Awas! ‘Money Changer Ilegal’ Bisa Dijerat Pasal Pencucian Uang
Utama

Awas! ‘Money Changer Ilegal’ Bisa Dijerat Pasal Pencucian Uang

Pelaku Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (Kupva BB) yang beroperasi tanpa izin dari Bank Indonesia dianggap sebagai pihak yang membantu terjadinya tindak pidana pencucian uang dan memenuhi unsur Pasal 3, 4, dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010.

Oleh:
NANDA NARENDRA PUTRA
Bacaan 2 Menit
Direktur Perizinan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Ida Nuryanti (Paling Kanan), Direktur Tindak Pidana Rkonomi Khusus Mabes Polri, Agung Setya (tengah), Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Eni V. Panggabean (kiri). Foto: NNP
Direktur Perizinan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Ida Nuryanti (Paling Kanan), Direktur Tindak Pidana Rkonomi Khusus Mabes Polri, Agung Setya (tengah), Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Eni V. Panggabean (kiri). Foto: NNP
Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (Kupva BB) atau yang lazim dikenal dengan money changer rawan dimanfaatkan pelaku kejahatan untuk melakukan praktik pencucian uang (money laundering). Aparat penegak hukum mulai membidik pelaku usaha jasa tukar menukar uang asing ini, terlebih yang tanpa izin dari Bank Indonesia (BI) atau “money changer ilegal”.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri, Brigjen Pol Agung Setya, mengatakan bahwa pihaknya terus melakukan pemantauan terhadap pelaku usaha money changer, khususnya pelaku money changer ilegal. Polri menilai, pelaku usaha money changer ilegal seringkali dijadikan alat bagi pelaku tindak pidana untuk menyamarkan asal usul hartanya yang didapat dari tindak kejahatan. Polri juga menggandeng Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) dalam melakukan monitoring.

“Bareskrim terus lakukan pencegahan dan penegakan hukum supaya bisa lebih pantau dan pastikan semua kegiatan (KUPVA BB atau money changer) punya izin (Bank Indonesia),” kata Agung di kantor Bank Indonesia Jakarta, Senin (17/4).

Agung melanjutkan, pelaku kejahatan terus melakukan evolusi dalam setiap aksinya. Modus yang dipakai pada tahun-tahun silam, juga tidak lagi dipakai pada saat ini. Sebagai contoh, sekira tahun 2005, banyak tindak kejahatan yang memanfaatkan cek pelawat (travelers cheque) lantaran dinilai punya sejumlah ‘keunggulan’ oleh pelaku korupsi. Kemudian, beberapa tahun setelah itu, tepatnya tahun 2012, PPATK menemukan adanya tindak pidana penyuapan yang memanfaatkan money changer dan kemudian temjuan itu ditindaklanjuti oleh Mabes Polri.

(Baca Ulasan Kasus-Kasus Korupsi yang Gunakan Cek Pelawat: Cek Pelawat, Alat Korupsi ‘Favorit’)  

Belakangan ini, lanjut Agung, dalam kasus-kasus yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), pelaku lazim menggunakan mata uang asing dalam melakukan tindak pidana. Hal itu, patut diduga melibatkan pelaku usaha money changer ilegal atau tanpa mempunyai izin dari BI lantaran dalam melakukan penukaran valuta asing besar kemungkinan tidak diterapkan prinsip mengenal nasabah (know your customer/KYC).

“Kalau itu berizin, dia (money changer/KUPVA BB) akan pakai KYC seperti di bank. Disuruh isi data, baru kemudian dilayani. Bahkan, kalau money changer curiga soal transaksinya, dia bisa laporkan ke PPATK,” kata Agung. 

Dikatakan Agung, KUPVA BB atau money changer ilegal juga dapat dijerat dengan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Lebih lanjut, tak cuma pelaku utama pencucian uang, namun pelaku usaha KUPVA BB atau money changer yang tak mengantongi izin dari BI dapat dianggap ‘membantu’ terjadinya kejahatan pengaburan asal usul harta. Sebaliknya, bila KUPVA BB atau money changer itu berizin, maka dia tidak bisa dikategorikan sebagai pihak yang membantu melakukan kejahatan.

