Koalisi Masyarakat Sipil Kecewa Penanganan Kasus Kendeng
Berita

Koalisi Masyarakat Sipil Kecewa Penanganan Kasus Kendeng

Pemerintah pusat dinilai tidak tegas.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Aksi tolak semen Kendeng sementara dihentikan karena ada salah satu peserta aksi, Patmi (48) meninggal dunia.
Aksi tolak semen Kendeng sementara dihentikan karena ada salah satu peserta aksi, Patmi (48) meninggal dunia.
Masalah lingkungan yang dihadapi masyarakat di kawasan pegunungan karst Kendeng akibat ekspansi pabrik semen belum berakhir. Walau Oktober 2016 majelis PK telah membatalkan izin lingkungan yang menjadi obyek sengketa yakni SK Gubernur Jawa Tengah No.660.1/17/2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen PT Semen Indonesia di Rembang, tapi faktanya pabrik semen masih beroperasi.

Bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil, para petani dan masyarakat di kawasan pegunungan Kendeng sudah menyambangi berbagai lembaga yang berwenang termasuk bertemu langsung Presiden Joko Widodo. Perjuangan para petani Kendeng tak hanya itu, mereka beberapa kali melakukan aksi cor kaki dengan semen di depan Istana Negara. Bahkan sampai ada satu orang petani Kendeng yang meregang nyawa.

Masyarakat Kendeng mengadakan pertemuan dengan Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Teten Masduki. Pertemuan berlangsung setelah sejumlah warga menyemen kaki dan melakukan aksi di depan Istana. Pegiat HAM, Haris Azhar, ikut dalam pertemuan itu mendampingi petani Kendeng. Haris mengatakan masyarakat sudah menyampaikan semua aspirasinya kepada pihak terkait. Pada Agustus 2016 Presiden Joko Widodo juga menjanjikan ada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). (Baca juga: Walhi Gugat Gubernur Jateng Terkait Pabrik Semen).

Menurut Haris hasil KLHS itu rencananya akan digunakan sebagai acuan pemerintah dalam menangani persoalan pegunungan Kendeng. Namun, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, tidak mematuhi rencana Presiden Joko Widodo itu, dia malah menerbitkan izin lingkungan baru untuk PT Semen Indonesia. Dalam pertemuan di KSP itu Haris mengatakan pihak perwakilan PT Semen Indonesia menyatakan setuju untuk menghentikan kegiatan operasional. (Baca juga: Proyek Investasi Terhambat Dua Masalah Ini).

Haris juga menyoroti langkah kepolisian mengkriminalisasi masyarakat Kendeng yang menolak pabrik semen. “Gubernur Jawa Tengah seolah memberikan justifikasi kepada perusahaan semen untuk mengganggu warga melalui izin yang diterbitkannya,” kata mantan koordinator KontraS itu dalam jumpa pers di kantor LBH Jakarta, Selasa (21/3).

Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, menilai Gubernur Jawa Tengah telah menyiasati hukum dengan cara menerbitkan izin lingkungan baru perusahaan pengelola pabrik semen. Kebijakan ini berlawanan dengan janji Presiden Joko Widodo yang ingin melakukan reforma agraria sebanyak 9 juta hektar bagi petani. Dewi merasa kecewa karena Presiden Joko Widodo tidak bersikap tegas kepada Gubernur Jawa Tengah mengenai persoalan pegunungan Kendeng. “Presiden Joko Widodo tidak tegas untuk menertibkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo,” tukasnya.

Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan YLBHI, Siti Rakhma Mary Herwati, berpendapat izin baru yang diterbitkan Gubernur Jawa Tengah untuk PT Semen Indonesia itu cacat hukum. Izin itu diterbitkan dengan mengacu izin lingkungan sebelumnya yang telah dibatalkan majelis PK. Sayangnya, pemerintah pusat menilai izin itu berhak dikeluarkan oleh pemerintah daerah. “Ini bukan soal kewenangan daerah, tapi sudah melawan hukum,” tegasnya.

Rakhma memprediksi KLHS yang dihasilkan nanti akan menyesuaikan dengan izin yang baru diterbitkan itu. Alih-alih hasil KLHS itu digunakan sebagai acuan Gubernur Jawa Tengah sebelum menerbitkan izin, tapi yang terjadi sekarang izin baru sudah terbit terlebih dulu sebelum KLHS. “Hasil KLHS yang katanya selesai April 2017 itu tidak akan membatalkan izin baru tersebut,” ujarnya.

Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa, menyatakan koalisi organisasi masyarakat sipil dan masyarakat Kendeng akan terus melakukan penolakan pabrik semen di kawasan pegunungan Kendeng. Baginya, ini bukan sekadar memperjuangkan lingkungan hidup dan hak masyarakat tapi juga menegakan wibawa hukum. “Apa yang telah dilakukan Gubernur Jawa Tengah yaitu menerbitkan izin baru merupakan penghinaan hukum,” pungkasnya.
Tags: