Usulan Hak Angket Rekaman Miryam Bentuk Intervensi Penegakkan Hukum
Berita

Usulan Hak Angket Rekaman Miryam Bentuk Intervensi Penegakkan Hukum

Pemeriksaan yang dilakukan KPK terhadap Miryam sudah masuk proses penegakan hukum. Namun, DPR mengklaim ini masih dalam koridor fungsi pengawasan sesuai tugas dan fungsinya.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Mantan Anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani menjadi saksi terkait kasus dugaan korupsi KTP elektronik di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/3).
Mantan Anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani menjadi saksi terkait kasus dugaan korupsi KTP elektronik di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/3).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak sejumlah anggota Komisi III DPR agar membuka rekaman berita acara pemeriksaan (BAP) terhadap anggota DPR Miryam S Haryani terkait penanganan kasus korupsi proyek e-KTP. KPK pun bersikukuh tak dapat memenuhi permintaan mitra kerjanya itu. Komisi III pun mengancam bakal menggunakan instrumen parlemen dengan hak angket (penyelidikan).  

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting berpandangan upaya sejumlah anggota Komisi III DPR yang mendesak KPK agar membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam sebagai bentuk intervensi dalam proses penegakkan hukum. Sebab, penegakan hukum yang dilakukan KPK sejatinya tak boleh dicampuri oleh pihak lain, sekalipun Komisi III DPR ini membidangi hukum itu.

“Upaya Komisi III DPR untuk mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam Haryani adalah intervensi terhadap proses penegakan hukum,” ujarnya melalui keterangan tertulis kepada hukumonline, Kamis (20/4/2017). Baca Juga: Kala Miryam Dikonfrontasi dengan 3 Penyidik KPK

Miko menilai upaya tersebut pun bentuk penggiringan terhadap proses penegakan hukum ke arena proses politik. Komisi III DPR mestinya memahami dan menghormati proses pemeriksaan yang dilakukan KPK terhadap Miryam yang saat ini duduk sebagai anggota Komisi V DPR itu. Soalnya, Miryam memang telah berstatus tersangka lantaran dinilai memberikan keterangan tidak benar dalam kasus proyek dugaan korupsi e-KTP.

“Pengawasan terhadap penanganan kasus, khususnya Miryam dilakukan dengan mekanisme hukum melalui instrument proses pengadilan, bukan diproses di Komisi III,” kata dia.

Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, majelis hakim pun sudah menghadirkan penyidik yang melakukan pemeriksaan terhadap Miryam untuk dimintakan keterangan. Dalam proses hukum terhadap Miryam dilakukan pemanggilan untuk menjalani pemeriksaan lanjutan, tetapi politisi Partai Hanura itu (dua kali) kerap mangkir.  

“Artinya, proses penegakan hukum dan kontrol telah berjalan sesuai mekanisme hukum. Komisi III DPR tidak perlu mengusik hal tersebut dengan tekanan politik melalui hak angket,” sarannya.

Miko berharap Komisi III memahami dan menghormati kerja-kerja KPK dalam penegakan hukum khususnya pemberantasan korupsi. Selama proses penegakan hukum berjalan sesuai koridor dan hukum acara yang berlaku. Ia berpendapat sekalipun dinilai perlu bertindak, pengadilan yang berwenang secara independen kemudian menkonfirmasi berbagai hal sebagaimana yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

“Komisi III DPR tidak perlu bertindak selayaknya pengadilan,” kata Miko.

Lebih lanjut pengajuan hak angket yang bakal digagas Komisi III sebagai langkah kontraproduktif terhadap upaya pengusutan kasus korupsi e-KTP. Ia mengatakan penyebutan nama sejumlah anggota dewan serta petinggi partai dalam kasus tersebut mestinya dikejar untuk kemudian ditelusuri lebih dalam. Dengan begitu nantinya dapat diketahui kebenaran melalui proses penegakan hukum.

Nah, upaya pengajuan hak angket merupakan proses politik yang berpotensi mengaburkan pengusutan kasus e-KTP. Bagi Miko, upaya mengajukan hak angket oleh Komisi III merupakan upaya politik, bukan proses penegakan hukum. Karena itu, KPK mesti didukung dalam menuntaskan kasus tersebut secara hukum.

“Fokus seharusnya tetap satu dan didukung semua pihak, yaitu bagaimana cara membongkar kasus ini secara tuntas, mulai dari aktor, modus, dan jaringan yang terlibat,” katanya. Baca Juga: Dua Mantan Wakil Ketua Komisi II DPR Mengaku Tak Kenal Andi Narogong

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan hak angket merupakan instrumen parlemen. KPK pun tak dapat menolak ketika DPR menggunakan haknya sesuai kewenangan yang diatur UU. “Haknya DPR untuk lakukan, kita tidak bisa mempengaruhi,” katanya.

Namun, KPK keukekeuh enggan atau menolak membuka rekaman pemeriksaan, lantaran hal tersebut merupakan materi BAP. Dia mengingatkan perlu pembedaan dua kasus yang berbeda. Menurutnya, BAP Miryam diperuntukan kasus korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Irman. Malahan sudah dilakukan pemanggilan terhadap beberapa pihak. “Tapi kan ini kasus kesaksian palsu masih dalam proses penyidikan. Kita masih lakukan BAP, kalau BAP-nya dibuka kan belum (bisa) dong,” ujarnya.

Hanya melaksanakan pengawasan
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah membantah tudingan soal intervensi penegakan hukum. Menurutnya, kasus Miryam masih bersifat umum. Namun hak angket terkait dengan penegakan hukum secara umum, tidak kasus per kasus. Sebab berdasarkan rapat komisi yang menjadi mandat rapat pimpinan dan Badan Musyawarah (Bamus), belakangan banyak hal yang perlu diinvestigasi.

Karena itu, kata Fahri, DPR tak mengenal istilah intervensi. Sebab DPR hanyalah melaksanakan fungsi pengawasan sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagaimana diatur ketentuan perundangan yang berlaku. “Kalau DPR tidak ada istilah intervensi, karena dalam pengawasan DPR boleh melakukan apa saja, tidak ada istilah intervensi,” bantahnya.

Untuk diketahui, pada Selasa (18/4) kemarin malam digelar rapat kerja antara KPK dengan Komisi III DPR. Rapat dibuka setelah sebelumnya pagi harinya tertunda akibat Ketua KPK Agus Raharjo lebih memilih menghadiri HUT Kopassus di Lembang Bandung. Dalam rapat tersebut, suasana memanas ketika menyinggung hal rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Dalam rapat tersebut, sejumlah anggota dewan mendesak agar KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam. Tetapi, KPK menolak. Alhasil, Komisi III pun mengancam bakal menggunakan hak angket. Bahkan, nyaris semua fraksi menyetujui untuk mengunakan hak angket. Tujuannya membuka rekaman pemeriksaan Miryam untuk membuktikan ada tidaknya nama anggota dewan yang disebut lantaran mengancam Miryam.
Tags:

Berita Terkait