OJK Imbau Pemangku Kepentingan Hindari Tumpang Tindih Peraturan Soal Kesejahteraan Pekerja
Utama

OJK Imbau Pemangku Kepentingan Hindari Tumpang Tindih Peraturan Soal Kesejahteraan Pekerja

Negara-negara yang mengelola dan mengembangkan jaminan sosialnya dengan baik, selalu mampu memberikan perlindungan kesejahteraan bagi masyarakatnya dan disaat yang sama mampu menghimpun dana dalam jumlah yang sangat signifikan untuk pembangunan.

Oleh:
DAN
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Rahmat Waluyanto (kedua dari kiri) sesaat setelah pembukaan acara Indonesia Pension Conferency di Hotel Grand Hyatt, Selasa (25/4). Foto: DAN
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Rahmat Waluyanto (kedua dari kiri) sesaat setelah pembukaan acara Indonesia Pension Conferency di Hotel Grand Hyatt, Selasa (25/4). Foto: DAN
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya untuk meningkatkan pertumbuhan industri Dana Pensiun sehingga mampu memberikan kenaikan kesejahteraan yang layak bagi pekerja, baik pada saat aktif bekerja maupun di hari tua.

"Pertumbuhan industri Dana P Drensiun masih berjalan lambat. Karena itulah OJK sangat berkepentingan untuk memfasilitasi perkembangan industri dana pensiun ke depannya," terang Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Rahmat Waluyanto, saat membuka seminar internasional Dana Pensiun yang mengangkat tema 25 Years of Pensiun Savings - Way Forward For Next Quarter Century, Selasa (25/4), di Jakarta.

Menurut Rahmat, pertumbuhan aset industri Dana Pensiun meningkat dari 7,06% di tahun 2015 menjadi 15,5% di tahun 2016, namun memasuki usia 25 tahun diterbitkannya Undang-Undang Dana Pensiun ini, pertumbuhan industri Dana Pensiun tersebut relatif kecil. Untuk itu, OJK melihat perlu upaya bersama dengan sejumlah pemangku kepentingan lain untuk menyikapi tumpang tindih kerangka peraturan terkait kesejahteraan pekerja dan bersama-sama melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap program pensiunan agar dapat bersinergi dengan program kesejahteraan lain bagi para pekerja. 

Menurut data OJK per 31 Desember 2016, aset IKNB sebesar Rp 1.909,26 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 13,64% dibanding total aset tahun 2015. Industri Dana Pensiun mampu memberikan kontribusi sebesar 12,5% atau sekitar Rp 238,3 triliun. Kemudian, jumlah peserta jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan per 31 Desember 2016 sebesar 9,13juta orang dengan total aset Rp 13,8 triliun per 28 Februari 2017. (Baca Juga: Menanti Investasi Dana Pensiun Masuk ke Proyek-Proyek Infrastruktur)

Di tempat yang sama, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Ahmad Anshori, kepada hukumonline mengatakan, 25 tahun sejak diundangkan UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun yang bersifat sukarela dan iuran pasti, masih sangat sedikit pekerja yang terlindungi usia tuanya dengan program Pensiun.

Kesenjangan dalam perlindungan Jaminan Sosial, bisa diukur dengan masih rendahnya populasi pekerja yang telah terlindungi dalam Jaminan Sosial. Dari jumlah pekerja formal 45 juta orang, saat ini baru 17 juta yang terdaftar, dan diantaranya baru 8,2 juta pekerjaan yang telah terdaftar dalam Jaminan Pensiun.

“Kini dengan Program Jaminan Pensiun SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) yang bersifat mandatori, diharapkan ada kepastian yang lebih besar bagi Pekerja Indonesia untuk memiliki Jaminan Pensiun,” terang Anshori.(Baca Juga: 1001 Risiko Bila Asuransi dan Dana Pensiun Investasi di Proyek Infrastruktur)

Menurut Anshori, Negara-negara yang mengelola dan mengembangkan jaminan sosialnya dengan baik, selalu mampu memberikan perlindungan kesejahteraan bagi masyarakatnya dan disaat yang sama mampu menghimpun dana dalam jumlah yang sangat signifikan untuk pembangunan, sehingga kemandirian/ketahanan ekonomi negara akan terbentuk.

