Harus Ada Pemisahan yang Jelas Pengguna dengan Pelaku Perdagangan Narkoba
Berita

Harus Ada Pemisahan yang Jelas Pengguna dengan Pelaku Perdagangan Narkoba

Hukuman berat belum tentu terbukti menimbulkan efek jera.

Oleh:
NEE
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pengguna narkotika. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pengguna narkotika. Ilustrator: BAS
Pengadilan terus menjatuhkan hukuman berat kepada penyalah guna dan pelaku perdagangan narkotika. Hukuman mati, hukuman seumur hidup, dan hukuman 20 tahun beberapa kali dijatuhkan hakim terhadap tersangka pemilik dan pelaku perdagangan narkotika. Pengguna narkotika juga ikut dihukum berat.

Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla memang sejak awal mencanangkan perang terhadap narkotika. Catatan Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan sepanjang tahun 2016 ada 807 kasus narkotika yang terungkap dengan 1.238 tersangka. Dari jumlah itu 21 orang adalah Warga Negara Asing (WNA). Pada tahun 2015, ada 638 kasus narkotika yang terungkap. Ini berarti ada peningkatan jumlah kasus, meskipun belakangan hukuman yang dijatuhkan pengadilan terhadap pelaku umumnya berat. (Baca juga: Bareskrim Tangkap 3 WNA Terkait Jaringan Narkotika Internasional).

Namun pendekatan yang dilakukan Pemerintah dan aparat penegak hukum terhadap kasus-kasus narkotika dinilai tidak jelas. Tak ada pemisahan yang tegas antara pengguna dan pelaku perdagangan gelap narkotika. Padahal, seharusnya ada pembedaan perlakuan yang jelas.

Setidaklah begitulah pandangan yang disampaikan Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Totok Yulianto, dan Staf Advokasi LBH Masyarakat Yohan Misero menjawab pertanyaan Hukumonline melalui sambungan telepon.

Totok mengatakan selama ini aktivitas yang dilakukan aparat lebih banyak mencari barang bukti. Asal ada narkotikanya langsung diproses. Pengguna narkotika mau tidak mau harus menguasai, memiliki, menyiman atau membeli narkotika. Para pengguna ini pun seringkali kena ancaman hukuman berat 4-12 tahun dan denda ratusa  juta hingga miliaran rupiah. Menurut Totok, ancaman berat kepada pengguna kurang tepat. “Tidak tepat kalau dipakai untuk pengguna,” ujarnya.

Tindakan terhadap pengguna seharusnya punya tahapan-tahapan. Negara wajib menyediakan proses pemulihan. Teguran adalah upaya agar pelaku menggunakan kesempatan memulihkan diri. Jika proses pemulihan tidak berhasil, maka dikenakan sanksi denda, dilanjutkan hukuman sosial. Setelah semua prose situ tidak juga mengubah perilaku pengguna barulah pidana digunakan. “Jadi, secara bertahap,” tegasnya.

Pandangan senada disampaikan Yohan Misero. Menurut dia, negara lebih baik melakukan intervensi terhadap pengguna atau pemakai ketmbang melakukan kriminalisasi. Intervensi dimaksud adalah memberikan layanan kesehatan kepada pengguna hingga sembuh. “Negara harus memberikan akses kesehatan seluas-luasnya dan seluwes-luwesnya untuk para pemakai narkotika,” ujarnya.

Cuma, akses ke kesehatan itu bukan dipaksa seperti kecenderungan saat ini, melainkan lebih pada kesukarelaan (voluntary). Sebab, adiksi bisa disembuhkan jika pengguna punya keinginan untuk memperbaiki hidup. Rehabilitasi tak semata menjalani rawat inap selama beberapa minggu atau bulan. Rehabilitasi kepada pengguna juga bisa dalam bentuk konseling, memberikan pengertian lebih tentang kualitas hidup si pengguna. (Baca juga: Sesuai UU, Pengguna Narkotika Tetap Direhabilitasi).

Yohan Misero juga berpandangan memanjarakan orang (pengguna) berkali-kali bukan jawaban karena justru menambah beban kepada negara. Penjara menjadi penuh, sehingga beban anggaran terus bertambah.

Tetapi ia sepakat dengan Totok, harus ada pembedaan yang jelas mana yang pengguna, mana yang pelaku perdagangan sebagai pion, dan mana yang pelaku perdagangan internasional (sindikat). Melihat situasi sosial pelaku bisa digunakan sebagai salah satu indikator pemilah. Hakim seharusnya juga jeli melihat indikator ini. Jangan sampai pengadilan salah menghukum orang yang statusnya hanya sekadar pion, apalagi pengguna. (Baca juga: Lewat Putusan, Hakim Kritik Cara Polisi Tangani Kasus Narkoba).

Berkaitan dengan hukuman berat, LBH Masyarakat berada dalam posisi menentang hukuman mati terhadap pelaku perdagangan atau pengedar narkotika. “Yang kami persoalkan adalah hukuman mati,” tegasnya. (Baca juga: Pemerintah-DPR Dituntut Serius Hapus Hukuman Mati).
Tags:

Berita Terkait