Waspada KTP Palsu! Pelaku Jasa Keuangan Diimbau Gunakan Data Resmi Dukcapil
Berita

Waspada KTP Palsu! Pelaku Jasa Keuangan Diimbau Gunakan Data Resmi Dukcapil

Pelaku usaha di sektor jasa keuangan dapat meminta permohonan akses data kependukan kepada Ditjen Dukcapil.

Oleh:
NANDA NARENDRA PUTRA
Bacaan 2 Menit
Perjanjian kerjasama BCA dengan Ditjen Dukcapil mengenai pemanfaatan data kependudukan. Foto: NNP
Perjanjian kerjasama BCA dengan Ditjen Dukcapil mengenai pemanfaatan data kependudukan. Foto: NNP
Pelaku usaha di sektor jasa keuangan didorong untuk memanfaatkan data kependudukan yang terekam pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil). Pemanfaatan data tersebut diyakini dapat mempermudah pelaku usaha ketika menerapkan prinsip mengenal nasabah atau Know Your Customer (KYC).

Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, mengatakan pelaku usaha di sektor jasa keuangan dapat mengakses data kependudukan milik Ditjen Dukcapil saat melakukan verifikasi calon nasabah atau calon debitor. Verifikasi penting dilakukan mengingat hingga kini masih banyak ditemukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu yang sengaja dipakai oleh calon nasabah ketika proses administrasi di lembaga jasa keuangan. (Baca juga: Impor KTP-NPWP Diduga Terkait Kejahatan Ekonomi).

“Semua lembaga yang bergelut di bidang keuangan perlu mengakses data di Dukcapil untuk prinsip KYC,” kata Zudan saat diwawancara di Jakarta, Kamis (20/4) kemarin. (Baca juga: Awas! Money Canger Ilegal Bisa Dijerat Pasal Pencucian Uang).

Zudan menambahkan, pelaku usaha di sektor jasa keuangan seringkali ‘kecolongan’. Misalnya sewaktu memberikan persetujuan kredit kepada debitor, identitas yang digunakan saat mengajukan permohonan ternyata palsu. Bila sudah kejadian, lembaga pembiayaan mau tidak mau harus menanggung kerugian seperti kredit menjadi macet, dan pada akhirnya mempengaruhi tingkat Non Performing Loan (NPL).

Penggunaan identitas palsu juga lazim terjadi serta memiliki dampak serius dalam pembukaan rekening baru di perbankan. Sebagai contoh, pelaku sengaja membuat rekening dengan memakai kartu identitas palsu karena rekening itu memang dirancang menjadi ‘rekening penampungan’ uang yang diperoleh dari hasil tindak kejahatan. Kartu identitas yang dipakai terbukti palsu. Akibatnya, para penegak hukum sulit melakukan penelusuran identitas pelaku.

“Kalau akses data Ditjen Dukcapil, orangnya yang pakai KTP palsu akan terdeteksi. Karena ketika diketik NIK (Nomor Induk Kependudukan) ternyata orangnya berbeda, orangnya bisa langsung kita tangkap,” kata Zudan.

Modus-Modus KTP Palsu di Sektor Jasa Keuangan

1.     Pelaku Melekatkan KTP dengan Foto Palsu

Pelaku membuat stiker bertuliskan identitas palsu kemudian ditempeli (ditimpa) pada KTP Elektronik yang asli. Data identitas nama, tanggal lahir, alamat tinggal, dan keteraangan lain tetap dibiarkan dalam keadaan asli namun foto sengaja diubah dengna stiker menyesuaikan wajah pelaku yang mengajukan proses ke lembaga jasa keuangan.

2.   Pelaku Menggunakan KTP yang Tidak Dipakai

Pelaku memanfaatkan KTP Elektronik asli yang dibuang oleh pengguna asli, misalnya karena telah rusak atau pudar tulisannya. Oleh karena KTP Elektronik memiliki chip yang merekam data si pemilik KTP, selama tidak dimusnahkan maka data itu akan terus terekam pada data Dukcapil.

Saran: Bila KTP Elektronik sudah rusak atau pudar tulisanya, sebaiknya melaporkan dan meminta kartu baru. Kemudian KTP yang lama itu dimusnahkan oleh pihak Dukcapil agar tidak terjadi penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.