Selanjutnya, Anshori mengatakan bahwa seharusnya pemerintah dan semua pihak mendorong dan memprioritaskan pelaksanaan program SJSN yang optimal, dengan manfaat yang adekuat, akses layanan yang baik. “Dalam hal ini Indonesia relatif tertinggal dibanding negara-negara tetangga,” ujarnya.

Masih pada kesempatan yang sama pula, Sekertaris Jendral Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhamad Rusdi, kepada hukumonline mengatakan, isu pensiun yang sedang dibahas dalam konfrensi pensiun yang diselenggarakan oleh OJK tersebut sangat strategis. (Baca Juga: DJSN Minta BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Manfaat Peserta)

Menurut Rusdi, dalam pembahasan terkait Jaminan Pensiun terdapat dua substansi, pertama, dana Jaminan Pensiun akan memproteksi kehidupan para pekerja di usia tua, ketika habis masa kerjanya dan tidak memiliki pendapatan tetap, agar mereka masih bisa hidup secara layak.

Kemudian yang Kedua, akumulasi Dana Pensiun yang terkumpul bisa digunakan untuk mem backup Negara dalam proyek-proyek infrastruktur sehingga Negara tidak perlu berhutang kepada Bank asing. “Cukup dia menggunakan akumulasi dana pensiun ini,” terang Rusdi.

Problemnya adalah, menurut Rusdi, OJK akan mendorong revisi UU Dana Pensiun dan ingin memberikan pengelolaan pensiun sehingga bisa dikelola oleh lembaga-lembaga keuangan seperti Bank, dan lembaga-lembaga pengelolaan keuangan pensiun, baik BUMN, swasta, termasuk lembaga-lembaga sosial seperti Gereja, Masjid, maupun juga Koperasi dan Serikat Buruh.

Menurut Rusdi, yang urgent bagi OJK dan Pemerintah adalah bukan merivisi UU Dana Pensiun tapi merevisi PP 45 Tahun 2015 tentang jaminan pensiun yang merupakan turunan dari UU BPJS dan UU SJSN dimana dalam PP tersebut mengatur iuran jaminan pensiun hanya 3% dengan komposisi 2% dari pengusaha dan 1 % dari buruh sehingga manfaat yang diterima hanya 15-40%. ”Iurannya sangat kecil sehingga akumulasi dana yang terkumpul pun sangat kecil,” ujarnya.

Rusdi mengatakan bahwa Aset BPJS Ketenagakerjaan hari ini sejumlah Rp200 triliun, yang mana angka tersebut jauh dibawah aset BPJS Singapura maupaun Malaysia yang sudah menyentuh angka Rp3 ribu triliun. Jumlah ini bahkan lebih kecil dibanding aset BPJS Cina yang berjumlah Rp38 ribu triliun, dan uang guru nya Kanada yang berjumlah Rp200 triliun, yang kesemuanya itu bisa digunakan untuk membangun infrastruktur Negara.

“Dengan iuran yang kecil itu, sulit menjadikan BPJS Ketenagakerjaan memiliki asset yang besar dan membantu Negara sehingga pada akhirnya Negara tetap bergantung kepada Bank asing seperti hari ini,” jelasnya.

“Yang berikut lagi, manfaat yang diterima oleh para pekerja hanya 15-40 %. Kalau upah rata-rata sekarang adalah Rp2 juta, maka 15 % dari RP2 juta hanya RP300 ribu. Atau kalau 40% berarti hanya Rp700 ribu,” tambahnya. 

Menurutnya, jumlah uang tersebut tidak cukup untuk menghidupi satu keluarga di usia pensiun. “Maka dari itu, di hari buruh nanti, KSPI akan menuntut Presiden untuk merevisi PP 45 yang ia tandatangani pada tahun 2015 lalu,” pungkas Rusdi.

Tags:

Berita Terkait