Pimpinan KY Kunjungi Hukumonline
Info

Pimpinan KY Kunjungi Hukumonline

Pimpinan Redaksi Fathan Qarib menyampaikan terima kasih dan suatu kehormatan atas kunjungan Pimpinan KY ke kantor Hukumonline.

Oleh:
CR-23
Bacaan 2 Menit
Pimpinan KY Saat Berkunjung di Kantor Hukumonline Gedung AD Primer Jl. Simatupang No. 5, Ragunan, Jakarta Selatan. Foto: RES
Pimpinan KY Saat Berkunjung di Kantor Hukumonline Gedung AD Primer Jl. Simatupang No. 5, Ragunan, Jakarta Selatan. Foto: RES
Kamis (20/4), Hukumonline kedatangan tamu istimewa yakni Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari. Aidul yang didampingi Komisioner KY Farid Wajdi, melakukan kunjungan media visit ke Kantor Hukumonline di Gedung AD Primer Jl. Simatupang No. 5, Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pertemuan ini guna mempererat silatuhrahmi sekaligus mendiskusikan isu-isu pemberitaan hukum khususnya seputar kewenangan KY.

Dalam pertemuan ini, KY menyampaikan beberapa isu terkait wacana shared responsibility system (pembagian tugas lembaga negara) yang termuat dalam RUU Jabatan Hakim, seleksi calon hakim tingkat pertama, hingga seleksi calon hakim agung (CHA). Kedatangan kedua pejabat negara itu diterima langsung oleh Direktur Pemberitaan Hukumonline Amrie, Pimpinan Redaksi Fathan Qarib, dan Redaktur Muhammad Yasin dan Agus Sahbani.    

Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari menerangkan konsep shared responsibility system ini merefleksikan peran lembaga lain dalam hal ini KY dalam pengelolaan manajemen hakim terkait rekrutmen calon hakim, pembinaan, promosi mutasi, pengawasan hingga pensiun hakim. Baginya, konsep ini sudah berjalan sesuai kewenangan KY yang ada, seperti keterlibatan KY dalam diklat calon hakim, peningkatan kapasitas hakim, pengawasan.

“Kewenangan itu sudah dimiliki, tetapi (kewenangan) itu tidak terlalu kuat. Jadi sebenarnya tidak ada yang baru, hanya KY merekontruksi itu ke dalam konsep baru yakni shared responsibility,” kata Aidul. (Baca juga: Pentingnya Konsep Shared Responsibility dalam Rekrutmen Hakim)

Di sisi lain, MA menentang konsep ini dengan mengajukan konsep lama yakni one roof system (sistem satu atap) yang mengacu TAP MPR No. X Tahun 1998 tentang Pembagian Penyelenggaraan Negara Antara Lembaga Eksekutif, Legislatif, Yudikatif. Dari aturan ini, muncul sistem satu atap dimana fungsi organisasi, finansial, administrasi yang selama ini di bawah eksekutif (Kemenkumham) dialihkan ke MA.

“Tetapi dalam konteks ini, MA meminta pemisahan (tugas) dengan eksekutif. Tetapi KY kan jelas bukan (lembaga) eksekutif. Justru konsep shared responsibility memperkuat one roof system, bukan menjadi ancaman one roof system,” ujarnya.

Menurutnya, sesuai Pasal 24 ayat (3) UUD 1945, KY merupakan salah satu badan yang berhubungan dengan kekuasaan kehakiman. Meski lembaga kekuasaan kehakiman yang utama dipegang oleh MA dan MK yang bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Dalam hal ini, kekuasaan kehakiman oleh KY terkait manajemen hakim, bukan dalam hal penanganan perkara.

“MA merumuskan managemen perkara dan KY merumuskan manajemen hakim. Jadi konsep itu sebenarnya tidak ada yang bertentangan dengan one roof system. KY sendiri pun tidak ingin mengambil alih kewenangan administrasi, finansial dan organisasi,” tegasnya. (Baca juga: MA Sebut Konsep Shared Responsibility Langgar Putusan MK)

Komisioner KY Farid Wajdi mengatakan tentang seleksi calon hakim agung sebenarnya KY berada dalam posisi sulit ketika berkomunikasi dengan DPR dalam hal persetujuan calon-calon yang diusulkan. Sebab, dalam beberapa kali seleksi CHA, beberapa CHA yang diusulkan KY seringkali ditolak DPR. Dia berharap DPR dan KY seharusnya saling menurunkan ego dan kesenjangan persepsi dalam hal persetujuan CHA.

“Menurut catatan Komisioner KY Bidang Rekrutmen Hakim Maradaman, seleksi CHA Tahun 2016, KY mengusulkan 5 CHA yang lolos ke DPR, tetapi hanya 3 CHA yang disetujui. (Padahal) total biayanya, 1 CHA (yang disetujui DPR) mengeluarkan sekitar Rp 2 miliar, maka proses anggaran yang dikeluarkan dari keseluruhan seleksi CHA mencapai 6 Miliar,” ungkapnya.

Farid mengatakan ada satu hal penting dalam RUU Jabatan Hakim terkait status hakim sebagai pejabat negara sejak tahun 2009 yang hingga sulit direalisasikan lantaran terbentur regulasi dan penganggaran. Di sisi lain, seleksi calon hakim tahun ini akan berstatus Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS/ASN).     

“Jadi, sebaiknya seleksi calon hakim tahun ini seharusnya menunggu terbitnya RUU Jabatan Hakim, sehingga ke depannya tidak ada persoalan mengenai status hakim apakah sebagai pejabat negara atau ASN?” sarannya.

Farid menambahkan bila MA ingin tetap melaksanakan seleksi calon hakim seharusnya memperjelas terlebih dahulu dasar hukum yang digunakan. Sebab, bagaimanapun seleksi calon hakim ini selain lembaga yang berkepentingan juga harus melibatkan publik melalui pembentukan Panitia Seleksi (Pansel). “Soal shared responsibility ini, justru MA melibatkan Kemenpan dalam proses seleksi calon hakim tingkat pertama,” tambahnya.      

Sementara Pimpinan Redaksi Hukumonline Fathan Qorib menyampaikan terima kasih dan suatu kehormatan atas kunjungan Pimpinan KY ke kantor Hukumonline. Dia mengakui isu pembahasan RUU Jabatan Hakim memang tengah ramai menjadi perbincangan publik dimana Hukumonline turut terlibat dalam pemberitaan isu RUU Jabatan di DPR. “Hukumonline pun sering mengikuti perkembangan pembahasan RUU Jabatan Hakim dan seleksi calon hakim agung,” kata Fathan.    
Tags:

Berita Terkait