3.   Pelaku Menggunakan KTP yang Belum Elektronik

Pelaku memanfaatkan sisa 2,8% penduduk Indonesia yang belum melakukan perekaman KTP Elektronik sebagai dalih mengajukan permohonan atau aplikasi ke pelaku di sektor jasa keuangan.

Saran: lembaga jasa keuangan bisa meminta untuk segera melakukan perekaman karena per 1 April 2017 kemarin Ditjen Dukcapil sudah mulai kembali melakukan perekaman.
Sumber: Diolah dari wawancara.

Zudan mendorong pelaku jasa keuangan memanfaatkan fasilitas pemberian untuk mengakses data kependudukan, Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan KTP Elektronik di Ditjen Dukcapil. Per April 2017, total sudah ada 207 institusi yang memanfaatkanUntuk memperoleh akses tersebut, cukup mengajukan permohonan permintaan akses kepada Ditjen Dukcapil. Tetapi ia memberi syarat, data itu tidak boleh disalahgunakan. Syarat itu nanti dibuat dalam bentuk perjanjian. “Tidak boleh dibuka untuk kepentingan non-tujuan yang ditetapkan,” kata Guru Besar Ilmu Hukum itu.

Kesepakatan pemanfaatan data kependudukan itu dibingkai melalui perjanjian kerjasama (PKS) antara Ditjen Dukcapil dengan lembaga terkait. Dalam perjanjian diatur antara lain hak dan kewajiban dari masing-masing pihak terkait pemanfaatan data kependudukan,  dan batas waktu pemanfaatan akses (maksimal lima tahun). Terpenting, Ditjen Dukcapil dalam PKS itu meminta agar akses yang diberikan itu tidak disalahgunakan. Mesti diketahui, Ditjen Dukcapil terus melakukan monitoring terhadap data kependudukan.“(aksesnya) Bisa dengan card reader atau dengan ketik NIK (pada sistem Ditjen Dukcapil),” katanya.

Hukumonline.com
Sumber: Ditjen Dukcapil Kemendagri (per April 2017).

Melalui Sistem SIAK Ditjen Dukcapil, operator pengawas data dapat mengetahui data apa yang tengah diakses oleh institusi secara real time. Bahkan, operator juga dapat melihat secara detil bahwa insitusi tertentu sedang mengintip NIK tertentu pada waktu bersamaan. Misalnya perusahaan pembiayaan menerima permohonan kredit per hari sebanyak 100 permohonan. Ternyata perusahaan mengakses NIK lebih dari itu, yakni mencapai 200 NIK. Maka, patut diduga perusahaan telah melakukan penyalahgunaan data kependudukan.

“Sanksinya diputus, ada denda, dan pidananya. UU Adminduk ada sanksi perdata, pidana, dan administrasi. Yang paling mahal itu adalah trust-nya. Runtuh nanti kalau diketahui kerjasamanya diputus karena menyalahgunakan data. Perusahaan itu bisa bankrut,” sebut Zudan.

Presiden Direktur PT BCA Finance, Roni Haslim mengatakan bahwa pemanfaatan data kependudukan, NIK, dan KTP Elektronik dapat memangkas waktu persetujuan kredit. Bila sebelumnya aplikasi permohonan kredit diproses dalam hitungan hari, sekarang hanya membutuhkan waktu dalam hitungan jam aplikasi kredit yang dimohonkan dapat dikucurkan kepada calon debiturnya.

“Bagi kami, adanya kerjasama ini dapat meningkatkan kualitas layanan dan menyalurkan pembiayaan yang tepat sasaran yang diberikan PT BCA Finance kepada debitur dan calon debitor,” kata Roni.

BCA Finance menjadi satu dari sejumlah pelaku di sektor jasa keuangan yang telah melakukan penandatanganan PKS bersama dengan Ditjen Dukcapil Kamis (20/4) kemarin. Selain BCA Finance, ada beberap pelaku Industri Keuangan Non Bank (IKNB) khususnya lembaga pembiayaan yang telah memanfaatkan akses data kependudukan. Sayangnya, tak lebih dari 10 perusahaan pembiayaan tercatat telah memanfaatkan akses data milik Ditjen Dukcapil itu.