“Hukumannya sama dengan pelaku utama. Pasalnya diatur di Pasal 3, 4, dan 5 UU TPPU,” kata Agung.
BAB II
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
Pasal 3
 
Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 4

Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hakhak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 5

(1)Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan basil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

 
Bahkan, Kanit Tipideksus Bareskrim Polri, AKBP Binsan Simorangkir, dalam kesempatan sebelumnya, mengatakan bahwa Bareskrim tak mempersoalkan apakah Kupva BB tersebut berizin atau tidak berizin. Menurutnya, sepanjang Kupva BB tersebut menjadi sarana atau wadah melakukan TPPU atau tindak pidana lainnya, maka Bareskrim menilai hal itu menjadi domainnya.

“Tidak peduli itu berizin atau tidak, apabila itu (Kupva BB) digunakan, itu akan kita tindak,” tegas Binsan.

(Baca Juga Soal Komitmen PPATK, BNN, dan Bareskrim Polri Berantas KUPVA BB Ilegal:Penegak Hukum Mulai Bidik Tindak Pidana yang Manfaatkan Money Changer Ilegal)

Sebelumnya, Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat ada indikasi praktik Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang berkaitan dengan narkotika melalui sektor jasa keuangan. Sejauh ini, BNN baru mau memberikan sedikit informasi khususnya mengenai penyalahgunaan Kupva BB sebagai wadah melakukan TPPU yang nilainya cukup fantastis, yakni mencapai 3,6 Triliun. Total nilai tersebut khusus untuk Kupva BB yang tidak memiliki izin dari otoritas Bank Indonesia (BI).

“BNN mencatat ada enam Kupva BB. 4 Kupva BB tidak berizin dan 2 Kupva BB berizin,” kata Direktur TPPU BNN, Brigjen Pol Rokhmad Sunanto awal Januari kemarin.

Rokhmad menambahkan, secara kuantitas, penyalahgunaan Kupva BB khususnya yang menjadi catatan BNN sendiri masih tergolong sedikit. Namun, hal tersebut tetap menjadi prioritas BNN melihat nilai transaksi yang dilakukan pelaku melalui Kupva BB yang kebanyakan tidak mendapat izin dari BI ini nilainya sangat siginifikan. Setidaknya, tiga Kupva BB yang tidak berizin diatas seperti di kota Medan dan Batam sudah diminta dan direkomendasikan agar ditutup.

(Baca Juga: BI Sempurnakan Aturan KUPVA oleh Pedagang Valas)

Hingga saat ini, BNN sendiri juga mencatat ada sejumlah modus operandi yang dilakukan pelaku yang memanfaatkan Kupva BB. Misalnya, Kupva BB yang tidak berizin dijadikan sebagai perantara transaksi keuangan oleh Bandar narkotika. Sejauh ini, BNN akan terus meminta keterangan dari pegiat Kupva BB apakah mereka menyadari bahwa wadah valuta asing ini telah dimanfaatkan oleh Bandar narkotika. Pasalnya, kata Rokhmad, ada sejumlah Kupva BB yang tidak mengetahui modus-modus pemanfaatkan Kupva BB sebagai perantara dalam transaksi narkotika.

“Pemilik (Kupva BB) dapat dikenakan dua kemungkinan, yakni TPPU aktif atau TPPU pasif. Bergantung bagaimana perannya,” kata Rokhmad.

8 Modus Operandi Penyalahgunaan Kupva BB dalam Transaksi Terkait Narkotika
 
1.    Adanya kerjasama antara Kupva BB yang berizini dan dengan Kupva BB yang tidak berizin.
2.    Kupva BB tidak berizin dijadikan sebagai perantara transaksi keuangan dari Bandar narkotika.
3.    Kupva BB menggunakan rekenening pribadi lebih dari satu.
4.    Nasabah memberikan idenditas diri yang bukan sebenarnya.
5.    Adanya rasa enggan dari Kupva BB dalam pengecekan identitas nasabah
6.    Menggunakan Kupva BB yang berizin sebagai tempat penampungan uang.
7.    Menggunakan perusahaan legal sebagai sarana untuk melakukan kejahatan.
8.    Melakukan pemalsuan dokumen importasi dan invoice.

