membayar denda,” bebernya.

Dia memberi contoh ketika korporasi yang telah menjadi perusahaan terbuka ( PT Tbk),  diperlukan adanya peraturan yang lebih rinci dikarenakan sahamnya telah dimiliki oleh publik. Untuk itu, perlu ada perlindungan terhadap kepentingan publik juga. ”Pro-kontra PERMA No. 13 Tahun 2016, kemungkina pemidanaan korporasi dan atau pengurusnya. Sebab, pemidanaan bagi pengurus saja ternyata tidak cukup memrepresentasi delik-delik yang dilakukan oleh korporasi.”

Apalagi, dalam kehidupan sosial-ekonomi, korporasi semakin memainkan peranan penting dimana hukum pidana harus mempunyai fungsi dalam masyarakat. Jika hukum pidana hanya ditentukan segi perorangan yang hanya berlaku pada manusia, maka tujuan hukum pidana untuk melindungi dan menegakkan norma dalam masyarakat secara keseluruhan itu tidak akan efektif.

“Dalam praktik tidak mudah menentukan norma yang dapat diputuskan, apakah pengurus saja atau korporasi itu sendiri atau kedua-duanya harus dituntut dan dipidana,” kata dia mengingatkan. Baca Juga: Yuk, Selamatkan Perusahaan Anda dari Jerat Pidana Korporasi

Karena itu, dia meminta agar aparat penegak hukum benar-benar melaksanakan PERMA ini guna menentukan/merumuskan unsur-unsur kejahatan pengurus korporasi sekaligus menentukan dapat atau tidaknya meminta pertanggunjawaban korporasi. Jaksa dan Hakim harus mengacu pada unsur-unsur yang diatur Pasal 4 ayat (2) PERMA 13/2016.

Namun, pasal ini juga harusnya memberikan penjelasan lebih rinci terhadap unsur-unsur tersebut. Hal yang sama juga untuk karyawan atau pihak lain yang bertindak untuk dan atas nama korporasi.

Manfaat dan Sasaran
Dalam kesempatan yang sama, Hakim Agung Surya Jaya mengatakan manfaat PERMA ini untuk semua kepentingan baik kepentingan pemerintah maupun masyarakat termasuk kepentingan dunia usaha baik korporasi maupun pengurusnya.

Menurutnya, berlakunya PERMA penanganan kejahatan korporasi ini ada beberapa hal yang menjadi sasaran. Pertama, dapat meningkatkan profesionalitas dan integritas aparat penegak hukum. Kedua, dapat meningkatkan asset recovery dalam penanganan kejahatan korporasi. Ketiga, meningkatkan kontribusi kepada negara/pemerintah dan masyarakat. Keempat, terciptanya kesadaran, kepatuhan hukum, kultur hukum yang baik di lingkungan perusahaan sehingga terhindar dari perbuatan melanggar hukum.

“Semoga korporasi yang semula Bad Corporate Governance menjadi Good Corporate Governance. Korporasi dapat bertanggungjawab dan menjamin terwujudnya lingkungan hidup yang sehat dan berkualitas,” ujar mantan Ketua Tim Kelompok Kerja Penyusunan PERMA Penanganan Kejahatan Korporasi ini.(Baca Juga:Prof Surya Jaya: PERMA Kejahatan Korporasi Dukung Good Corporate Governance)

Menurutnya, merujuk PERMA ini dapat dilengkapi dengan penyusunan Standar Operating Prosedure (SOP) di masing-masing perusahaan sebagai standar perilaku korporasi yang baik dalam menjalankan kegiatan usaha. “Sehingga mencegah terjadinya perbuatan melawan hukum/perilaku koruptif dengan menerapkan 6 prinsip compliance plan. Ini bagian sistem pengawasan efektif untuk mencegah terjadinya kejahatan korporasi,” katanya.
Tags:

Berita Terkait