Padahal, perusahaan pembiyaan maupun pelaku di sektor jasa keuangan pada umumnya akan dapat meminimalisir risiko kredit macet dengan memanfaatkan data kependudukan tersebut. Seperti halnya BCA Finance, mereka optimis angka NPL akan turun jauh sekali lantaran jumlah data atau identitas fiktif akan sangat berkurang jumlahnya. Dikatakan Roni, ketika ada calon debitur membawa kartu identitas dan itu palsu, BCA Finance langsung menolak aplikasi kredit yang diajukan.

“Kami lagi develop aplikasi mobile untuk proses kreditnya bisa lewat mobile. Nah, sekarang sangat dibutuhkan. Langsung keluar fotonya. Di KTP tidak ada nama ibu kandung, di Dukcapil ada ibu kandung. Kita bisa verifikasi data lebih cepat, dulu bisa 2 hari. Langsung kita tolak saja, sebelum ada ini kan kita ngga bisa tahu,” terang Roni.

Sebelumnya, pelaku di industri pasar modal seperti perusahaan efek, manajer investasi, dan agen penjual sudah memanfaatkan data kependudukan dari Ditjen Dukcapil. 100 pelaku industri pasar modal Indonesia telah menandatangani perjanjian kerjasama (PKS) dengan Ditjen Dukcapil akhir November 2016 lalu.

Direktur Utama KSEI, Friderica Widyasari Dewi mengatakan  pemanfaatan data kependudukan melalui penggunaan card reader bertujuan untuk percepatan pembukaan rekening investor di pasar modal yang sebelumnya memerlukan waktu beberapa hari menjadi kurang dari 30 menit. Pemanfaatan alat ini juga memberikan kemudahan bagi investor yang berada di luar pulau Jawa yang sering mengelu lantaran lamanya waktu pembukaan rekening investasi. “Hal ini tentu saja memberikan kontribusi yang luar biasa untuk memajukan iklim investasi di pasar modal Indonesia,” ujar Friderica.

Friderica melanjutkan, dengan alat pembaca e-KTP ini, animo masyarakat berinvestasi diproyeksi semakin meningkat. Per awal April 2016 ini saja, total investor, baik itu investor saham, obligasi, ataupun reksadana tercatat ada 961 ribu investor. Ia meyakini, meski kantor cabang perusahaan efek tidak tersedia di wilayah tertentu, namun proses pembukaan rekening efek dapat dilakukan dengan mudahdan cepat dengan menggunakan card reader bahkan untuk area terpencil sekalipun.

Kata Friderica, kegiatan penyerahan alat baca e-KTP ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan PKS tahun lalu tersebut. Pada kesempatan ini, sebanyak 98 pelaku industri pasar modal telah berkomitmen dan melakukan penandatanganan PKS dengan Ditjen Dukcapil. Teknisnya, KSEI melakukan penyerahan alat card reader kepada perusahaan yang telah melakukan PKS serta kepada kantor perwakilan BEI yang tersebar di 25 Provinsi di Indonesia.

“Kini sudah ada 98 pelaku industri pasar modal. Tetapi dari 98, masih ada 18 pelaku industri yang harus selesaikan dokumen administrasinya,” sebut Friderica. (Baca juga: Tak Ada Alasan Pelaku Industri Keuangan Tak Jalankan Prinsip Know Your Customer).

Direktur Pengawasan Lembaga Efek Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agus Saptarina, mengatakan bahwa penerapan prinsip mengenal nasabah menjadi tantangan yang terus dihadapi oleh pelaku industri keuangan, tak terkecuali di sektor pasar modal. Selain karena diwajibkan oleh regulasi, keharusan bagi pelaku industri jasa keuangan untuk menerapkan prinsip KYC seringkali dihadapkan dengan isu validitas data kependudukan yang terekam dalam KTP. “Penghimpuan data nasabah ini menjadi tantangan,” kata Agus awal April lalu. (Baca juga: OJK Minta Pelaku Usaha Fintech Lakukan Non Face to Face Know Your Customer).

Perlu diingat, sejumlah regulasi telah mengatur kewajiban penerapan prinsip KYC, baik di sektor pasar modal, maupun IKNB dan perbankan. Paling terakhir, OJK juga mewajibkan pelaku di sektor jasa keuangan untuk lebih ekstra melakukan KYC terkait prinsip anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme dengan terbitnya POJK No. 12/POJK.01/2017 Tahun 2017  tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan.
Tags:

Berita Terkait