Sumber: Riset BNN, Diolah.

Dikatakan Rokhmad, kedepan Kupva BB mestinya dapat menerapkan prinsip mengenal nasabah (know your customer/KYC) seperti yang selama ini dipatuhi oleh perbankan. Pengamatan BNN sendiri, menunjukkan masih banyak Kupva BB terutama yang tidak berizin seringkali tidak melakukan pengecekan identitas pengguna saat bertransaksi. Bahkan transaksi dapat berjalan lancar tanpa perlunya menunjukkan kartu identitas si pengguna jasa Kupva BB.

“Prinsip mengenal dan hati-hati penting juga diterapkan terutama ke Kupva yang tidak berizin,” sebut Rokhmad.
Wakil Kepala PPATK, Dian Ediana Rae, dalam kesempatan sebelumnya, juga mengatakan bahwa pihaknya fokus melakukan pengawasan atau monitoring terhadap Kupva BB yang tidak berizin. PPATK sendiri sudah mengendus ada yang mencoba menyusup ke dalam skema valuta asing dengan transaksi yang cukup besar. Hanya saja, ia belum mau menyampaikan lebih rinci berapa nilai transaksi dan kemana aliran dana tersebut bermuara. Paling tidak, ia membeberkan bahwa Kupva BB yang tidak berizin tersebut menggunakan rekening pribadi sebagai alat transfernya.

“Kita monitor betul rekening (perusahaan) dan rekening pribadinya,” kata Dian.

Sebagai informasi, Peraturan BI (PBI) No.18/20/PBI/2016 dan SE No.18/42/DKSP tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank mengatur bahwa setiap Kupva BB wajib mendapat izin dari BI. Aturan ini punya masa transisi hingga paling lambat pada 7 April 2017 kemarin. Setelah waktu itu, maka BI akan melakukan penindakan dengan cara menutup KUPVA BB yang tidak berizin itu.

Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI, Eni V. Panggabean
Eni menjelaskan, saat melakukan penanganan pasca 7 April 2017 kemarin, BI bekerjasama dengan Bareskrim Polri telah melakukan penertiban terhadap pihak-pihak yang masih melakukan kegiatan penukaran valas tanpa izin. Penertiban dilakukan dengan pemasangan maklumat penertiban kepada KUPVA BB tidak berizin.

“Kegiatan penertiban dilakukan secara berkelanjutan di seluruh wilayah kerja BI secara bertahap, random, dan berkesinambungan,” kata Eni di tempat dan waktu yang sama.

Berdasarkan mapping per 31 Maret 2017, terdapat 783 KUPVA BB tidak berizin dimana sebanyak 122 pengusaha KUPVA BB telah mengajukan izin ke BI. Kata Eni, penertiban tahap pertama dilakukan pada tanggal 10 sampai 13 April 2017 di wilayah kerja BI kantor pusat (Jakarta, Bogor, dan Depok) serta kantor perwakilan BI (KPw) Sumatera Utara, Pematang Siantar, dan Bali. Hasilnya, ditemukan ada 184 pelaku KUPVA BB ilegal yang melakukan kegiatan penukaran valas tanpa izin.
PulauJumlah KUPVA BB Tidak Berizin (Per 31 Maret 2017)Mengajukan Izin
Jawa41668
Sumtera18417
Bali dan Nusa Tenggara9010
Kalimantan8221
Sulawesi, Maluku, dan Papua116
Total783122
Sumber: Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia.

Dari 184 pelaku kegiatan KUPVA BB tanpa izin diwilayah tersebut. 18 pengusaha KUPVA BB telah mengajukan izin ke BI dan 71 KUPVA BB telah menghentikan layanan. Sementara, sebanyak 95 pelaku KUPVA BB Ilegal telah diterbitkan dan terhadapnya juga telah ditempel stiker penertiban sampai dengan pihak tersebut mengajukan izin kepada BI. Menariknya, sebut Eni, pelaku usaha KUPVA BB yang ditertibkan punya bentuk beragam mulai dari money changer, toko emas, bahkan pengusaha tour & travel, serta usaha lainnya seperti toko elektronik.
Tags:

Berita Terkait